BOGOR – Penyiksaan hingga tewasnya bocah empat tahun, Kanja Isabel Putri alias Caca, kian menegaskan Bogor berada di zona merah kekerasan terhadap anak.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait, khawatir angka kejahatan pada anak di wilayah penyangga Ibu Kota ini akan terus meningkat.
“Tahun 2016 naik menjadi 20 persen dari tahun sebelumnya. 2017 ini diprediksi 30 sampai 32 persen. Sangat banyak kasusnya. Ada suami istri di Gunung Putri yang menghilangkan nyawa anak kandungnya sendiri, belum lagi yang di Citereup dan Sentul,” ujar Arist kepada Radar Bogor (Pojoksatu.id Group) Selasa (07/03/2017), usai menemui pelaku penyiksaan terhadap Caca, sekaligus orang tua bocah malang itu di tahanan Polres Bogor, Jalan Tegar Beriman, Kabupaten Bogor.
Arist mengaku miris, karena Bogor juga tengah menyandang status darurat kekerasan seksual pada anak.
Dia menjelaskan, pada 2016 lalu, terdapat 139 kasus, dan 58 persen di antaranya merupakan kejahatan terhadap anak serta kejahatan seksual.
Sedangkan secara nasional, di 2016 lalu terdapat 625 kasus kekerasan terhadap anak. Di antaranya, 273 kasus kekerasan fisik, 43 kekerasan psikis, dan 309 kasus kekerasan seksual.
“Dengan wilayah yang paling banyak dari 34 provinsi paling banyak terjadi di Jabodetabek. Bogor zona merah bersama Bekasi dan Jakarta,” tukasnya.
Demi meminimalisasi peristiwa serupa, Arist akan menyampaikan masukan-masukan kepada Bupati Bogor Nurhayanti. Salah satunya dengan membangun gerakan perlindungan anak hingga di tingkat kampung.
“Pemerintah daerah tidak boleh absen. Agar masing-masing kampung saling menjaga anak di kampungnya sendiri,” kata dia.
Di sisi lain, Arist menyayangkan sistem kekerabatan di perkampungan yang semakin memudar, seperti yang terjadi di Kecamatan Gunungputri.
Dimana tetangga korban enggan untuk peduli lebih jauh saat mengetahui ada dugaan penyiksaan terhadap anak.
“Sistem kekerabatan yang sudah hilang harus dihidupkan kembali agar memutus mata rantai kejahatan terhadap anak,” sebutnya.
Sementara itu, saat berada di tahanan Polres Bogor, Arist melakukan indpeth interview terhadap orang tua Caca, yakni Joshi Jonathan alias JJ (23) dan Dede Yanti alias DY (27).
Menurut Arist, JJ mengakui seluruh kejahatannya terhadap Caca, dan dilakukan secara berulang. Hingga menyebabkan kaki bocah periang itu melepuh, termasuk luka sundutan rokok.
Tak hanya itu, pelaku juga sempat membenturkan badan dan kepala bocah malang tersebut ketika marah sehingga mengakibatkan korban terluka.
“Yang mengejutkan, setiap istrinya bertanya kepada anak, dijawab terjatuh. Artinya anak ini sangat luar biasa masih membela orang tuanya, padahal sudah mengalami kejahatan secara fisik, baik memar atau berupa cubitan,” ujarnya.“Pemerintah daerah tidak boleh absen. Agar masing-masing kampung saling menjaga anak di kampungnya sendiri,” kata dia.
Di sisi lain, Arist menyayangkan sistem kekerabatan di perkampungan yang semakin memudar, seperti yang terjadi di Kecamatan Gunungputri.
Dimana tetangga korban enggan untuk peduli lebih jauh saat mengetahui ada dugaan penyiksaan terhadap anak.
“Sistem kekerabatan yang sudah hilang harus dihidupkan kembali agar memutus mata rantai kejahatan terhadap anak,” sebutnya.
Sementara itu, saat berada di tahanan Polres Bogor, Arist melakukan indpeth interview terhadap orang tua Caca, yakni Joshi Jonathan alias JJ (23) dan Dede Yanti alias DY (27).
Menurut Arist, JJ mengakui seluruh kejahatannya terhadap Caca, dan dilakukan secara berulang. Hingga menyebabkan kaki bocah periang itu melepuh, termasuk luka sundutan rokok.
Tak hanya itu, pelaku juga sempat membenturkan badan dan kepala bocah malang tersebut ketika marah sehingga mengakibatkan korban terluka.
“Yang mengejutkan, setiap istrinya bertanya kepada anak, dijawab terjatuh. Artinya anak ini sangat luar biasa masih membela orang tuanya, padahal sudah mengalami kejahatan secara fisik, baik memar atau berupa cubitan,” ujarnya.
Arist mengaku sempat emosi saat mendengarkan penuturan pelaku yang menyuruh korban push up, scot jump, dan pull up, dengan posisi kepala di bawah hingga terjatuh.
“Saya sempat jengkel, push up itu dianggap mainan bukan olah raga. Kekerasan itulah yang akhirnya menyebabkan anak meregang nyawa dengan penderitaan sangat luar biasa,” tuturnya.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait, khawatir angka kejahatan pada anak di wilayah penyangga Ibu Kota ini akan terus meningkat.
“Tahun 2016 naik menjadi 20 persen dari tahun sebelumnya. 2017 ini diprediksi 30 sampai 32 persen. Sangat banyak kasusnya. Ada suami istri di Gunung Putri yang menghilangkan nyawa anak kandungnya sendiri, belum lagi yang di Citereup dan Sentul,” ujar Arist kepada Radar Bogor (Pojoksatu.id Group) Selasa (07/03/2017), usai menemui pelaku penyiksaan terhadap Caca, sekaligus orang tua bocah malang itu di tahanan Polres Bogor, Jalan Tegar Beriman, Kabupaten Bogor.
Arist mengaku miris, karena Bogor juga tengah menyandang status darurat kekerasan seksual pada anak.
Dia menjelaskan, pada 2016 lalu, terdapat 139 kasus, dan 58 persen di antaranya merupakan kejahatan terhadap anak serta kejahatan seksual.
Sedangkan secara nasional, di 2016 lalu terdapat 625 kasus kekerasan terhadap anak. Di antaranya, 273 kasus kekerasan fisik, 43 kekerasan psikis, dan 309 kasus kekerasan seksual.
“Dengan wilayah yang paling banyak dari 34 provinsi paling banyak terjadi di Jabodetabek. Bogor zona merah bersama Bekasi dan Jakarta,” tukasnya.
Demi meminimalisasi peristiwa serupa, Arist akan menyampaikan masukan-masukan kepada Bupati Bogor Nurhayanti. Salah satunya dengan membangun gerakan perlindungan anak hingga di tingkat kampung.
“Pemerintah daerah tidak boleh absen. Agar masing-masing kampung saling menjaga anak di kampungnya sendiri,” kata dia.
Di sisi lain, Arist menyayangkan sistem kekerabatan di perkampungan yang semakin memudar, seperti yang terjadi di Kecamatan Gunungputri.
Dimana tetangga korban enggan untuk peduli lebih jauh saat mengetahui ada dugaan penyiksaan terhadap anak.
“Sistem kekerabatan yang sudah hilang harus dihidupkan kembali agar memutus mata rantai kejahatan terhadap anak,” sebutnya.
Sementara itu, saat berada di tahanan Polres Bogor, Arist melakukan indpeth interview terhadap orang tua Caca, yakni Joshi Jonathan alias JJ (23) dan Dede Yanti alias DY (27).
Menurut Arist, JJ mengakui seluruh kejahatannya terhadap Caca, dan dilakukan secara berulang. Hingga menyebabkan kaki bocah periang itu melepuh, termasuk luka sundutan rokok.
Tak hanya itu, pelaku juga sempat membenturkan badan dan kepala bocah malang tersebut ketika marah sehingga mengakibatkan korban terluka.
“Yang mengejutkan, setiap istrinya bertanya kepada anak, dijawab terjatuh. Artinya anak ini sangat luar biasa masih membela orang tuanya, padahal sudah mengalami kejahatan secara fisik, baik memar atau berupa cubitan,” ujarnya.“Pemerintah daerah tidak boleh absen. Agar masing-masing kampung saling menjaga anak di kampungnya sendiri,” kata dia.
Di sisi lain, Arist menyayangkan sistem kekerabatan di perkampungan yang semakin memudar, seperti yang terjadi di Kecamatan Gunungputri.
Dimana tetangga korban enggan untuk peduli lebih jauh saat mengetahui ada dugaan penyiksaan terhadap anak.
“Sistem kekerabatan yang sudah hilang harus dihidupkan kembali agar memutus mata rantai kejahatan terhadap anak,” sebutnya.
Sementara itu, saat berada di tahanan Polres Bogor, Arist melakukan indpeth interview terhadap orang tua Caca, yakni Joshi Jonathan alias JJ (23) dan Dede Yanti alias DY (27).
Menurut Arist, JJ mengakui seluruh kejahatannya terhadap Caca, dan dilakukan secara berulang. Hingga menyebabkan kaki bocah periang itu melepuh, termasuk luka sundutan rokok.
Tak hanya itu, pelaku juga sempat membenturkan badan dan kepala bocah malang tersebut ketika marah sehingga mengakibatkan korban terluka.
“Yang mengejutkan, setiap istrinya bertanya kepada anak, dijawab terjatuh. Artinya anak ini sangat luar biasa masih membela orang tuanya, padahal sudah mengalami kejahatan secara fisik, baik memar atau berupa cubitan,” ujarnya.
Arist mengaku sempat emosi saat mendengarkan penuturan pelaku yang menyuruh korban push up, scot jump, dan pull up, dengan posisi kepala di bawah hingga terjatuh.
“Saya sempat jengkel, push up itu dianggap mainan bukan olah raga. Kekerasan itulah yang akhirnya menyebabkan anak meregang nyawa dengan penderitaan sangat luar biasa,” tuturnya.
(ant) sumber:pojok jabar
0 komentar:
Post a Comment