BOGOR-Peraturan daerah tentang ojek online tampaknya masih akan tertunda.
Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor masih harus berkonsultasi dengan aparat keamanan terkait dampak pemberlakukan aturan tersebut. Belum lagi pertimbangan bahwa pemerintah pusat tengah menggodok payung hukum serupa bagi angkutan roda dua.
Walikota Bogor Bima Arya, mengatakan, pengaturan ojek online tertuang dalam Peraturan Walikota (Perwali) dan telah siap diluncurkan. Namun pihaknya masih membutuhkan waktu untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, agar Perwali itu bisa berjalan efektif.
“Termasuk poin dalam Perwali, pemilik angkutan online wajib menempatkan perwakilannya di Bogor. Untuk mempermudah komunikasi dengan pemda,” ujarnya kepada Radar Bogor (Pojoksatu.id Group).
Poin-poin lainnya seperti ojek online dilarang mangkal sembarangan, hingga dibatasinya jumlah kuota mitra ojek online di Kota Bogor. Dalam hal ini, pemkot ikut menentukan kuota dan jumlah ojek online.
Selain itu, Perwali juga mewajibkan pemilik atau para driver ojek online memperhatikan kualitas pelayanan kepada pelanggannya. Angkutan online juga tidak diperkenankan mengambil penumpang di jalur atau wilayah dari angkutan kota (angkot).
Sementara Pemkab Bogor mengatur ojek online dalam Peraturan Bupati (Perbup) nomor 27 tahun 2017 tentang angkutan orang dengan sepeda motor. Aturan ini dibuat karena dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 32 tahun 2016 tidak mengatur angkutan umum yang beroda dua. “Perbup ini khusus mengatur transportasi umum roda dua baik online maupun konvensional,” ujar Bupati Bogor Nurhayanti, kemarin (4/4).
Perbup nomor 27 tahun 2017 ini juga mengatur kewajiban penyedia jasa ojek online. Serta wilayah operasional ojek online maupun konvensional, dan kewajiban pengendara ojek online maupun konvensional.
“Untuk penyedia ojek online, mereka diwajibkan membawa akte pendirian perusahaan beserta pengesahan dari Kementerian yang berwenang, fotocopy NPWP atas nama badan hukum, SKCK, foto copy SIM C, fotocopy KTP dan foto copy STNK. Sementara untuk pengemudi wajib memiliki SIM, dan aturan yang ada selama ini,” paparnya.
Para pengendara ojek online maupun konvensional juga dilarang mangkal di badan jalan, bahu jalan, halte dan trotoar. “Mereka juga kami larang menaikkan pengguna jasa di kawasan terminal, dan di pangkalan ojek konvensional, serta menunggu pengguna jasa bukan di tempat yang telah disediakan operator aplikasi,” terang Nurhayanti.
Perbup ini, lanjutnya, sebagai acuan pemberian sanksi kepada penyedia jasa jika para pengemudi ojek melanggar aturan.
Terpisah, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan kebutuhan angkutan roda dua tidak bisa dinafikan lantaran lekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya untuk pesan makanan dan panggil tukang pijat. ”Ini kita semua menggunakan. Jadi memang dibutuhkan,” ujarnya kemarin (4/4).
Namun, di sisi lain belum ada aturan yang menjadi payung hukumnya. Dalam undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ) pun masih belum mengakomodasi. Karena itu, pemerintah belum bisa mengatur. ”Melihat urgensi kebutuhan, mereka itu sudah menjadi penghidupan untuk masyarakat,” ungkapnya.
Pemerintah bekerja sama dengan DPR untuk menentukan seperti apa nanti bentuk payung hukum itu. Banyak opsi yang bisa masuk dalam list, seperti peraturan menteri perhubungan, peraturan pengganti undang-undang, atau lainnya. ”Permenhub bisa, tapi kalau sudah ada undang-undangnya,” jelasnya.
Budi pun membuka ruang untuk revisi UU LLAJ bersama Komisi V DPR demi mengakomodasi angkutan roda dua. ”Saya senang sekali. Kalau bisa dipayungi oleh undang-undang akan bagus,” ungkapnya
Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis mengungkapkan, anggota sudah sepakat merevisi UU No 2/2009 tentang LLAJ. Apakah nanti dilakukan revisi terbatas atau secara keseluruhan. ”Kita minta pemerintah lakukan itu. Apakah inisiatif pemerintah atau DPR, yang jelas harus lakukan kajian,” timpalnya.
Diakuinya, saat ini aturan angkutan roda dua diatur pemda melalui peraturan kepala daerah. Seperti pemerintah Bogor dan Depok. Namun, perlu aturan jangka panjang untuk mengatur roda dua itu. Dalam revisi ini nanti, kendaraan roda dua tetap dituntut mengedepankan prinsip keamanan dan keselamatan. Tentunya juga, harga yang terjangkau.
Di tempat terpisah, pengamat transportasi Darmaningtyas menuturkan, ada risiko cukup besar bila angkutan roda dua dilegalkan sebagai angkutan umum dalam UU LLAJ. Yakni keselamatan penumpang maupun sopir. ”Saya sih tidak setuju revisi ini. Dari jumlah kecelakaan di jalan, 80 persennya itu disumbang angkutan roda dua,” ujarnya.
Kata dia, banyak hal yang jadi pertanyaan bila revisi itu dilakukan. Pertama, terkait kontrol angkutan roda dua. Kedua, soal tanggung jawab keselamatan saat di jalan. ”Kalau angkutan umum jelas kontrolnya lewat perizinan. Nah, kalau yang ojek baik pangkalan maupun online itu ngontrolnya bagaimana?” tanyanya.
Fenomena angkutan roda dua itu sejatinya hanya sementara. Kemunculannya yang membeludak lantaran angkutan massal yang masih belum maksimal. Karena itu, akan lebih bijak bila pembangunan dan pembenahan angkutan umum yang dikebut ketimbang revisi aturan untuk mengakomodasi angkutan roda dua. ”Ini kan muncul setelah becak dilarang. Intinya, yang harus segera dibenahi itu angkutan umumnya,” jelasnya.
Walikota Bogor Bima Arya, mengatakan, pengaturan ojek online tertuang dalam Peraturan Walikota (Perwali) dan telah siap diluncurkan. Namun pihaknya masih membutuhkan waktu untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, agar Perwali itu bisa berjalan efektif.
“Termasuk poin dalam Perwali, pemilik angkutan online wajib menempatkan perwakilannya di Bogor. Untuk mempermudah komunikasi dengan pemda,” ujarnya kepada Radar Bogor (Pojoksatu.id Group).
Poin-poin lainnya seperti ojek online dilarang mangkal sembarangan, hingga dibatasinya jumlah kuota mitra ojek online di Kota Bogor. Dalam hal ini, pemkot ikut menentukan kuota dan jumlah ojek online.
Selain itu, Perwali juga mewajibkan pemilik atau para driver ojek online memperhatikan kualitas pelayanan kepada pelanggannya. Angkutan online juga tidak diperkenankan mengambil penumpang di jalur atau wilayah dari angkutan kota (angkot).
Sementara Pemkab Bogor mengatur ojek online dalam Peraturan Bupati (Perbup) nomor 27 tahun 2017 tentang angkutan orang dengan sepeda motor. Aturan ini dibuat karena dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 32 tahun 2016 tidak mengatur angkutan umum yang beroda dua. “Perbup ini khusus mengatur transportasi umum roda dua baik online maupun konvensional,” ujar Bupati Bogor Nurhayanti, kemarin (4/4).
Perbup nomor 27 tahun 2017 ini juga mengatur kewajiban penyedia jasa ojek online. Serta wilayah operasional ojek online maupun konvensional, dan kewajiban pengendara ojek online maupun konvensional.
“Untuk penyedia ojek online, mereka diwajibkan membawa akte pendirian perusahaan beserta pengesahan dari Kementerian yang berwenang, fotocopy NPWP atas nama badan hukum, SKCK, foto copy SIM C, fotocopy KTP dan foto copy STNK. Sementara untuk pengemudi wajib memiliki SIM, dan aturan yang ada selama ini,” paparnya.
Para pengendara ojek online maupun konvensional juga dilarang mangkal di badan jalan, bahu jalan, halte dan trotoar. “Mereka juga kami larang menaikkan pengguna jasa di kawasan terminal, dan di pangkalan ojek konvensional, serta menunggu pengguna jasa bukan di tempat yang telah disediakan operator aplikasi,” terang Nurhayanti.
Perbup ini, lanjutnya, sebagai acuan pemberian sanksi kepada penyedia jasa jika para pengemudi ojek melanggar aturan.
Terpisah, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan kebutuhan angkutan roda dua tidak bisa dinafikan lantaran lekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya untuk pesan makanan dan panggil tukang pijat. ”Ini kita semua menggunakan. Jadi memang dibutuhkan,” ujarnya kemarin (4/4).
Namun, di sisi lain belum ada aturan yang menjadi payung hukumnya. Dalam undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ) pun masih belum mengakomodasi. Karena itu, pemerintah belum bisa mengatur. ”Melihat urgensi kebutuhan, mereka itu sudah menjadi penghidupan untuk masyarakat,” ungkapnya.
Pemerintah bekerja sama dengan DPR untuk menentukan seperti apa nanti bentuk payung hukum itu. Banyak opsi yang bisa masuk dalam list, seperti peraturan menteri perhubungan, peraturan pengganti undang-undang, atau lainnya. ”Permenhub bisa, tapi kalau sudah ada undang-undangnya,” jelasnya.
Budi pun membuka ruang untuk revisi UU LLAJ bersama Komisi V DPR demi mengakomodasi angkutan roda dua. ”Saya senang sekali. Kalau bisa dipayungi oleh undang-undang akan bagus,” ungkapnya
Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis mengungkapkan, anggota sudah sepakat merevisi UU No 2/2009 tentang LLAJ. Apakah nanti dilakukan revisi terbatas atau secara keseluruhan. ”Kita minta pemerintah lakukan itu. Apakah inisiatif pemerintah atau DPR, yang jelas harus lakukan kajian,” timpalnya.
Diakuinya, saat ini aturan angkutan roda dua diatur pemda melalui peraturan kepala daerah. Seperti pemerintah Bogor dan Depok. Namun, perlu aturan jangka panjang untuk mengatur roda dua itu. Dalam revisi ini nanti, kendaraan roda dua tetap dituntut mengedepankan prinsip keamanan dan keselamatan. Tentunya juga, harga yang terjangkau.
Di tempat terpisah, pengamat transportasi Darmaningtyas menuturkan, ada risiko cukup besar bila angkutan roda dua dilegalkan sebagai angkutan umum dalam UU LLAJ. Yakni keselamatan penumpang maupun sopir. ”Saya sih tidak setuju revisi ini. Dari jumlah kecelakaan di jalan, 80 persennya itu disumbang angkutan roda dua,” ujarnya.
Kata dia, banyak hal yang jadi pertanyaan bila revisi itu dilakukan. Pertama, terkait kontrol angkutan roda dua. Kedua, soal tanggung jawab keselamatan saat di jalan. ”Kalau angkutan umum jelas kontrolnya lewat perizinan. Nah, kalau yang ojek baik pangkalan maupun online itu ngontrolnya bagaimana?” tanyanya.
Fenomena angkutan roda dua itu sejatinya hanya sementara. Kemunculannya yang membeludak lantaran angkutan massal yang masih belum maksimal. Karena itu, akan lebih bijak bila pembangunan dan pembenahan angkutan umum yang dikebut ketimbang revisi aturan untuk mengakomodasi angkutan roda dua. ”Ini kan muncul setelah becak dilarang. Intinya, yang harus segera dibenahi itu angkutan umumnya,” jelasnya.
Sumber:(pojokjabar)
0 komentar:
Post a Comment