POJOKJABAR.com, SUKABUMI – Malang betul nasib bayi pasangan Yenis (24) dan Herman (42). Anak ketiga yang diberi nama Nuraeni itu, lahir tanpa tempurung kepala (anencephaly).
17 hari pasca kelahiran, bayi itu kini dalam perawatan intensif di ruangan khusus Ponek BLUD RSU Sekarwangi.
Pantauan Radar Sukabumi, bayi perempuan itu kini tengah berada dalam inkubator Ponek BLUD RSU Sekarwangi.
Kondisinya masih terpantau sehat dengan bobot badan seberat 1,3 kilogram.
Humas BLUD RSU Sekarwangi, Ramdansyah mengatakan, bayi pasangan warga Kampung Pajagan RT 06/03 Desa/Kecamatan Parakansalak itu lahir pada usia kandungan delapan bulan tepatnya pada 11 Maret lalu.
Berdasarkan catatan dokter, kelahiran itu masuk dalam kategori prematur.
“Proses kelahirannya secara prematur, usia delapan bulan. Lahir tanpa tempurung kepala. Kini dalam penanganan khusus pihak rumah sakit,” ujar Ramdansyah kepada Radar Sukabumi.
Saat ini, lanjut Ramdansyah, pihak rumah sakit telah memberikan pelayanan dan penanganan sesuai dengan prosedur.
Namun untuk bayi ini, pengawasan dan pemantauan dilakukan lebih ketat.
“Pengawasan dan pelayanan sesuai dengan prosedur saja. Namun untuk bayi ini, lebih diintensifkan lagi,” imbuhnya.
Dilihat dari kondisinya, Ramdansyah mengaku salut dengan kondisi sang bayi. Pasalnya, kendati kondisinya sangat memprihatinkan, sang bayi sampai saat ini terbilang baik dan sehat.
“Kalau dilihat dari kondisinya, sangat memprihatinkan. Tapi inilah kekuasaan Allah. Meskipun bayi itu memprihatinkan, sampai detik ini kondisinya baik dan sehat,” singkatnya.
Sementara itu, kepada Radar Sukabumi, Yenis mengaku tidak mengalami pertanda aneh selama mengandung sang bayi.
Ia pun tak menyangka, jika kondisi anak ketiganya itu lahir tanpa tempurung kepala dan sangat memprihatinkan.
“Biasa saja pak, gak ada yang aneh (selama mengandung, red). Tapi apa pun kondisi anak saya, saya terima. Semoga saja, dede Nuraeni bisa tumbuh sehat,” harapnya.
Meskipun tidak ada hal yang aneh, selama proses kandungan Yenis mengaku jarang mengontrol kandungnya ke tenaga medis.
Baik itu bidan, puskesmas maupun rumah sakit. Hal itu lantaran terbatasnya kemampuan ekonomi keluarga Yenis.
“Kalau di kampung kan jarang, bisa dihitung jari lah kalau kontrol. Ya saya berharap, Anak saya bisa hidup sehat dan normal,” singkatnya.
(ren/rdrsmi)
sumber:POJOKJABAR.com,
17 hari pasca kelahiran, bayi itu kini dalam perawatan intensif di ruangan khusus Ponek BLUD RSU Sekarwangi.
Pantauan Radar Sukabumi, bayi perempuan itu kini tengah berada dalam inkubator Ponek BLUD RSU Sekarwangi.
Kondisinya masih terpantau sehat dengan bobot badan seberat 1,3 kilogram.
Humas BLUD RSU Sekarwangi, Ramdansyah mengatakan, bayi pasangan warga Kampung Pajagan RT 06/03 Desa/Kecamatan Parakansalak itu lahir pada usia kandungan delapan bulan tepatnya pada 11 Maret lalu.
Berdasarkan catatan dokter, kelahiran itu masuk dalam kategori prematur.
“Proses kelahirannya secara prematur, usia delapan bulan. Lahir tanpa tempurung kepala. Kini dalam penanganan khusus pihak rumah sakit,” ujar Ramdansyah kepada Radar Sukabumi.
Saat ini, lanjut Ramdansyah, pihak rumah sakit telah memberikan pelayanan dan penanganan sesuai dengan prosedur.
Namun untuk bayi ini, pengawasan dan pemantauan dilakukan lebih ketat.
“Pengawasan dan pelayanan sesuai dengan prosedur saja. Namun untuk bayi ini, lebih diintensifkan lagi,” imbuhnya.
Dilihat dari kondisinya, Ramdansyah mengaku salut dengan kondisi sang bayi. Pasalnya, kendati kondisinya sangat memprihatinkan, sang bayi sampai saat ini terbilang baik dan sehat.
“Kalau dilihat dari kondisinya, sangat memprihatinkan. Tapi inilah kekuasaan Allah. Meskipun bayi itu memprihatinkan, sampai detik ini kondisinya baik dan sehat,” singkatnya.
Sementara itu, kepada Radar Sukabumi, Yenis mengaku tidak mengalami pertanda aneh selama mengandung sang bayi.
Ia pun tak menyangka, jika kondisi anak ketiganya itu lahir tanpa tempurung kepala dan sangat memprihatinkan.
“Biasa saja pak, gak ada yang aneh (selama mengandung, red). Tapi apa pun kondisi anak saya, saya terima. Semoga saja, dede Nuraeni bisa tumbuh sehat,” harapnya.
Meskipun tidak ada hal yang aneh, selama proses kandungan Yenis mengaku jarang mengontrol kandungnya ke tenaga medis.
Baik itu bidan, puskesmas maupun rumah sakit. Hal itu lantaran terbatasnya kemampuan ekonomi keluarga Yenis.
“Kalau di kampung kan jarang, bisa dihitung jari lah kalau kontrol. Ya saya berharap, Anak saya bisa hidup sehat dan normal,” singkatnya.
(ren/rdrsmi)
sumber:POJOKJABAR.com,
0 komentar:
Post a Comment