Banner 1

Monday, 15 October 2018

Alenne Theresia Laloan, Pengadil Perempuan yang Bikin Adem

JawaPos.com - Muda, cantik, dan tegas. Itulah tiga kata yang muncul ketika bertemu sosok langka di dunia perwasitan Indonesia. Dia adalah Alenne Theresia Laloan, salah satu wasit perempuan Indonesia yang bisa membuat suasana pertandingan lebih adem melalui senyum dan ketenangannya. 

Berawal dari sebuah rasa kepenasaran, akhirnya malah menjadi sebuah aktivitas yang terus digeluti Alen-sapaan karibnya. Di awal wawancara dengan Jawa Pos, dia menceritakan bagaimana bisa tertarik dengan dunia perwasitan.
Dalam sebuah pertandingan futsal, dia sempat heran karena tidak ada pengadil perempuan di lapangan. ”Lalu saya berfikir dan bertanya, apa memang tidak boleh atau bagaimana?” ujarnya membuka pembicaraan di Stadion Gagak Hitam, Petukangan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. 

Rasa penasarannya pun terjawab setelah dia menanyakan langsung kepada wasit yang memimpin pertandingan futsal. ”Setelah ditanya, dia (wasit, Red) bilang boleh kok. Cobain saja,” katanya menirukan ucapan sang wasit tersebut.
Alene tidak pikir panjang. Tidak lama setelah mengikuti kejuaraan futsal, perempuan kelahiran Magelang itu lalu mengambil lisensi wasit futsal pada 2016. Saat itu, dia mengaku hanya modal nekat. Sebab, dia benar-benar buta dan tidak tahu apa-apa tentang perwasitan.

Seiring berjalannya waktu, alumnus SMAN 2 Jakarta itu mendapat tawaran untuk jadi wasit sepak bola dengan lisensi C3 pada 2018. ”Belum lama ada rekomendasi juga dari Provinsi DKI, jadi langsung naik menjadi C2,” tuturnya lantas memberikan senyum manja.
Setelah mendapat lisensi tersebut, praktis Alen lebih banyak memimpin pertandingan sepak bola. Mengenai perbedaan, perempuan yang ketika diwawancarai mengenakan jas hitam dengan celana jeans itu mengakui kalau memimpin laga sepak bola lebih keras ketimbang futsal. 

Dia mencontohkan, pada pertandingan futsal pelanggaran sedikit saja bisa langsung meniup peluit. Sedangkan, di sepak bola, kalau tackle bersih dan mengenai bola itu tidak bisa dibilang foul. ”Jadi sepak bola lebih keras,” ucapnya sambil membetulkan rambutnya yang terkuncir.
Mahasiswi jurusan Public Relation IISIP Jakarta itu nengaku sudah memantapkan hatinya untuk bergelut di dunia wasit ketimbang menjadi pemain. Ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangannya. Misalnya, dia melihat peluang di wasit lebih terbuka lebar. 

”Dari segala sisi (wasit, Red) punya banyak kelebihan. Terus habis itu juga bisa menjadi pencaharian meskipun saat ini belum yang utama karena masih kuliah. Tapi, dari situ, bisa biayai kuliah sendiri sama bantu orang tua. Jadi saya berpikir, 'oh kayaknya di sini (jadi wasit) aja deh',” tutur perempuan berusia 20 tahun itu.
Selama menjadi wasit, perempuan yang biasa merayakan ulang tahun setiap 10 Agustus itu mengaku banyak memiliki pengalaman unik. Termasuk pengalaman menyebalkan akibat disepelekan tim yang bertanding.
”Ya, biasanya karena kita cewek, jadi diistimewakan gitu. Lebih banyak disuruh duduk saja sama pemain, yang penting dibilang ada saya di situ,” ungkapnya sambil tertawa geli. Dalam memimpin pertandingan, dia mengaku selalu membawa dirinya untuk enjoy dan lebih sering tersenyum. 

Namun, sebagai wasit, banyak juga rintangan yang dihadapi ketika memipin pertandingan. Mengenai pengalamannya memimpin pertandingan, Alen juga mengaku pernah merasa tidak dihargai. Terlebih, ketika memimpin laga antara klub yang cukup memiliki nama.
”Ada tim yang merasa terkenal dan wow gitu, jadi tidak bisa hargai saya. Agak seenaknya. Tidak mau terima keputusan saya,” ucapnya sebal.
Lantaran hal itu, pemain lawan dihajar sama pemain dari tim tersebut. Tapi, dia mencoba memberikan ketegasannya dengan mengeluarkan kartu. ”Dia cuma bilang, makanya yang benar. Padahal untuk peraturan dan segala macam, mereka itu tidak ada apa-apa. Ya mungkin mereka merasa wow dari situ,” keluhnya. 

Pengalaman lain yang tak kalah menyebalkan didapatnya ketika pemain lawan tidak terima saat  mendapatkan kartu. ”Waktu itu pernah juga sih, pemain tendang bibir pemain lawannya, otomatis saya kartu dong. Tapi dia nggak terima dan datangi saya. Dia mau ngomong apa, ya saya tetap tenang,” ungkapnya.
Ya, ketenangan dikatakannya cukup penting ketika memimpin. ”Kekuasaaan kita kan di kartu, kalau kita ngejawab, yang pertama belum tentu itu menyelesaikan masalah. Lalu yang kedua malah bisa buat tambah panas,” jelasnya.
Namun, selesai pertandingan pemain tersebut meminta maaf. ”Lalu saya bilang, jangan kaya gitu lah. Kan di sini semua orang cari makan. Kadang kaya gitu, bercanda seperti itu,” tuturnya tersenyum
.
Alen juga mengungkapkan, wasit perempuan, khususnya di Jakarta saat ini sudah cukup banyak. Jumlahnya hampir 10 orang. Namun, dia mengaku masih kurang mendapat ekspos. Oleh sebab itu, untuk meluaskan jaringan, dia menjalin pertemanan dengan seluruh pihak tidak hanya ketika ada pertandingan.

”Kami tetap jalin pertemanan di luar. Kalau yang lain mungkin kurang sosialisasi dan pendekatan,” paparnya. 

Ya, selain menjalin hubungan yang baik, Alen cukup dikenal di media sosial. Foto-fotonya ketika memimpin pertandingan ditambah senyum tipisnya itu seringkali viral. Hal itu membuat netizen tidak sanggup menahan diri untuk tidak menggodanya.
Meski begitu, Alen tidak ingin candaan dan rayuan yang dilancarkan kepadanya dibawa ke perasaan. ”Kalau saya pribadi nanggapinya bercanda saja. Mereka juga kan bercanda, ya dibawa asik saja. Kalau lagi mood saya bales satu-satu. Kadang suka senyum-senyum, ya ampun ada ada saja. Kayak gitu,” ungkapnya lalu tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. 

Ke depan, jika lancar, dia ingin memimpin pertandingan di level nasional. Dalam regulasi, dia menyebut tidak ada larangan bagi wasit perempuan memimpin liga kasta tertinggi. Namun, saat ini, fokusnya lebih banyak untuk menambah jam terbang dan melatih fisik seperti fitness dan lari.

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment