Sahmad, kakek renta 102 tahun di CIanjur harus tinggal di MCK umum. Foto: Herlan/Pojoksatu |
MCK itu terpaksa menjadi satu-satunya pilihan, setelah ia tak lagi memiliki tempat tinggal. Sebuah rumah ala kadarnya di atas lahan milik majikannya dulu, sudah berpindah tangan hingga mengharuskannya menyingkir.
Beruntung, kepala desa setempat mengizinkannya tinggal di MCK yang jarang dipakai warga. Di tempat itu pula, ia tidur beralas kasur yang sudah usang.
“Tinggal di sini (MCK) sejak Agustus kemarin,” ungkap Sahmad yang memilki nama asli Suherman itu.
Untuk menyambung hidup, Sahmad memutuskan berjualan popcorn yang ia jajakan dengan berkeliling dari kampung ke kampung setiap hari.
Meski jalan tertatih dan menahan beban pikul di pundaknya, keuntungan yang ia dapat pun tak lebih dari Rp30 ribu per hari.
“Jualnya Rp2.500. Sehari gak tentu. Kalau jalan juga lebih banyak istirahat karena capek,” jelas pria yang pendengarannya sudah sangat berkurang ini.
Sahmad mengaku, ia sebenarnya masih memilki keluarga. Setelah istrinya meninggal beberapa tahun lalu, ia kini hanya memiliki 2 cucu di Bandung dari putri sulungnya yang sudah meninggal. Sedangkan putri bungsu dan 6 cucunya yang lain tak diketahui keberadaannya.
“Kadang cucu di Bandung lihat ke sini. Tapi jarang,” katanya.
Meski tinggal di dalam MCK, Sahmad sama sekali tak mempermasalahkannya. Menurutnya, apa yang didapatnya itu sudah lebih dari cukup.
Namun, tak ada yang menyangka jika kakek renta itu pernah berada di garda terdepan untuk merebut Kemerdekaan Republik Indonesia dari tangan Belanda dan Jepang selama puluhan tahun dan hidup berpindah-pindah. Sayang, banyak kawan seperjuangannya yang gugur.
Setelah kemerdekaan, Sahmad lantas melanjutkan hidup dengan menjadi seorang staf Tata Usaha di salah satu SMK di Bandung. Akan tetapi, pengabdiannya selama puluhan tahun hingga memasuki masa pensiun itu tak merubah statusnya sebagai pegawai honorer tingkat rendah.
“Setelah itu saya kembali ke Cianjur untuk berkebun karena saya asli Cianjur. Saya lahir dan besar di Cianjur,” bebernya.
Lebih ironis lagi, Sahmad juga sama sekali belum tersentuh bantuan apapun dari pemerintah setempat. Padahal, lokasi tempat tinggalnya hanya sekitar tiga kilometer dari kantor bupati Cianjur.
“Gak ada bantuan,” singkatnya.
Walau begitu, Sahmad tak mengharap belas kasihan dari siapapun. Ia mengaku ikhlas meski hidup dalam serba keterbatasan.
Keinginannya hanya satu, cucunya masih mau mengunjunginya meski ia
kini cuma tinggal di MCK umum.
“Yang penting bisa hidup tenang. Kan cuma amal ibadah kita yang ikut sampai ke akhirat,” pungkasnya.
sumber : pojoksatu.id
0 komentar:
Post a Comment