Banner 1

Tuesday, 14 November 2017

PIKI Depok: Lintas Agama Bahas Intoleransi

DEPOK – Menyikapi masalah intoleransi di Kota Depok. Persatuan Intelegensi Kristen Indonesia (PIKI), mengadakan diskusi kebangsaan bertajuk Intoleransi Bukan Indonesia, di kawasan Simpangan Depok, Kecamatan Sukmajaya belum lama ini.

Ketua Caretaker PIKI Cabang Depok, Mangarapan Sinaga menuturkan, diskusi kebangsaan ini sebagai bentuk memberikan pemahaman akan pentingnya toleransi khusus di Depok. Dengan menanamkan kembali nilai Pancasila sebagai pemersatu bangsa, serta membangun kembali rasa nasionalisme.

“Kami mendiskusikan bahaya-bahaya radikalisme. Tujuanya untuk keutuhan bangsa menjembatani semua pihak dalam menyelesaikan persoalan intoleran di Kota Depok,” kata Sinaga, kepada Radar Depok (Pojoksatu.id Group), Minggu (12/11/2017).

Ia mengatakan, diskusi kebangsaan ini juga sebagai sumbangsih pemikiran untuk menjaga Indonesia, dari ancaman disintegrasi bangsa. Dengan mencari solusi dan mengangkat nilai-nilai Pancasila sebagai perekat keragaman di Kota Depok.

“Acara ini diselengsrakan oleh PIKI yang kerjasama dengan PGI-S Depok, GMKI Cabang Depok, GAMKI, Persatuan Wanita Kristen Indonesia Depok dan Parkindo Depok,” kata dia.

Banyak isu intoleransi di Indonesia menguat setelah kasus intoleransi, menjadi pemberitaan di media massa ,maupun media elektronik. Bahkan, termasuk kasus-kasus yang disebarluaskan melalui media sosial berupa ujaran kebencian, intimidasi maupun pernyataan sikap yang berujung pada kekerasan yang dilakukan oleh kelompok suku maupun agama tertentu terhadap kelompok lain.

“Terutama aksi kelompok mayoritas untuk menekan kelompok minoritas di beberapa daerah di Indonesia,” katanya. Untuk itu, sambung dia, kegiatan ini juga akan menjadi rekomendasi bagi Pemkot, DPRD, dan setiap pemangku jabatan yang ada di Kota Depok. “Termasuk memberikan sumbangsih pemikiran bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,” ulasnya.

Sementara itu, Ketua PNCU Kota Depok, Kiyai Raden Salamun Adiningrat menilai diskusi ini sebagai bentuk menangkis adanya radikalisme lainya. Terutama Kota Depok mendapatkan sorotan sebagai kota yang masuk lima besar kota yang intoleran dari hasil survei Setara Institute.

“Kami (NU) anggap itu sebagai sebuah info yang tidak harus dianggap kebenaranya. Tapi juga tidak menganggap itu kebohongan,” tutur Salamun.

Meski begitu, Salamun memberikan empat saran, pertama dialog lintas agama harus digelar dengan jujur dan terbuka. Ini kata dia, harus dibiasakan dan Pemkot Depok harus memfasilitasi semaksimal mungkin.

“Ya dari pada dongkol dengan hasil survei itu, perbanyaklah dialog. Ajak pemuka agama yangg real, bukan sekedar yang disukai Pemkot Depok,” kata Salamun.

Lalu kedua jangan ada debat antar agama. Sebab, dalam debat ini mesti dekat saling memenangkan argument sendiri-sendiri. “Sementara yang dibutuhkan adalah solusi buat warga Depok,” ulasnya.

Selanjutnya kata dia, ketiga yakni Pemkot Depok sebagai institusi yang wajib membina kerukunan umat beragama, harus ekstra tanggap dengan dinamika masyarakat yang saat ini cenderung mengeras dan ngotot pada kebenaran versinya sendiri.

“Terakhir budayakan bahwa berbeda itu sunnatullah sejak kecil hingga selamanya, mampu bersinergi degan pihak lain walaupun ada perbedaan,” ungkapnya.
(RD/irw/pojokjabar)


Sumber:Pojoksatu.id

0 komentar:

Post a Comment