Banner 1

Friday, 17 November 2017

Chakra Sudah 14 Tahun Hidup di Kolong Jembatan Balai Binarum Bogor Timur


Sepintas tidak ada yang aneh dari Jembatan Balai Binarum, Kecamatan Bogor Timur. Namun, jika diamati lagi, di kolong jembatan yang merupakan akses menuju kawasan Puncak, Ciawi, Kabupaten Bogor itu, ada sebuah kehidupan.

Berbatasan langsung dengan Sungai Ciliwung, pemukiman di kolong jembatan ini memiliki akses terbatas. Satu-satunya jalan yang bisa diakses paling mudah adalah dari kanan jalan arah menuju Ciawi.  Ada jalan setapak menurun dengan lebar kira-kira satu meter. Itulah akses masuk ke kampung kolong jembatan.

Saat melewati jalan kecil itu, dua deretan rumah semipermanen yang terbuat dari triplek mulai terlihat.  Setiap rumah hanya memiliki luas sekitar 2 x 2 meter. Untuk dapur, kamar mandi,  semuanya dipakai bersama-sama di luar rumah. Di depan rumah-rumah itu, tampak beberapa bangku yang terbuat dari kayu yang digunakan untuk duduk-duduk penghuninya.

Seperti rabu (15/11/17), beberapa penghuni  tampak asyik duduk-duduk di sana sambil menyeruput kopi. Chakra (38), yang bermukim disana, mengaku telah tinggal di sana sejak tahun 2003 atau selama 14 tahun lamanya.

Chakra  sehari-hari berkerja mengumpulkan barang-barang bekas dan mencari nafkah bagi istri dan dua  anaknya yang kini duduk di bangku SD dan SMP.

“Awalnya saya tinggal di sebuah rumah kontrakan. Namun karena biaya kontrakannya  tinggi, saya memilih tinggal di bawah kolong jembatan, dengan menjalankan usaha mengumpulkan barang-barang bekas,”  imbuhnya.

Sebagai pemulung, dia baru bisa mendapatkan uang paling lama tiga hari setelah mengumpulkan barang-barang bekas. Biasanya dia bisa mendapatkan uang sekitar Rp100 ribu sampai Rp120 ribu.

“Uang tersebut langsung saya pakai untuk keperluan makan untuk anak, istri, memberikan jajan anak-anak untuk bersekolah, serta menabung untuk pulang kampung dan mentransfer uang kepada anak saya yang berada di Banten,” bebernya.

Sebelum jadi seorang pemulung, sejatinya Chakra dulu sempat membuka usaha di daerah Yogyakarta. Disana ia membuat asesoris dari sebuah kaca yang ia bentuk, seperti kupu-kupu dan lain-lainnya. Dia menuturkan, sekitar empat tahun lalu, dia sempat di usir dari tempat yang sekarang ia tempati tersebut.

“Tempat ini tidak boleh di tempati, dengan alasan nanti akan terkena banjir. Akhirnya saya pada saat itu pergi dulu, ngontrak selama satu tahun. Namun, karena biaya kontrakan yang semakin naik dan saya juga tidak memiliki biaya, akhirnya saya beserta keluarga balik lagi ke kolong jembatan,” jelasnya.

Selain Chakra, ada juga seorang tukang parkir, bernama Malik yang tinggal juga di kolong jembatan. Malik sudah sekitar sembilan tahun tinggal di kolong Jembatan Balai Binarum. Ia memiliki seorang istri dan juga anak. Akan tetapi, istri dan kedua anaknya tidak tinggal bersamanya, dikarenakan mereka tidak bisa menerima kehidupan Malik.

Malik berangkat bekerja menjadi tukang parkir pada pukul 16.00 sampai 02.00. Dari pekerjaannya itu pak Malik seharinya tidak bisa menargetkan mendapatkan penghasilan berapa. “Pendapatan sehari saya tidak bisa di targetkan, yang penting bagi saya, bisa untuk cukup untuk membeli makanan dan menghidupi kehidupan saya,” ujar Malik.



sumber:pojoksatu.id

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment