Banner 1

Tuesday, 14 November 2017

Benahi Transportasi Online di Depok, Pengamat: Buka karena Investasi Swasta


DEPOK – Antusias Generasi Penerus (Generus)  penghafal Al Qur’an Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kota Depok, minggu (12/11/17), memutihkan masjid BaitulFakqih di Jalan Raya Kalimulya, KelurahanKalimulya, Cilodong.DEPOK – Pemerintah telah merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26/2017 tentang, penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek atau transportasi online.

Dengan begitu tranportasi konvensional dan online bersaing ketat. Nah, Seperti apa transportasi yang pantas di Kota Depok, berikut penjabaran jurnalis Radar Depok (Pojoksatu.id Group), Ade Ridwan Yandwiputra dan Irwan Supriyadi.

Sangat jelas dalam beleid (aturan Permenhub) tersebut, pemerintah menetapkan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menjadi perencana kebutuhan transportasi online yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Dalam hitungan BPTJ, jumlah transportasi online jenis taksi yang dibutuhkan masyarakat Jabodetabek hanya sekitar 90 ribuan armada. Di Depok hingga kini masih mengkaji berapa yang pantas kuota untuk transportasi online.

Pengamat Kebijakan Transportasi Publik Universitas Indonesia, Lisman Manurung mengatakan, layanan online itu sudah merupakan keniscayaan. Dengan adanya teknologi yang menyatukan komunikasi dan informasi, maka seluruh proses komunikasi serasa cuma berjarak 1/2 meter padahal terpisah oleh macam-macam pemisah. “Dan sekarang masuknya ke ranah bisnis salah satunya ojek online, ini merupakan kemajuan zaman,” kata Lisman.

Lisman menilai, dengan kemajuan zaman tersebut, secara tidak langsung berdampak pada pola pikir masyarakat yang lebih cerdas. Mereka menggunakan ojek online karena bisa pastikan waktu ketibaan di tujuan, dapat lebih leluasa dibanding transportasi lain, dapat dipanggil dari mana saja, dan ada garansi tentang pengemudinya.

“Jadi pemerintah harus melihat manfaatnya baik pada pengguna maupun ke pihak pengojek. Karena sejatinya ojek ini jadi pilihan karena angkutan umum belum eksis. Apalagi di Depok transportasinya belum terjamin (kemananannya, Red). Masih ada sopir yang berusia muda, dan angkutan tak layak,” lanjutnya.

Apabila pemerintah hendak mengeluarkan kebijakan terkait transportasi publik terbarukan ini, Lisman mengatakan, pemerintah perlu menata dahulu sistem angkutan publik yang lebih dahulu. Namun terbatas terhadap pengguna transportasi publik yang mencapai 28 juta perjalanan manusia di Jabodetabek.

“Transportasi yang ada sekarang dapat memenuhi sebagian dari perjalanan manusia di Jabodetabedek. KRL hanya dapat memenuhi enam persen, Trans Jakarta dua persen, sehingga masyarakat lebih memilih angkutan pribadi baik mobil maupun motor plus sepeda dan jalan kaki,” beber Lisman.

Lebih jauh Lisman mengatakan, salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk memperbaiki sektor transportasi publik, guna menutupi kekurangan perjalanan manusia dengan transportasi adalah dengan membuka kran investasi swasta. Dengan begitu, menurutnya, dapat meningkatkan kualitas dari transportasi publik konvensional.

Sedangkan untuk transportasi online, ini dapat menambah armada transportasi publik guna menambahkan kekurangan perjalanan manusia dengan menggunakan transportasi.

“Coba lihat trasportasi sekarang yang hadir dijalan, bisa tidak menjamin keselamatan penumpang, harusnya pemerintah juga dapat berbenah untuk menata transportasi konvensional baru kemudian sinkronkan dengan transportasi online yang hadir saat ini,” tandas Lisman.

Sedangkan, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok saat ini masih menunggu keputusan dari BPTJ terkait penempatan kuota dan tarif transportasi online khusus roda empat. Kalau konvensional sudah tertata, hanya saja ada beberapa angkutan yang memang sudah tidak layak jalan.

“Kami masih menunggu keputusan resmi soal tarif dan jumlah kuota transportasi online roda empat,” kata Kepala Bidang Angkutan Umum Dishub Depok, Anton TM.

Aturan kebijakan transportasi online ini tentunya Dishub Depok tidak bisa memberikan keputusan jumlah dan tarif biaya. Penentuan tarif kebijakan dari pihak BPTJ. “Kita juga tidak tinggal diam, Dishub masih kaji dengan menghitung jumlah kouta yang cocok untuk di Depok,” katanya.

Lebih lanjut ia pun enggan menjelaskan lebih lanjut berapa jumlah yang pantas transportasi online di Depok. “Sabar ya kita masih kaji, kalau sudah ada nanti diinfokan lagi,” tegasnya.

Terpisah, anggota Komisi C DPRD Kota Depok Sri Utami, adanya pembatasan kuota bagi transportasi online khusus roda empat cukup baik untuk kepadatan lalu lintas setiap hari di Kota Depok.

Sebab, kondisi jalan di kota ini terhubung antara Depok bagian Barat dan Timur. Jadi, kata dia, kendaraan dari dua arah itu terpusat Depok bagian tengah, yakni Jalan Margonda. “Kami berharap Dishub bisa memberikan kajian yang konfrehensif adanya kebijakan tersebut, meski kebijakan itu dari pusat,” kata Sri kepada Radar Depok (Pojoksatu.id Group).

Dengan kondisi Depok sekarang ini, kata dia memang perlu ada kajian tentang transportasi online. Sebab, masyarakat sudah mulai nyaman dan dinilai efesin soal waktu dan kelancaran. “Dari segi harga pula lebih murah dibandigkan dengan transportasi konvesional,” tuturnya.

Untuk itu, ia menyarankan agar Pemkot Depok dalam hal ini Dishub bisa memberikan kenyamanan bagi masyarakat dalam penguna transportasi di kota ini.

“Harus ada kontrol. Sehingga tidak ada yang dirugikan baik dari online mau pun konvesional,” katanya.
(RD/irw/ade/pojokjabar)


Sumber:pojoksatu.id

0 komentar:

Post a Comment