Monday, 6 November 2017
Penjualan Mie Hingga Susu Bubuk di Kota Bandung Menurun
BANDUNG – Penurunan daya beli masyarakat semakin nyata. Rata-rata penghasilan masyarakat menengah ke bawah tak banyak berubah, sementara biaya hidup terus melonjak. Indikasinya, angka penjualan produk makanan dan minuman mengalami stagnasi di kuarta l III tahun ini.
“Ya sih untuk susu, saya beli (menyebut merek-red) yang lebih murah, berhemat. Kadang nunggu (salah satu minimarket) ada diskon, baru beli,” ujar Ani, 38, warga Antapani Kota Bandung, Jumat (3/11/17).
Hal yang sama diakui oleh Yuyum, 32, warga asal Buahbatu Kota Bandung. Saat diminta keterangan, Yuyum yang karyawati swasta itu menuturkan, biasanya kalau setelah cair gaji, dia akan segera membeli barang-barang keperluannya.
“Sekarang sih dipilih-pilih dulu, kalau yang bulan lalu masih ada sisa, ya dihabiskan dulu, baru beli lagi,” ujarnya. Sayangnya, Yuyum enggan menyebut berapa pendapatannya saat ini. Dia hanya menyatakan lumayan.
“Tapi gak tau kok bulan ini terasa cepat habis,” ujarnya. Sementara itu, dari hasil riset yang dilakukan oleh The Nielsen Company Indonesia (Nielsen) menunukkan, volume penjualan mie instan turun 5,5% dan secara nilai turun 2,7%. Demikian pula dengan angka penjualan minum teh siap minum juga anjlok 7,6% dan nilainya turun 4,9%. Volume penjualan minuman berkabonasi juga turun 11,2% dan nilainya turun 5,7%. Volume penjualan susu bubuk juga turun 0,2% dan secara nilain turun 1,5%. Mengapa hal itu terjadi? Riset Nielsen memaparkan, masyarakat menengah ke bawah menahan konsumsinya terhadap produk-produk itu demi mendahulukan kebutuhan keluarganya.
Di kedua kelas ini, masyarakat lebih senang untuk membuat makanan sendiri di rumah ketimbang membeli makanan jadi dari luar. Mereka juga memilih untuk membuat camilan sendiri di rumah. Selain lebih higienis, mereka juga bisa lebih berhemat.
Dari sisi perilaku pun, hasil riset itu menyebutkan masyarakat kini tak lagi belanja di malam hari, dan mengurangi belanja camilan. Lebih jauh ditelurusi Nielsen menemukan faktornya adalah turunnya pendapatan total (take home pay) dari setiap keluarga.
Kemudian, diketahui juga, masyarakat di kedua kelas itu mengalami kenaikan living cost (biaya hidup). Sampai- sampai, konsumsi mie instan, susu bubuk, kopi sampai minuman mengalami penurunan konsumsi.
Bagaimana dengan kelas menengah-atas? Laporan Nielsen menyebut, kelas menengah atas masih menunggu situasi di mana mereka hanya ‘wait and see’. Namun ada indikasi di mana pengeluaran lifestyle cenderung terus tumbuh.
“Perlambatan pertumbuhan FMCG di tahun ini bukan semata-mata dipengaruhi langsung oleh bertumbuhnya e-commerce di Indonesia. Untuk core products FMCG e-commerce hanya mencapai kurang lebih 1% dibandingkan dengan penjualan offline secara total,” demikian salah satu Summary Laporan Nielsen yang disampaikan oleh Ernawati, Associate Director The Nielsen Company Indonesia.
(radar bandung/dtk/net)
sumber:pojoksatu.id
0 komentar:
Post a Comment