Banner 1

Friday, 13 October 2017

Polemik Revisi Izin Transportasi Online di Jawa Barat, Bos GoJek Tolak Batas Kuota


DEPOK – Perizinan operasional transportasi berbasis aplikasi online (daring) hingga saat ini masih direvisi, diperkirakan perizinan tersebut bakal terbit pada 1 November 2017.

Hal itu disampaikan Kepala Balai Pengelolaan LLAJ Wilayah III Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Barat (Jabar), Abduh Hamzah. Terkait hal ini, Dishub Jabar mengimbau transportasi online untuk tidak beroperasi sementara waktu. Imbauan tersebut agar suasana kondusif selama perizinan belum diterbitkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

“Kami mendorong supaya cepat diterbitkan, diharapkan dengan kemunculannya itu ada kesetaraan dan persaingan usaha yang sehat” ungkap Abduh di gedung Sate Bandung, rabu (11/10/17).

Menunggu terbitnya perizinan, Abduh mengimbau pengelola dan pengemudi transportasi online menghentikan pengoperasian. Sebab, lanjut dia, saat ini transportasi online statusnya ilegal. “Intinya kami mengimbau pengelola taksi online menciptakan suasana kondusif di Jabar. Saya sudah komunikasi dengan pengelola taksi online, mereka siap untuk tidak beroperasi,” kata Abduh.

Abduh menilai, kalau dilarang itu ada sebuah penindakan melakukan pelanggaran. Langkah yang diambil saat ini guna menindaklanjuti permintaan Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT) Jabar. Hal ini untuk mengendalikan rencana aksi yang dilakukan angkutan umum.

“Ada permintaan demo dari WAAT ditangguhkan karena apa yang disuarakan WAAT sudah diakomodir. Setelah ini domainnya pusat yang memberi izin,” tegas Abduh.

Meski dilarang, hingga saat ini belum ada sanksi yang jelas bagi sopir taksi maupun ojek daring yang kedapatan masih beroperasi di Jabar. “Di mata Dishub transportasi online itu ilegal karena belum ada izin. Bagaimana kami akan menegur? Akan menghukum?,” tambah Humas Dishub Jabar, Juddy K. Wachjoe, Rabu (11/10/17).
Juddy menegaskan, larangan bagi sopir taksi maupun ojek daring berlaku hingga Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek selesai direvisi. Peraturan tersebut sebelumnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Kekosongan hukum itulah yang membuat sanksi tegas tidak bisa diberikan.

“Kalau kami menyampaikan sanksi, mereka sudah menjadi bagian dari kami karena hukumnya sudah ada. Kami kan tidak bisa berbuat seperti itu (memberi sanksi), wong belum ada izin kok,” ujarnya.

Imbauan agar transportasi berbasis daring tidak beroperasi di lingkungan Jawa Barat lebih ditujukan kepada taksi. Hal ini dikarenakan ojek tidak termasuk dalam transportasi penumpang menurut undang-undang. “Ya kalau kami kan konsentrasinya ke mobil karena motor kan belum tahu masuk dalam transportasi angkutan penumpang,” ujarnya.

Sementara itu, polisi sepakat dengan Dishub Jabar untuk mencegah bentrok antara transportasi online dan konvensional. Polisi turut mengimbau transportasi online untuk tidak beroperasi.

“Sesuai apa yang disampaikan oleh Dishub, untuk transportasi online jangan dulu beroperasi,” ucap Kabid Humas Polda Jabar Kombes Yusri Yunus di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Jabar, Rabu (11/10/17).

Yusri mengatakan polisi tidak akan menindak para pengemudi transportasi online. Sejauh ini, polisi hanya akan memberi imbauan kepada para pengemudi online tersebut. “Kita hanya memberi imbauan agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan,” kata Yusri.

Menurut Yusri, saat ini kebijakan soal transportasi online masih digodok pemerintah. Polisi meminta agar semua pihak bersabar menunggu hasil keputusan tersebut. “Sementara ini sedang dibahas. Hasilnya nanti apa, kita akan mengamankan kebijakan tersebut,” ujar Yusri.
Sementara itu, CEO GoJek Nadiem Makarim angkat bicara mengenai dilarang beroperasinya transportasi online di wilayah Jabar. Dia meminta pemerintah daerah segera menyelesaikan masalah yang terjadi antara transportasi online dan angkutan kota serta taksi konvensional di Jabar.

Menurut Nadiem, pemerintah harus memberi solusi yang adil terhadap transportasi online. “Pemerintah harus segera menangani masalah ini,” kata Nadiem di Jakarta, Rabu (11/10/17).

Menurut Nadiem, pangsa pasar transportasi online di Jabar, cukup besar. Untuk itu dia meminta pemerintah membuat regulasi yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. Nadiem mengatakan keberadaan transportasi online pada prinsipnya membantu ekonomi kerakyatan masyarakat.

Apalagi, berdasarkan catatan Gojek, 60 persen mitra mereka adalah pekerja paruh waktu yang mencari tambahan uang dengan menjadi driver. Selain itu, ia menyatakan menerima rencana pemerintah untuk mencari tarif minimum dan maksimum untuk transportasi online agar bisa beroperasi.

Tujuan penyesuaian tarif tersebut untuk menciptakan kesetaraan. “Kami sangat mendukung jika tarif disesuaikan (untuk regulasi yang dibuat pemerintah),” ujarnya.

Namun, Nadim menolak jika pemerintah membatasi kuota transportasi online di setiap daerah. Soalnya pemerintah akan sulit untuk membatasi kuota tersebut. “Bagaimana caranya membatasi kuota. Yang ada nanti ada jual beli kuota,” ujarnya.

Sejauh ini, Nadiem mengatakan mendukung upaya pemerintah dalam menerbitkan regulasi yang mengatur transportasi online di Indonesia. “Tapi harus adil.”
(radar depok/net/dtc/tmp)


sumber:pojoksatu.id

0 komentar:

Post a Comment