Banner 1

Wednesday 18 October 2017

Masyarakat Bojonggede Menolak TOD


Masyarakat Bojonggede dibuat bingung dengan sosialisasi program Transit Oriented Development (TOD) yang setengah-setengah.

Melihat kondisi sarana dan prasarana wilayah yang masih minim, rasanya nyaris tidak mungkin TOD bisa diterapkan di wilayah ini.

“Eksisting saat ini kita hanya memiliki ruas jalan selebar enam meter. Sementara mobilisasi di jalanan sangat tinggi. Sehingga setiap hari kita rasakan macet luar biasa ditambah aktivitas kereta yang tak berhenti,” ujar Kepala Desa Bojonggede, Dede Malvina.

Dede juga mempertanyakan konsep TOD yang terintegrasi dengan stasiun kereta api dan terminal Bojonggede. Menurutnya, satu trayek angkot memiliki minimal 50 unit kendaraan. Artinya, ada 300 mobilisasi angkot keluar-masuk terminal dalam satu hari.

“Itu baru angkot. Bagaimana mobil pribadi masyarakat? Sehingga harus dipikirkan untuk perbaikan akses di Bojonggede. Kita sangat mendukung program pemerintah jika semua dipersiapkan, khususnya meminimalisasi  kemacetan. Mungkin dengan pelebaran jalan. Itu pun dibutuhkan pembebasan lahan serta pemanfaatan lahan irigasi milik Pemda,” cetusnya.


Dede mengatakan, jika dalam TOD itu termasuk pembangunan pasar swalayan atau mal, maka ia mewakili warga keras menolak. Dia menilai Desa Bojonggede yang minim akses jalan belum memerlukan pusat perbelanjaan. Jika dipaksakan, itu hanya akan menambah kemacetan.

“Setahun mal berdiri, dua tahun kemudian akan bangkrut dan tidak berkembang,” kata dia.

Kepala Bidang Sarana dan Prasarana pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penilitian Pengembangan (Bappeda Litbang) Kabupaten Bogor Ajat Rohmat Jatnika menjelaskan bahwa konsep sebenarnya dari TOD di Bojonggede adalah redevelopmet. Artinya pembangunan kembali kawasan yang ada.

“Tergantung yang ditawarkan. Kalau di beberapa tempat yang padat lahan itu, maka mereka memiliki hak rumah atau toko yang tidak tertata. Maka sebetulnya ada kolaborasi. Jadi masyarakat di sana tetap memiliki lahan,” jelasnya.

Pembangunan TOD bukan hanya mal atau hunian. Ajat mengungkapkan itu semua akan bergantung kepada desain dan analisa yang ada saat ini. “Misalnya banyak sekali rumah di pinggir rel dan sungai.

Ketika itu dihilangkan, berarti perhitungan lokasi itu bisa menampung mereka. Otomatis jasa perdagangan lebih banyak. Tapi fungsinya bisa macem-macem tergantung analisa,” tukasnya.



sumber:pojoksatu.id

0 komentar:

Post a Comment