BOGOR–Suasana haru menyelimuti halaman gedung Graha Widya Wisuda (GWW) Institut Pertanian Bogor (IPB), Selasa (31/5). Bukan karena berita duka wafatnya seseorang. Melainkan, sedang berlangsung pendaftaran ulang peserta yang lolos seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN).
Ratusan calon mahasiswa IPB yang sudah diterima melalui jalur Bidikmisi, menangis sendu lantaran dirinya terpaksa harus membayar uang kuliah tunggal (UKT), dengan jumlah yang berbeda-beda. Sedangkan, mereka adalah calon mahasiswa jalur Bidikmisi yang memang memiliki riwayat perekonomian memprihatinkan.
Salah satunya, Faridho Dwiki Suriwan. Ridho, panggilan akrabnya, merupakan siswa yang baru saja lulus dari SMAN 2 Madiun. Kemarin siang, ia menangis karena impian untuk bisa kuliah di IPB nyaris kandas.
Ridho harus membayar UKT sebesar Rp5.706.000. Beasiswa Bidikmisi yang ia harapkan untuk kuliah tak berhasil didapatkan. Akibat kebijakan tersebut, pemerintah mengurangi kuota beasiswa Bidikmisi.
Ridho, terancam gagal mengecap pendidikan di IPB. Ridho hanya bisa nangis di pangkuan ibunya yang hanya bekerja sebagai buruh cuci. Ibunda Ridho adalah tulang punggung keluarga. Ayah Ridho, hanya bisa terbaring di tempat tidur akibat komplikasi diabetes dan jantung yang dideritanya. Ridho adalah anak cerdas dan berprestasi.
Tidak hanya Ridho. Dari sekitar 600 calon mahasiswa IPB yang terdaftar dalam program beasiswa Bidikmisi dan lolos masuk SNMPTN, hanya ada sekitar 200 yang di-cover dana pemerintah atau sebesar 10 persen seusai dengan aturan baru yang diberlakukan pemerintah.
Kepala Biro Hukum Promosi dan Humas, Yatri Indah Kusumastuti, mengakui bahwa peraturan tersebut datang beberapa hari sebelum pendaftaran ulang peserta lolos SNMPTN.
“Kami juga panik. Sedangkan, jumlah mahasiswa Bidikmisi kami kuotakan sebesar 25 persen di SNMPTN,” jelasnya kemarin.
Yatri menjelaskan, sejak dulu IPB dikenal sebagai kampus rakyat sehingga menjadi salah satu kampus yang memiliki kuota Bidikmisi yang cukup banyak dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri (PTN) lainnya. “Makanya kami kaget, peraturan yang baru ini, kuotanya rata untuk semua PTN, yakni sebanyak 10 persen,” tambah Yatri.
Tapi, kata dia, saat ini semua civitas hingga alumni terus menggalang dana secara nonformal dalam meng-cover semua calon mahasiswa tersebut.
“Setelah pengumuman itu, kami pun men-share di media sosial, dan ternyata semua bergerak, baik mahasiswa, alumni pun membantu menggalang dana. Mereka menggalang dana untuk membayari sesusai dengan daerah mereka, sesuai fakultas. Intinya, semua alumni dan mahasiswa saat ini membantu menggalang dana dan bisa membayarkan mahasiswa mana pun sesuai kriteria mereka,” bebernya.
Untuk dana formal dari intern IPB, Yatri menjelaskan bahwa pihak IPB semaksimal mungkin mengumpulkan dana hingga akhir pendaftaran, hari ini.
Berapa pun hasilnya, yang memaksa pihak IPB pun kembali menyeleksi akademik dalam bantuan tersebut. Menurutnya, satu calon mahasiswa membutuhkan dana kisaran Rp2 juta untuk UKT dan juga biaya asrama selama setahun.
“Sembari mengumpulkan dana, kami seleksi. Misalnya, ada dana sekian, bisa meng-cover satu anak yang sudah kami seleksi seusai nilai akademiknya, langsung kami bayarkan ke bank. Terus berjalan seperti itu,” ucap Yatri.
Sesuai komitmen rektor, sambung dia, IPB akan terus mengusahakan agar sekitar 400 calon mahasiswa tersebut tidak putus kuliah hanya karena kendala biaya. “Rektor pun bilang, jangan sampai ada yang tidak ter-cover, harus diusahakan semaksimal mungkin untuk meng-cover semuanya,” tegasnya.
Tidak sampai di SNMPTN, IPB pun kembali harus menyiapkan dana yang cukup besar untuk para calon mahasiswa pendaftar program Bidikmisi yang nanti lolos seleksi di seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN).
“Itu yang menjadi pekerjaan rumah (PR) lanjutan kami. Ini akan menjadi pelajaran, semoga ada perubahan peraturan pemerintah sebelum pengumuman SBMPTN,” pungkasnya (ent)
0 komentar:
Post a Comment