Wednesday 11 October 2017
Para Sopir Angkot di Bandung Bersikeras Inginkan Tarif Taksi Online Harus Mahal
BANDUNG – Sejumlah sopir angkutan kota (angkot) Kota Bandung meminta kepada pemerintah untuk menetapkan tarif lebih mahal kepada agkutan berbasis online ketimbang konvensional. Hal itu dinilai mampu mengembalikan iklim usaha lantaran tidak akan terjadi perebutan penumpang.
Seperti halnya yang diharapkan salah seorang sopir angkot, 08 jurusan Cicaheum, Leuwipanjang dan Antapani, Budi (32). Menurut Budi, pihaknya tidak melarang jika tranportasi berbasis dalam jaringan (daring) beroperasi. Akan tetapi, soal tarif dibedakan, jangan sama antara angkot konvensional dengan taksi online.
“Kalau harganya sama, percuma kami narik juga, penumpang pasti milih kendaraan online,” ucap Budi saat ditemui di sekitar Terminal Leuwipanjang, Senin (9/10/2017).
Budi tidak menampik kondisi fisik taksi online lebih bagus ketimbang angkot konvensional. Akan tetapi, hal itu merupakan penilaian masing-masing penumpang. Namun, jauh dari itu ia memandang, jika tarif taksi online lebih mahal maka penumpangnya yang mayoritas kondisi ekonomi menengah ke bawah akan kembali menggunakan angkot konvensional.
“Masalahnya kembali kepada pemerintah. Apakah ini akan dibiarkan,” sambung Budi.
Selama 10 bulan terakhir pendapatan ayah dua anak itu terus menyusut pasca boomingnya taksi online dengan moda transportasi umum baru. Budi mengaku, selama pengaturan taksi online belum jelas sejak Januari hingga Oktober 2017, dalam satu hari tak kurang hanya bisa membawa uang Rp 40- Rp 50 ribu.
“Sekarang penumpang semakin sulit. Penumoang sudah jarang ditambah ada taksi online,” terangnya.
Pengaruh taksi online sangat berpengaruh besar terhadap pengasilannya. Dalam satu hari ia hanya mendapat Rp 100- Rp 150 ribu. Pendapatan itu belum termasuk BBM Rp 65 ribu dan biaya setoran dalam satu hari.
“Sehari itu saya narik empat rit (balikan, red). Sukur-sukur kalau lagi rame penumoang, jika sepi sehari cuma dapat Rp 90- Rp 100 ribu, belum potong keperluan di jalan,” keluhnya.
Hal senada diungkapkan Yoris (45). Sudah lima tahun lebih ia menjadi sopir angkot jurusan Kebun Kelapa – Cicaheum. Menurutnya, baru kali ini terasa penurunan penumpang secara drastis.
“Dua sampai tiga tahun lalu penumpang mulai sepi karena banyak yang beralih ke kendaraan pribadi. Tapi, sejak akhir 2016, penumoang semakin sepi karena beralih ke taksi online,” papar Yoris.
Terkait ajakan aksi mogok masala menolak keberadaan taksi online, menurut Yoris hal itu merupakan salah satu langkah mengembalikan kesejahteraan para sopir. Namun, ia juga merasa bingung apakah aspirasi itu akan ditanggapi pemerintah atau tidak.
“Saya dapat selembaran undangan aksi mogok masal besok (hari ini,red). Tapi, informasinya apakah jadi atau tidak belum tahu bagaimana,” imbuh dia.
Ia berharap, keberadaan taksi online yang saat ini banyak dimintai pengguna kendaraan umum bisa mengerti kondisi kendaraan angkot konvensional.
“Jangan memikirkan diri sendiri. Kalau mau mobilnya jadi angkot konvensional sekalian dengan aturan yang sama kami gunakan. Jika tidak, kami sebagai sopir konvensional siap aksi,” pungkasnya.
(arh)
sumber:pojoksatu.id
0 komentar:
Post a Comment