Tuesday, 14 November 2017
Home »
metropolitan
» Sebanyak 1.021 Warga Kota Bogor Sakit Jiwa, Ini Datanya…
Sebanyak 1.021 Warga Kota Bogor Sakit Jiwa, Ini Datanya…
Masalah gangguan jiwa kini semakin mudah ditemui di Kota Bogor. Hingga bulan ini saja, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor mencatat ada 1.021 warga Kota Hujan yang mengalami gangguan kejiwaan berat.
Penyebabnya pun tak hanya karena depresi, putus cinta atau masalah ekonomi. Dinkes menemukan beberapa pasien gangguang jiwa karena faktor genetik.
Kepala Seksi P2PTM, Kesjiwa dan Kes-Olahraga pada Dinkes Kota Bogor, Drg Firy Triyanti menuturkan, 1.021 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) tersebut merupakan hasil laporan di setiap wilayah kerja Puskesmas Kota Bogor tahun ini.
“Prediksi memang bakalan meningkat tiap tahun, apalagi di tahun 2020,” jelasnya kepada Radar Bogor (Pojoksatu.id Group).
Berbicara penyebab gangguan jiwa menurut dia sangat kompleks. Namun faktor genetik cukup berperan. Disamping adanya pencetus berupa gangguan kejiwaan, seperti depresi, kecemasan yang berlebihan, halusinasi dan lainnya.
Dari data yang dia miliki, penyakit gila paling banyak ditemukan di daerah Sindangbarang dengan jumlah temuan sebanyak 184 orang. Selanjutnya di Bondongan sebanyak 54 orang, dan Merdeka sebanyak 50 orang.
Sayangnya, dari data yang terkumpul, tidak ada klasifikasi umur. “Yang pasti itu, umur 15 tahun keatas rata-rata,” tambah Firy.
Dari jumlah tersebut, Firy mengatakan semua pasien sudah dirujuk ke Rumah Sakit Marzuki Mahdi dengan status rawat jalan atau rawat inap selama paling lama 40 hari.
Setelah itu pengobatan bisa dilakukan di puskesmas. “Kebanyakan, biasanya pasien baru dirujuk langsung ke RS Marzuki Mahdi, baru pengobatannya bisa ke puskesmas,” ucapnya.
Apalagi, lanjut Firy, orang dengan gangguan jiwa tersebut hampir semua agresif yang menimbulkan keresahan sosial. Makanya langsung dilakukan evakuasi ke RS Marzuki Mahdi dengan koordinasi puskesmas, camat atau lurah setempat.
“Tapi, ya hanya bisa dirawat 40 hari, selebihnya mereka harus dirawat kembali ke sosial didampingi oleh puskesmas,” ucap Firy.
Untuk mengantisipasi kenaikan jumlah orang gila, puskesmas terus melaksanakan deteksi aktif pencarian ODGJ secara rutin sekaligus menangani adanya kasus orang gila yang dipasung.
Dinkes pun bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI) Pascasarjana dalam praktek kerja lapang di Puskesmas sejak 2006 sampai sekarang. Sehingga di Puskesmas tersedia layanan kesehatan jiwa maupun pendampingan pasien jiwa.
“Dinkes juga menjalin kerjasama dengan RS Marzuki Mahdi dalam pembentukan assertive community treatment (ACT) di 12 puskesmas, yaitu Tanah Sareal, Bogor utara, Cipaku, Kayu Manis, Pondok Rumput, Sindangbarang, Gang Kelor, Pancasan, Merdeka, Bogor Selatan, Bogor Timur dan Pulo Armin,” ungkapnya.
Dengan program pelayanan kesehatan jiwa tim multidisiplin, pihaknya, memberikan pelayanan yang komprehensif dan fleksibel serta dukungan dan pelayanan rehabilitasi untuk individu dengan gangguan jiwa berat.
Seperti keterampilan hidup, living skill, learning skill, social skill dan fokasional skill atau pelatihan pembuatan ketrampilan.
“Kami juga bekerja sama dengan litbangkes dalam hal validasi terhadap pedoman kesehatan jiwa bagi layanan kesehatan tingkat pertama,” tukasnya.
sumber:pojoksatu.id
0 komentar:
Post a Comment