Jakarta - Bekerja di negara asing, apalagi secara kultur berbeda
jauh dengan negara Indonesia memerlukan keterampilan khusus. Korea
Selatan merupakan negara yang secara kultur hampir bertolak belakang
dengan Indonesia, khususnya mengenai bahasa yang digunakan sehari-hari.
Detikcom berkesempatan bertemu tripartit M Aji Surya (Kepala Konsuler KBRI Seoul), Suray Agung Nugroho (pengajar Universitas Terbuka Indonesia cabang Korea Selatan), dan Wawan Budiarto (TKI Korea Selatan asal Wonosobo). Mereka berbagi kiat sukses bekerja di negeri gingseng ini dalam buku '99 Kiat Sukses Bekerja di Korea'. Bagaimana kiatnya?
"Walaupun sekedar bahasa, tetapi kalau kita menguasai, pekerja akan lebih terhormat. Calon TKI harus belajar lagi conversation. Sejak April 2012 sampai Juni 2012 saya belajar bahasa Korea. Dalam 2 minggu saya bisa baca dan tulis, saya menghafal lebih dari 5.000 kosakata," ujar Wawan saat bertandang di redaksi detikcom, Jalan Warung Jati Barat Raya, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2017).
Detikcom berkesempatan bertemu tripartit M Aji Surya (Kepala Konsuler KBRI Seoul), Suray Agung Nugroho (pengajar Universitas Terbuka Indonesia cabang Korea Selatan), dan Wawan Budiarto (TKI Korea Selatan asal Wonosobo). Mereka berbagi kiat sukses bekerja di negeri gingseng ini dalam buku '99 Kiat Sukses Bekerja di Korea'. Bagaimana kiatnya?
"Walaupun sekedar bahasa, tetapi kalau kita menguasai, pekerja akan lebih terhormat. Calon TKI harus belajar lagi conversation. Sejak April 2012 sampai Juni 2012 saya belajar bahasa Korea. Dalam 2 minggu saya bisa baca dan tulis, saya menghafal lebih dari 5.000 kosakata," ujar Wawan saat bertandang di redaksi detikcom, Jalan Warung Jati Barat Raya, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2017).
Wawan merupakan salah satu pendiri Komawo (Komunitas Anak Wonosobo di Korea Selatan) juga mengisahkan tingginya rutinitas kerja di Korea Selatan. Terkadang, seminggu sekali, Wawan berbagi waktu untuk bersosialisasi dengan teman-teman sesama TKI.
"Di sana ketika saya bangun, rata-rata jam kerja siang, otomatis 8 jam kerjanya lebih molor lagi, nggak mungkin bersosialisasi dengan teman-teman. Ketika ada kesempatan, ada peluang melepas kepenatan. Setiap minggu karaoke, tetapi tidak kontinyu," ujar Wawan.
: Suray, Aji Surya, dan Wawan (Foto: Istimewa)
|
Sementara itu, Suray mengatakan betapa pentingnya pendidikan untuk migran Indonesia di Korea Selatan. Namun, ia mengungkapkan sulitnya para migran meluangkan waktu berkuliah di akhir pekan karena susahnya mendapat izin dengan atasannya.
"Harapan saya, mereka pulang itu sadar, bukan uang yang penting, tetapi bisa berpikir lebih dari itu. Saya mengajar, ada sekitar 400-an mahasiswa, mereka kadang tidak dibolehkan oleh bosnya padahal mereka punya hak hari Minggu tidak boleh bekerja," jelas Suray.
Soal kehidupan beragama, Korea Selatan merupakan negara yang dapat menerima toleransi antaragama. Namun, otoritas Korea Selatan akan menindak tegas bagi siapa pun yang berhubungan dengan hal berbau radikalisme.
"Gerakan sekecil apa pun yang berkaitan dengan terorisme akan terdeteksi dan langsung diambil dengan penyelidikan. Hindari hal-hal yang menyangkut radikalisme sekecil apa pun seperti mengakses, mengundih foto apalagi meng-uploadnya. Pelakunya akan ditindak tegas dan dideportasi," jelas Surya.
Dalam buku setebal 226 halaman ini terdapat 99 tips bekerja di Korea Selatan. Tampilan buku yang dilengkapi ilustrasi membuat pembaca akan mudah mencerna isi tulisan.
Untuk para pekerja asal Indonesia yang akan berkarier di Korea Selatan, diimbau selalu mematuhi lima hal yang wajib yaitu gunakan dokumen asli dan lengkap, persiapan yang matang, taat peraturan, kerja dengan giat, dan siap berwiraswasta usai pulang bekerja dari Korea Selatan. Sementara lima hal yang dilarang adalah menggunakan calo, berfoya-foya, lupa akan istirahat, merusak citra Indonesia, dan menjadi TKI ilegal.
(sumber:detik.com)
0 komentar:
Post a Comment