Monday, 2 October 2017
Fenomena Tenaga Honor di Depok, Gaji Rendah, Berharap Diangkat Jadi PNS
DEPOK – Menjadi aparatur sipil negara (ASN), saat ini menjadi salah satu profesi yang banyak diminati, baik fresh graduade atau pun yang sudah memiliki pekerjaan. Tidak terkecuali bagi tenaga guru honorer yang ada di Kota Depok.
Berikut wartawan Radar Depok (Pojoksatu.id Group), Ricky Juliansyah dan Dicky Agung Prihanto coba memberi laporan. Laju sepeda kumbang di jalan berlubang, selalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang… Sepenggal lirik lagu Oemar Bakri, karya salah satu legenda hidup dunia musik Indonesia, yakni Virgiawan Listanto atau masyarakat Indonesia lebih mengenal dengan nama Iwan Fals, menjadi lagu yang menggambarkan kondisi guru waktu itu.
Seiring berjalannya waktu dan adanya berubahnya kebijakan dari pemerintah, guru-guru saat ini sudah tidak seperti itu lagi. Khususnya yang sudah memiliki SK sebagai pegawai negeri, bisa dibilang kesejahteraan para pengajar berplat merah sudah mulai terjamin.
Namun, kesejahteraan yang diterima para guru PNS berbeda dengan guru honorer. Mereka tidak mendapatkan gaji bulanan berikut tunjangan lainnya, karena mereka hanya mengandalkan dari honor.
Masa kerja yang cukup lama pun bukan jaminan bagi mereka yang ingin menjadi abdi negara kebanyakan. Seperti penuturan salah satu guru honorer yang ditemui dan mau berbagi kisah dengan Radar Depok (Pojoksatu.id Group).
Sebut saja PA. Ia sudah mengabdi selama 12 tahun dengan status guru honorer. Berbekal ijazah S1 yang diperjuangkan selama mengeyam pendidikan dibangku kuliah, pada 2004, ia menjadi guru honorer di salah satu SD di wilayah Cimanggis.
Menjadi guru merupakan sebuah jalan hidup bagi PA. Sebab, ia ingin berbagi ilmu dan bermanfaat bagi orang lain, khususnya generasi muda, yang nantinya meneruskan tongkat estafet kepemimpinan di Indonesia.
“Karena saya ingin bermanfaat untuk orang lain,” tutur PA santun kepada Radar Depok (Pojoksatu.id Group). Masih ingat dibenak PA, saat pertama kali menerima honor sebagai guru honorer. Cuma Rp250 ribu. Sedangkan untuk UMK Depok saat itu (2005) menyentuh Rp681.804.
Sampai di 2017, ia menerima honor sebesar Rp700 ribu. Memang ada peningkatan, tapi dari UKM Depok yang ditetapkan Pemkot Depok Rp3,2 juta, tentunya jauh dari penghasilan dirinya.
Kendati demikian, PA tetap bersyukur dengan apa yang ia dapat. Sebab, besar kecilnya yang PA dapat untuk keluarganya, merupakan rejeki halal yang digariskan oleh Allah SWT.
“Alhamdulillah, dengan honor Rp700 ribu, saya berusaha mencukupi dengan istri dan satu anak,” paparnya. Ia pun hanya mengajar di satu SD saja, karena ia baru bisa pulang pukul 14:00 WIB. Selain mengajar, dirinya merangkap sebagai operator Dapodik, dan segala hal kepegawaian data-data sekolah, kecuali BOS, karena ada yang mengerjakan khusus.
“Istri pun guru honor. Saya mengajar ngaji anak-anak saja,” ungkapnya. Bukannya PA tidak ingin mengubah statusnya dari honorer menjadi ASN. Namun, saat masuk K2 tahun 2015 untuk mengikuti tes, tetapi ia belum lulus dan menganggap belum menjadi rejekinya.
Hingga 2017 pun, ia terus mengajar dengan status guru honorer. Mengendarai sepeda motor Honda Vario keluaran 2012 yang ia kredit, setiap harinya, kecuali Minggu, PA tetap bersemangat memberikan ilmu dan mendidik siswa SD.
Bahkan, baru beberapa bulan ini, ia bersama keluarga tercintanya yang semula tinggal bersama orangtua, kini sudah memiliki rumah sendiri.
“Semua ya saya nikmati, rasa syukur ini yang mmbuat kita tenang. Yang penting berkah hasil keringat kami dan begitu juga dengan teman-teman guru honorer. Dan manusiawi kalau harapan mnjadi PNS idaman semua tenaga honorer,” ucap PA.
Lain cerita yang dialami seorang sukarelawan yang bertugas pada satu kelurahan di Kecamatan Bojongsari. Inisialnya E. Dia mendedikasikan hidupnya guna membantu kelurahan tersebut, dalam melayani masyarakat maupun menjaga keamanan kantor kelurahan.
Usai membantu memberikan pelayanan, E mengatakan, selama bekerja sebagai tenaga non PNS banyak suka duka yang dialami. Saat itu, sekitar 2008 dia diminta guna membantu aparatur kelurahan dalam melayani masyarakat. Kebetulan dia belum memiliki pekerjaan yang tetap. “Saat ditawarkan saya menerimanya karena manusia hidup itu harus produktif,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, saat bekerja sebagai tenaga non PNS, dia ditugaskan guna mengantar berkas ke kantor Pemerintahan Kota Depok. Selain itu, dia membantu masyarakat dengan memberikan pelayanan permohanan administratif, baik kependudukan maupun pelayanan. Semua dilakukan atas instruksi pegawai kelurahan.
Saat disinggung mengenai pembayaran atau gaji sebagai pegawai non PNS, E menuturkan dengan tersenyum, bahwa dia dibayar jauh dari upah minimum kota. Pembayaran dia bekerja, merupakan berdasarkan kebijakan dari pimpinan kelurahan. “Berganti lurah ya berganti pembayaran, Alhamdulillah saat ini sudah meningkat,” terangnya.
Dirinya mengakui, saat ini dia mendapatkan pembayaran sebesar Rp300 ribu. Namun, saat dia diminta guna piket atau jaga malam di kantor kelurahan mendapatkan pembayaran lain dari gaji yang dia terima. Dari hasil gaji yang diterima, dia gunakan untuk menafkahi keluarganya yang telah memiliki dua anak yang duduk dibangku sekolah dasar.
Ia mengatakan, secara logika uang tersebut memang diluar cukup guna menafkahi keluarganya. Namun, dia tidak patah arang dalam mencari nafkah. Berkat bekerja di kantor kelurahan, dia mendapatkan informasi tentang pekerjaan sosial dibawah naungan kedinasan Pemerintah Kota Depok. “Alhamdulillah keuangan saya terbantu dari aktif kegiatan sosial dibawah naungan kedinasan,” tukasnya.
Lebih jauh, sambungnya, walaupun bukan sebagai tenaga non PNS dilingkungan kantor kelurahan, terkadang dia mengerjakan tugas yang hampir sebanding dengan pegawai PNS kelurahan. Namun, dia menganggap tugas tersebut sebagai pengalaman dan pembelajaran dalam dia bekerja.
Melihat semakin berkurangnya pegawai PNS di lingkup Kota Depok yang pensiun. Dia berharap, Pemerintah Kota Depok membuka pintu guna mengangkat dirinya maupun pegawai non PNS kelurahan dimanapun yang memiliki kemampuan sebagai bagian dari Pemerintah Kota Depok. “Ya pengennya diangkat jadi PNS atau CPNS. Balik lagi, kebijakan tersebut berada di Pemkot Depok,” tandasnya.
0 komentar:
Post a Comment