Tuesday, 17 October 2017
Stop Diskriminasi Anak Down Syndrome
DEPOK – Persatuan Orangtua Anak Down Syndrome (Potads), menggelar sosialisasi downs syndrome, di SDN Mekar Jaya 29, Jalan Rebab Raya RT7/9, Kelurahan Mekarjaya, Sukmajaya, minggu (15/10/17). Dalam pembahasan tersebut, khalayak dilarang diskriminasi kepada anak down syndrome.
Sekretaris Umum Potads, Olivia Maya S mengatakan, perlu adanya perhatian khusus. Jangan ada diskriminasi bagi anak – anak yang menderita down syndrome atau anak yang berkebutuhan khusus. Pasalnya, anak-anak tersebut adalah cipataan tuhan yang harus mendapatkan perlakuan yang sama tanpa ada diskriminasi.
“Maka dari itu, kami minta stop memandang sebelah mata atau membullying mereka,“ kata Olivia, kepada Harian Radar Depok (Pojoksatu.id Group), Minggu (15/10/2017).
Anak down syndrome ini, kata dia, perlu mendapatkan dukungan dari masyarakat dengan memberikan kesempatan untuk tampil, menumbuhkan rasa percaya diri, menyalurkan minat dan bakatnya.
Sebab, mereka ini memiliki karakter tersendiri. Bahkan, dibalik keterbatasannya mereka juga memiliki kemampuan dan kelebihan. “Kami berharap, keberadaan mereka bisa diterima di masyarakat dengan lebih mengenali, memahami dan menghargainya,” paparnya.
Anak penyandang Down syndrome, sambungnya, bisa berkembang dengan baik bila diberikan stimulasi, terapi dan diajak sosialisasi. Ada pun terapi ini, seperti fisioterapi, pijat dan urut yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi anak.
“Terapi bisa di tempat khusus, ada juga di rumah sakit,” terangnya. Fisioterapi, jelas dia, ini dilakukan saat anak bayi sindroma down bisa mengangkat kepala. Lalu terapi ini juga bisa membuat anak bisa duduk, sampai bisa jalan.
“Kalau ingin belajar jalan, kakinya diurut, kalau muka, mukanya yang dipijat. Anak down syndrome mempunyai lidah lebih lebar dan pendek, karena otot pipi kurang kuat kadang-kadang mulutnya kebuka terus, diurut supaya tertutup,” ungkapnya.
Untuk bisa jalan bukan hanya urut saja, tapi juga membangunkan otot-otot yang tidur. Bisa juga pakai alat misalnya pakai bola, guling padat.
Sementara kalau terapi bicara diurut-urut juga daerah mulutnya di luar dan dalam. Saat terapi anak sindrome down, diajarkan belajar A, B, C, mereka diajarkan cara mengucapkan yang benar.
“Okupasi terapi motorik halus seperti menulis, motorik kasar seperti melempar, meremas,” katanya. Tambah dia, terkadang-kadang orang suka menyalahi karena melihat anak sindroma down sering memukul atau sebagainya. Menurutnya, mereka bukan nakal tapi lebih karena tidak diterapi.
(radar depok/irw)
sumber:pojoksatu.id
0 komentar:
Post a Comment