BOGOR – Rawannya aparatur desa menyalahgunakan anggaran negara atau korupsi demi kepentingan pribadi, membuat para kepala desa berhati-hati.
Hal itu disadari Kades Sukagalih Alamsyah Sudarman. Mau tak mau ia harus lebih teliti menggunakan dana APBD maupun APBN untuk pembangunan di wilayahnya. Seperti renovasi rumah tidak layak huni (rutilahu).
Ia mengaku belum pernah melakukan pemotongan dana bantuan rutilahu. Pihaknya bahkan selalu membantu kekurangan anggaran agar masyarakat memiliki rumah layak tinggal.
“Harus lebih teliti dan tak boleh dipotong, sekalipun untuk pajak. Jangan ngambil dari penerima manfaat,”katanya kepada Radar Bogor Selasa (28/03/2017).
Sementara itu, Camat Megamendung Hadijana mengatakan, program rutilahu bak buah simalakama. Pasalnya, terjadi pemahaman yang berbeda antara penerima dan pemberi manfaat.
Dana renovasi dikucurkan Rp10 juta per unit. Dengan uang tersebut, kata dia, mestinya digunakan untuk rumah sederhana.
a“Namun banyak penerima yang membangun ulang dari awal. Dan banyak ditemukan pengerjaan setengah jadi, karena biayanya lebih dari angka yang ditetapkan. Banyak kasus terjadi di Kecamatan Megamendung,” terangnya.
“Banyak ditemukan pula kendala teknis dalam program rutilahu. Seperti salah dalam pengerjaan di lapangan, meski perencanaan renovasi dibuat dengan teliti,” tutupnya.
Sebelumnya, renovasi rutilahu membuat banyak kepala desa mudah terjerat hukum. Mereka tergiur untuk menyunat sejumlah uang negara demi kepentingan pribadi.
Modusnya pun beragam. Mulai dari pemotongan dengan alasan pajak, serta menyalurkan bantuan dalam bentuk barang dengan melakukan mark up harga.
Hasilnya, banyak kades mendekam di balik jeruji besi karena tak kuat menahan godaan.
Hal itu disadari Kades Sukagalih Alamsyah Sudarman. Mau tak mau ia harus lebih teliti menggunakan dana APBD maupun APBN untuk pembangunan di wilayahnya. Seperti renovasi rumah tidak layak huni (rutilahu).
Ia mengaku belum pernah melakukan pemotongan dana bantuan rutilahu. Pihaknya bahkan selalu membantu kekurangan anggaran agar masyarakat memiliki rumah layak tinggal.
“Harus lebih teliti dan tak boleh dipotong, sekalipun untuk pajak. Jangan ngambil dari penerima manfaat,”katanya kepada Radar Bogor Selasa (28/03/2017).
Sementara itu, Camat Megamendung Hadijana mengatakan, program rutilahu bak buah simalakama. Pasalnya, terjadi pemahaman yang berbeda antara penerima dan pemberi manfaat.
Dana renovasi dikucurkan Rp10 juta per unit. Dengan uang tersebut, kata dia, mestinya digunakan untuk rumah sederhana.
a“Namun banyak penerima yang membangun ulang dari awal. Dan banyak ditemukan pengerjaan setengah jadi, karena biayanya lebih dari angka yang ditetapkan. Banyak kasus terjadi di Kecamatan Megamendung,” terangnya.
“Banyak ditemukan pula kendala teknis dalam program rutilahu. Seperti salah dalam pengerjaan di lapangan, meski perencanaan renovasi dibuat dengan teliti,” tutupnya.
Sebelumnya, renovasi rutilahu membuat banyak kepala desa mudah terjerat hukum. Mereka tergiur untuk menyunat sejumlah uang negara demi kepentingan pribadi.
Modusnya pun beragam. Mulai dari pemotongan dengan alasan pajak, serta menyalurkan bantuan dalam bentuk barang dengan melakukan mark up harga.
Hasilnya, banyak kades mendekam di balik jeruji besi karena tak kuat menahan godaan.
(sumber:pojok jabar)
0 komentar:
Post a Comment