Friday, 6 October 2017
Buni Yani Dituntut Dua Tahun Penjara Atas Kasus Dugaan Pelanggaran UU ITE
DEPOK – Terdakwa dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Buni Yani, dituntut dengan hukuman dua tahun penjara, serta denda Rp100 juta subsider tiga bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok, Sufari. Sufari menyebutkan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 32 ayat 1 juncto pasal 48 ayat 1 Undang – Undang RI nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Undang – Undang RI nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11/2008 tentang ITE.
“Iya kami menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, agar memutus, terdakwa terbukti salah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ITE berupa melakukan dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum menambah, mengurangi, menghilangkan terhadap informasi elektronik atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik,” kata Sufari kepada Radar Depok (Pojoksatu.id Group), Rabu (04/10/2017).
Jaksa menilai ada beberapa hal yang memberatkan Buni Yani, yakni memberikan keterangan tidak terus terang dan berbelit-belit, perbuatan terdakwa dapat menimbulkan perpecahan antar umat beragama, tidak bersikap sopan, tidak menyesali perbuatannya. “Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya,” ucap Sufari.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum, Andi M Taufik dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim M. Saptono di Gedung Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Bandung, Selasa (3/10/17). “Terdakwa (Buni Yani) diberikan kesempatan untuk menyusun pembelaan (pledoi) yang akan dibacakan Tanggal 17 (Oktober),” lanjut Sufari.
Diketahui, Buni Yani melanggar dua pasal dari UU ITE. Pertama, Buni Yani dianggap dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
Unggahan ini terkait pidato Gubernur DKI Jakarta, saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat bertatap muka dengan warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Dalam pidatonya, Ahok menyinggung soal surat Al Maidah 51.
“Kedua kami juga mendakwa Buni Yani dengan dakwaan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan,” tegas Sufari.
Sementara itu, kepada awak media, Buni Yani menilai JPU mengedepankan logika hukum yang terbalik, dalam mengajukan tuntutan terhadap dirinya kepada majelis hakim. “Saya tidak belajar hukum. Tapi ada asas dalam ilmu hukum sebagai the burden of proof.
Kalau saudara (JPU) menuduh saya melakukan sesuatu, maka beban untuk membuktikan itu berada di pihak anda. Anda yang wajib melakukan pembuktian terhadap tuduhan saudara,” kata Buni Yani usai sidang.
Buni Yani menambahkan, JPU justru tidak menampilkan bukti-bukti yang kuat jika dirinya benar-benar memotong video pidato Basuki. “Yang terjadi sama itu jaksa penuntut umum bahwa saya dituduh memotong video, tetapi saya disuruh membuktikan saya tidak memotong video. Kan stupid gitu lho. Belajar ilmu hukum dimana?,” tegas Buni Yani.
Terpisah, Pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian menyatakan, ada diskriminasi hukum terhadap kliennya. Karena kasus yang tengah dijalani kliennya sama kasusnya seperti dosen Universitas Indonesia, Ade Armando. “Tapi Ade Armando tidak dikenakan hukum dan hanya mendapatkan SP-3. Ini kan berarti tidak adil, kami hanya ingin klien kami tidak ditahan seperti Ade Armando,” katanya.
Aldwin menambahkan, pihaknya akan mengajukan pembelaan atas tuntutan yang dianggap tidak adil tersebut. “Tuntutan jaksa hari ini (kemarin) lebih kepada asumsi dia karena mengabaikan fakta-fakta di persidangan. Jadi jaksa dalam hal ini mengabaikan fakta-fakta di persidangan.
Yang kedua jaksa logikanya terbalik, karena apa? Akhirnya yang dipakai tuntutan itu Pasal 32 ayat 1 juncto Pasal 48 ayat 1,” pungkas Aldwin.
sumber:pojoksatu.id
Related Posts:
Rusak Lingkungan, Ditreskrimsus Polda Jabar Periksa Limbah Milik PT. Meiya Button, Ini Hasilnya Bandung – Ditreskrimsus Polda Jabar bekerja sama anggota Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung melakukan penyelidikan terhadap PT. Meiya Button karena diduga melakukan tindak pidana di bidang lingkungan hidup.Kabi… Read More
Pemkot Cimahi Siapkan Hunian Vertikal CIMAHI – Meski tingkat kebutuhan hunian di Cimahi cukup tinggi, namun ketersediaan lahan sangat terbatas. Oleh sebab itu, Pemkot Cimahi berencana membangun perumahan vertikal.Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (… Read More
Sekolah di Wilayah Kabupaten Bekasi Keberatan Rencana UNBK SMP KARANGBAHAGIA – Sejumlah sekolah tingkat SMP di wilayah kabupaten Bekasi, mengaku keberatan dengan rencana pemerintah untuk melaksanakan Ujian Nasional berbasis Komputer (UNBK) tahun depan. Pasalnya, banyak sekolah yang be… Read More
Dishub Kota Bandung Dukung Perubahan Warna Plat Nomor Terkait Tilang CCTV BANDUNG – Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung menyambut baik usulan Korlantas Polri untuk mengganti warna pelat nomor kendaraan menjadi warna terang. Hal itu menyusul efektifitas pemberian sanksi tilang dengan bukti ka… Read More
Dana Alokasi Umum Pemkot Bandung Dipotong Rp 180 Miliar BANDUNG – Pengetatan anggaran fiskal oleh Pemerintah pusat membuat DAU (Dana Alokasi Umum) untuk Pemkot Bandung dipotong Rp 180 Miliar.Dampak dari kebijakan Menteri Keuangan tersebut baru terasa sekarang, Pemkot Bandung ha… Read More
0 komentar:
Post a Comment