POJOKJABAR.com, BEKASI – Kota Bekasi dinilai belum aman terhadap anak dan perempuan. Buktinya, kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan masih tinggi. Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Kota Bekasi.
Kepala Seksi Perlindungan Khusus Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Bekasi, Mini Aminah mengaku, kasus kekerasan anak dan pelecehan seksual masih tinggi. Tercatat ada sekitar 127 kasus sepanjang tahun 2016 lalu. Sementara di tahun 2017 hingga Maret tercatat 20 kasus.
“Paling banyak kasus kekerasan pada anak adalah pelecehan seksual,” katanya kepada Radar Bekasi.
Dia menambahkan, kasus terbaru yakni yang dialami IDF (16). Dia mengaku, pihaknya sudah memberikan pendampingan bagi korban pelecehan seksual IDF. Bahkan, sejak kasus tersebut dilaporkan oleh wali kelas korban pihaknya pun turut melakukan koordinasi hukum hingga pelaku tertangkap.
“Kami pun sudah mendesak agar pihak kepolisian menngusut kasus tersebut secepatnya, hasil visum pun kami dorong agar segera keluar,” terangnya.
Menurutnya, kondisinya saat ini sudah membaik setelah mendapat konseling dari psikolog. Korban yang pertama kali menceritakan penderitaan pada gurunya tersebut kini diasuh di tempat yang aman. Faktor ekonomi, kata Mini, membuat Korban akhirnya dititipkan pada pamannya sendiri.
Orang tua korban yang tinggal di Desa Sukamantri, Kabupaten Bogor, hanya bekerja sebagai pekerja serabutan. Bude korban yang bekerja di Jakarta, pun nyatanya jarang pulan ke rumahnya di Bekasi.
“Korban sudah ada di rumah kakanya. Budenya pun saat disambangi biasa aja, seperti tidak terjadi apapun, dia hanya pulang satu bulan sekali ke rumah,” imbuh Mini yang enggan mengungkapkan secara detil lokasi rumah kerabat korban.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Bekasi mencatat dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan di Tahun 2017, terdapat 18 kasus eksploitasi terhadap anak di Kota Bekasi.
”Bermacam item kasusnya. Ada penelantaran anak, pelecehan seksual, pencurian anak dan lain – lain,” kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Bekasi, Sopar Napitupulu saat dihubungi Radar Bekasi, Kamis (23/3/2017).
Pada tahun 2017, KPAI Kota Bekasi mencatat ada 5 kasus pelantaran terhadap anak, dua kasus pelecehan seksual, sisanya kekerasan terhadap anak dan eksploitasi anak dengan memperdagangkan anak dijalan.
“Jumlah per itemnya saya lupa. Yang jelas total dari awal januari hingga maret 2017, sudah 18 kasus soal eksploitasi anak yang kami kawal,” ungkapnya.
Menurutnya, Kota Bekasi salah satu daerah yang rawan terhadap permasalahan eksploitasi terhadap anak. Jika melihat setiap tahunnya, permasalahan yang sama terus terjadi. Meskipun harus diakui, ada penurunan jumlah kasus persoalan terhadap anak.
Dijabarkannya, pada tahun 2015, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap anak di wilayah tersebut mencapai 146 kasus. Pada tahun 2016 turun 127 kasus.
” Tandanya ada penurunan tiap tahun. Tapi harus diwaspadai, belum genap tiga bulan ditahun 2017 ini saja sudah 18 kasus. Pemkot Bekasi harus memperhatikan ini,” ulasnya.
Karena itu, tutur dia, lembaganya meminta pemerintah melahirkan aturan jelas terkait dengan anak di tempat membahayakan seperti jalan raya.
“Pemerintah bisa menerbitkan peraturan wali kota,” katanya.
Selain itu, ucap dia, pihaknya meminta Dinas Sosial intensif melakukan razia, tentunya melibatkan unsur kepolisian, agar dapat diusut pidana eksploitasi anak. “Penertiban secara rutin akan tampak yang dieksploitasi dan tidak,” tuturnya.
Berdasarkan pengamatan lembaganya, masih banyak di lapangan ditemukan anak-anak bebas berkeliaran hingga tengah malam.
“Ini harus diwaspadai, apalagi media sosial saat ini dapat mempengaruhi,” tandasnya.
Sementara, Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Syaherallayali mengatakan peran pemerintah sangat dibutuhkan, terutama bagi dinas terkait, yakni Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bekasi.
“Dinsos harus dapat mendata anak-anak korban eksploitasi, apakah masih mempunyai orangtua atau tidak. Bagi yang mempunyai orangtua tapi perekonomiannya kurang mampu, berikanlah pengarahan ataupun solusi terhadap orangtuanya, agar tidak melakukan eksploitasi, seperti diberikan pekerjaannya orangtua sang anak, ataupun anaknya berikan sekolah secara gratis yang di tanggung oleh pemerintah Kota Bekasi. Begitu juga bagi anak yang tidak memiliki orangtua, harus diberikan arahan agar tidak hidup dijalanan,” ujarnya.
Diakui pria yang akrab disapa Bang Ral ini, dengan eksploitasi anak, akan banyak bermunculan persoalan di masa mendatang terhadap psikologi anak itu sendiri. Sehingga, itu harus dihindari demi masa depan generasi penerus bangsa.
“Mereka (korban eksploitasi) yang seharusnya mendapatkan perlindungan penuh, berkembang dengan baik selayaknya anak-anak seusianya, dan memperoleh pendidikan yang baik.” bebernya.
(dat/sar)
sumber:POJOKJABAR.com,
Kepala Seksi Perlindungan Khusus Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Bekasi, Mini Aminah mengaku, kasus kekerasan anak dan pelecehan seksual masih tinggi. Tercatat ada sekitar 127 kasus sepanjang tahun 2016 lalu. Sementara di tahun 2017 hingga Maret tercatat 20 kasus.
“Paling banyak kasus kekerasan pada anak adalah pelecehan seksual,” katanya kepada Radar Bekasi.
Dia menambahkan, kasus terbaru yakni yang dialami IDF (16). Dia mengaku, pihaknya sudah memberikan pendampingan bagi korban pelecehan seksual IDF. Bahkan, sejak kasus tersebut dilaporkan oleh wali kelas korban pihaknya pun turut melakukan koordinasi hukum hingga pelaku tertangkap.
“Kami pun sudah mendesak agar pihak kepolisian menngusut kasus tersebut secepatnya, hasil visum pun kami dorong agar segera keluar,” terangnya.
Menurutnya, kondisinya saat ini sudah membaik setelah mendapat konseling dari psikolog. Korban yang pertama kali menceritakan penderitaan pada gurunya tersebut kini diasuh di tempat yang aman. Faktor ekonomi, kata Mini, membuat Korban akhirnya dititipkan pada pamannya sendiri.
Orang tua korban yang tinggal di Desa Sukamantri, Kabupaten Bogor, hanya bekerja sebagai pekerja serabutan. Bude korban yang bekerja di Jakarta, pun nyatanya jarang pulan ke rumahnya di Bekasi.
“Korban sudah ada di rumah kakanya. Budenya pun saat disambangi biasa aja, seperti tidak terjadi apapun, dia hanya pulang satu bulan sekali ke rumah,” imbuh Mini yang enggan mengungkapkan secara detil lokasi rumah kerabat korban.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Bekasi mencatat dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan di Tahun 2017, terdapat 18 kasus eksploitasi terhadap anak di Kota Bekasi.
”Bermacam item kasusnya. Ada penelantaran anak, pelecehan seksual, pencurian anak dan lain – lain,” kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Bekasi, Sopar Napitupulu saat dihubungi Radar Bekasi, Kamis (23/3/2017).
Pada tahun 2017, KPAI Kota Bekasi mencatat ada 5 kasus pelantaran terhadap anak, dua kasus pelecehan seksual, sisanya kekerasan terhadap anak dan eksploitasi anak dengan memperdagangkan anak dijalan.
“Jumlah per itemnya saya lupa. Yang jelas total dari awal januari hingga maret 2017, sudah 18 kasus soal eksploitasi anak yang kami kawal,” ungkapnya.
Menurutnya, Kota Bekasi salah satu daerah yang rawan terhadap permasalahan eksploitasi terhadap anak. Jika melihat setiap tahunnya, permasalahan yang sama terus terjadi. Meskipun harus diakui, ada penurunan jumlah kasus persoalan terhadap anak.
Dijabarkannya, pada tahun 2015, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap anak di wilayah tersebut mencapai 146 kasus. Pada tahun 2016 turun 127 kasus.
” Tandanya ada penurunan tiap tahun. Tapi harus diwaspadai, belum genap tiga bulan ditahun 2017 ini saja sudah 18 kasus. Pemkot Bekasi harus memperhatikan ini,” ulasnya.
Karena itu, tutur dia, lembaganya meminta pemerintah melahirkan aturan jelas terkait dengan anak di tempat membahayakan seperti jalan raya.
“Pemerintah bisa menerbitkan peraturan wali kota,” katanya.
Selain itu, ucap dia, pihaknya meminta Dinas Sosial intensif melakukan razia, tentunya melibatkan unsur kepolisian, agar dapat diusut pidana eksploitasi anak. “Penertiban secara rutin akan tampak yang dieksploitasi dan tidak,” tuturnya.
Berdasarkan pengamatan lembaganya, masih banyak di lapangan ditemukan anak-anak bebas berkeliaran hingga tengah malam.
“Ini harus diwaspadai, apalagi media sosial saat ini dapat mempengaruhi,” tandasnya.
Sementara, Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Syaherallayali mengatakan peran pemerintah sangat dibutuhkan, terutama bagi dinas terkait, yakni Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bekasi.
“Dinsos harus dapat mendata anak-anak korban eksploitasi, apakah masih mempunyai orangtua atau tidak. Bagi yang mempunyai orangtua tapi perekonomiannya kurang mampu, berikanlah pengarahan ataupun solusi terhadap orangtuanya, agar tidak melakukan eksploitasi, seperti diberikan pekerjaannya orangtua sang anak, ataupun anaknya berikan sekolah secara gratis yang di tanggung oleh pemerintah Kota Bekasi. Begitu juga bagi anak yang tidak memiliki orangtua, harus diberikan arahan agar tidak hidup dijalanan,” ujarnya.
Diakui pria yang akrab disapa Bang Ral ini, dengan eksploitasi anak, akan banyak bermunculan persoalan di masa mendatang terhadap psikologi anak itu sendiri. Sehingga, itu harus dihindari demi masa depan generasi penerus bangsa.
“Mereka (korban eksploitasi) yang seharusnya mendapatkan perlindungan penuh, berkembang dengan baik selayaknya anak-anak seusianya, dan memperoleh pendidikan yang baik.” bebernya.
(dat/sar)
sumber:POJOKJABAR.com,
0 komentar:
Post a Comment