Friday 20 October 2017
Bareskrim Bekuk Enam Tersangka, Depok Target Peredaran Uang Palsu
DEPOK – Pelaku pencetak dan penyebar uang palsu (Upal) telah mengedarkan uang palsu pecahan seratus ribu ke enam provinsi. Yakni, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali.
Peredaran uang palsu itu diketahui setelah ada laporan dari bank di beberapa provinsi. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, laporan dari bank tersebut ditindaklanjuti oleh Dittipideksus Bareskrim Polri dan Bank Indonesia (BI).
“Itu (uang palsu) sudah tersebar di enam provinsi,” kata Agung Setya di Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/17). Agung menuturkan, pihaknya menindaklanjuti data dari Bank Indonesia terkait penyebaran Upal pecahan seratus ribu yang ditemukan di enam provinsi tersebut.
Paling banyak ditemukan di DKI Jakarta sebanyak 24 lembar. Mulai dari Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara.
“Kalimantan Barat kita temukan satu lembar di Kota Pontianak, kemudian juga ditemukan tujuh lembar di Banten, Jawa Barat di Kota Depok, Bekasi, Bogor, kemudian di Jawa Tengah ada di Grobogan dan Semarang. Kemudian juga cukup banyak di Bali 41 lembar yakni di Buleleng, Gianyar, Jembrana, Tabanan, dan Denpasar,” ucap Agung.
Setidaknya pelaku pembuat dan penyebar uang palsu sudah tertangkap sehingga terputus penyebarannya. Namun, Agung menyebut pihaknya akan terus melakukan pengejaran terhadap para pengedar yang masih melakukan penyebaran uang palsu di tempat lainnya.
“Ini kurang lebih penyebaran dari uang palsu yang kita identifikasi pembuatannya adalah kelompok ini. Kami kejar para pelaku yang masih mengedarkan,” tutur Agung.
Setidaknya polisi sudah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini yakni M dan S sebagai perantara dari inisial R, pembuat uang palsu yaitu inisial T dan G, kemudian pemodalnya inisial AR. Saat ini para tersangka sudah ditahan oleh Dittipideksus Bareskrim Polri. Para pelaku ditangkap di empat wilayah berbeda yaitu Majalengka, Bangkalan, Situbondo, dan Cirebon dalam sepekan terakhir.
“Masing-masing pelaku yang ditangkap memiliki peran berbeda, mulai dari pengedar yaitu M dan S, perantara yaitu saudara R, pembuat uang palsu yaitu saudara T dan G dan pemodal yaitu saudara AR,” ucap Agung.
Dua pelaku yang ditangkap, T dan M merupakan residivis dengan kasus yang sama. Dari pelaku, barang bukti uang palsu yang berhasil disita berupa 313 lembar potongan kertas yang menyerupai uang rupiah pecahan 100 ribu. “Sebenarnya uang palsu yang sudah dicetak sebanyak 400 ribu lembar, namun sisanya telah dibakar oleh pelaku,” ungkap Agung.
Agung menuturkan, diduga pemusnahan dilakukan untuk menghilangkan barang bukti. Namun, penyidik menemukan serpihan dari uang palsu yang dibakar oleh para pelaku. Selain itu, penyidik juga telah menyita mesin cetak offset, printer, komputer, alat sablon, dan tinta yang dipakai sebagai bahan pembuat uang palsu.
Melihat kapasitas alat yang digunakan, para pelaku diduga merencanakan untuk mencetak uang palsu dalam jumlah besar. “Berkat kerja keras tim dan informasi dari masyarakat, kita berhasil mengungkap kejahatan pemalsuan mata uang rupiah yang dilakukan oleh pelaku,” ungkap Agung.
Penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap dua unit mobil dan empat motor sebagai sarana kejahatan yang dilakukan oleh para tersangka. Para pelaku atas perbuatannya disangkakan pasal 36 ayat 1,2,3 dan pasal 37 UU nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang dan Pasal 3 atau pasal 5 UU nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman hukuman Seumur Hidup.
Terpisah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Keuangan Bank Indonesia (BI), Luctor Tapiheru mengatakan, rasio peredaran uang palsu di Indonesia saat ini salah satu yang terbaik di Asia Tenggara. Sebab, hingga September 2017 BI mencatat hanya 5 lembar uang palsu dari 1 juta uang yang beredar.
“Dampak dari tindakan edukasi (BI) ini cukup baik, angka rata-rata jumlah uang palsu yakni 5 lembar banding 1 juta uang asli,” kata Luctor di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/17).
Jumlah tersebut, kata Heru, turun drastis dibanding dengan tahun lalu yang memiliki rasio 100 uang palsu dari 1 juta uang asli yang beredar. Heru menyebut, tahun ini rasio peredaran uang palsu yang ada di Indonesia, jauh lebih baik dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya.
“Bahkan jika dibandingkan dengan negara yang rasio peredaran uang palsunya selalu baik yakni Thailand, kita menang. Thailand rasio peredaran uang palsunya 6 sampai 7 lembar dari 1 juta uang yang beredar,” ungkap Heru.
Heru mengungkapkan pada 2015 lalu, rasio peredaran uang palsu di Indonesia bisa mencapai 200 lembar dari 1 juta uang yang beredar. “Penurunan ini drastis karena kami melakukan tindakan preventif dengan edukasi dan sosialisasi, serta tindakan tegas dari kepolisian,” ungkap Heru.
Lebih lanjut, Heru menuturkan uang palsu yang paling banyak beredar di masyarakat yakni rupiah pecahan 100 ribu dan 50 ribu. Rinciannya yaitu sebesar 40 persen pecahan 100 ribu, dan 40 persen pecahan 50 ribu. “Alasannya, ya para pembuat uang palsu itu ingin banyak untung, makanya pecahan terbesar yang dipalsukan,” jelas Luctor.
(radar depok/cr5/JPC)
sumber: pojoksatu.id
0 komentar:
Post a Comment