Thursday 12 October 2017
Menyusutnya Lahan Pertanian di Kota Depok, DKPPP Terapkan Hidroponik
DEPOK – Lahan pertanian di Kota Depok kini hanya seluas 500 hektar. Terus menyusutnya lahan membuat Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKPPP) Kota Depok, mengeluarkan inovasi baru. Salah satunya dengan cara penanaman secara hidroponik.
Kepala Seksi Ketahanan Pangan dan Holtikultura DKPPP Kota Depok, Harry Adam Fauzi mengungkapkan, luas pertanian itu tidak hanya persawahan saja, tapi perikanan tambak, sayuran, palawija, dan lainya. Dari data lahan tersebut tercantum dalam Perda RTRW.
“Terlebih, saat ini kondisi lahan pertanian dan persawahan di Kota Depok semakin berkurang,” terangnnya kepada Harian Radar Depok (Pojoksatu.id Group), Selasa (10/10/2017).
Menurutnya, DKPPP bekerjasama dengan IPB untuk mengkaji lahan pertanian di Depok. Apakah perlu ada lahan khusus untuk pertanian di Depok atau tidak. “Nanti konsultan dari IPB akan mengeluarkan hasilnya akhir tahun ini,” katanya.
Kendati demikian, pihaknya tidak diam begitu saja untuk menjalankan pertanian di Depok. Salah satunya dengan cara penanaman secara hidroponik. Menanam secara hidroponik tidak membutuhkan lahan luas, tapi bisa dilakukan dinding tembok.
“Kami masih terus lakukan uji coba di tempat khusus di Sawangan dan Cipayung. Kita tidak usah menahan laju yang kita bendung untuk terus berbuat terbaik, hidroponik ini bisa ditanam di mana saja,” kata dia.
Adam menambahkan, luas sawah Depok sempat mencapai 1.200 hektar pada 1999. Pada 2005, luasnya menyusut menjadi 920 hektar. Pada 2007 berkurang tinggal 800 hektar. Berkurang lagi pada 2010 menjadi 500 hektar. “Tahun 2015-2016 tinggal 113 hektare,” ucap Adam.
Sisa sawah tersebut berada di Limo sekitar 34 hektar dan Tapos 66 hektar. Sisanya di Sawangan 9 hektar, Bojongsari 5 hektar, Cipayung hanya 1 hektar, dan di Cilodong 2 hektar. “Harga tanah yang tinggi menyebabkan para petani tergiur menjual lahan. Kami tidak bisa menahan,” tuturnya.
Terhentinya regenerasi petani di Kota Depok turut menyebabkan pekerjaan mengolah sawah tidak dilirik generasi muda. Dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat, tamba Adam, Depok bukan merupakan sumber lumbung padi.
Kebutuhan beras Depok dipasok dari Bulog Cianjur. “Depok kan sebagai kota. Kalau kota memang tidak diprioritaskan untuk menghasilkan produk pertanian,” ucapnya.
Meski tinggal sedikit, Adam menegaskan, keberadaan sawah akan tetap dipertahankan. Namun, fungsinya bukannya sebagai produsen. Sawah akan diarahkan untuk fungsi edukasi dan konservasi.
“Supaya generasi mendatang kita jangan sampai enggak tahu bagaimana padi yang dimakan itu seperti apa,” ujarnya. Terpisah, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Depok, Rienova Serry Donie mengatakan, keterbatasan lahan pertanian di Kota Depok perlu adanya terobosan bagi Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Depok. Tapi langkah itu, kata dia sudah dilakukan berbagai program mulai sistem integrasi tanaman dan ternak serta hidroponik.
“Kami mendukung sistem itu,” kata Rienova.
Menurutnya, bila sistem tersebut berjalan maka kebutuhan tanaman sayur dan lainya di Depok bisa terpenuhi. Selain itu pupuk pertanian para petani dan kelompok tani di Kota Depok, tidak usah membeli pupuk bila sistem integrasi tanaman dan ternak.
“Kotoran ternak itu kan bisa jadi pupuk kandang, meski sistem itu masih dalam percobaan. Kami anggota dewan mendukung,” tutur Politisi Partai Gerindra itu.Namun di sisi lainya, Pemerintahan Kota Depok harus bisa melihat kondisi lahan pertanian semakin tahun menyusut.
Oleh karena itu, disarankan untuk memfasilitasi lahan pertanian oleh pemerintah kota, nantinya bisa diolah sendiri melalui para petani.
“Meski di Depok lahan pertanian terbatas, bukan berarti diam. Tapi harus bagaimana bisa memproduksi hasil tani dan ternak, semisal dengan membeli lahan pertanian kalau bisa dipertahankan,” tutur.
(radar depok/irw)
sumber:pojoksatu.id
0 komentar:
Post a Comment