Banner 1

Monday 26 March 2018

KPK Wajib Pulbaket

JAKARTA–Polemik ”nyanyian” Setya Novanto (Setnov) di persidangan skandal kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) menjadi tantangan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga superbodi itu harus menjawab seberapa jauh kebenaran pernyataan Setnov.

Sebab, bila dibiarkan meng­gan­tung, persepsi publik terhadap nama-nama yang disebut Setnov bisa semakin liar.

Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyatakan, langkah cepat KPK melakukan kroscek terhadap pihak-pihak terkait bisa menjadi solusi untuk menjawab tantangan itu. Pun, tidak perlu menunggu putusan pengadilan atas kasus Setnov untuk mengusut kebenaran ”nyanyian” Setnov.

KPK, kata dia, hanya perlu mengkroscek dengan saksi-saksi selain Setnov untuk membuktikan apakah benar Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharaini serta Sekretaris Kabinet RI Pramono Anung menerima fee e-KTP USD 500 ribu dari Made Oka Masagung. ”Ini untuk membuktikan apakah pernyataan Setnov bohong atau tidak,” jelasnya, kemarin (24/3).

Econ-sapaan akrab Emerson Yuntho- menyatakan, dari perspektif hukum, tidak seharusnya KPK memikirkan tentang latar belakang Puan dan Pramono yang notabene dekat dengan penguasa saat ini. Tugas KPK, kata dia, adalah menindaklanjuti informasi yang muncul dengan cara melakukan penyelidikan sesegera mungkin.

”Ketika ada informasi masuk, wajib dilakukan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) bahkan penyelidikan,” terangnya. Toh, tidak semua penyelidikan berujung pada penyidikan dan penetapan tersangka. Itu bila dugaan korupsi yang diselidiki dirasa kurang memenuhi dua alat bukti permulaan untuk meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan.

Bukan hanya itu, KPK juga perlu mendalami informasi tentang keterkaitan nama-nama yang disebut Setnov dalam lingkaran bisnis Oka di dalam maupun luar negeri. Pasalnya, bisa saja perusahaan-perusahaan yang dikelola Oka tidak hanya digunakan sebagai parkir uang fee e-KTP. Tapi juga transaksi lain yang mengarah pada partai politik (parpol) tertentu.

”KPK harus membuka ruang untuk mendalami apakah Masagung hanya digunakan untuk parkir perantara transfer e-KTP saja atau juga ada transaksi suap lain (ke pihak politikus) yang juga melalui rekening dari Masagung ini,” kata Econ. Sebagaimana diberitakan, Oka merupakan pengusaha dengan banyak pohon bisnis. Baik di dalam negeri maupun luar negeri, seperti Singapura.

Di Singapura, Oka diketahui sebagai pemilik Delta Energy Pte Ltd dan OEM Investment Pte Ltd. Sedangkan, di tanah air, Oka disebut sebagai pemilik PT Asoka Mas Asuransi. Perusahaan itu juga melibatkan anak Oka, Endra Raharja Masagung, sebagai komisaris utama. Oka juga pernah mendirikan PT Gunung Agung, perusahaan investasi yang kini sudah tidak beroperasi lagi.

Masinton Pasaribu, anggota DPR dari Fraksi PDIP mengatakan, penyebutan nama dalam sidang kasus e-KTP bukan kali ini saja. Sebelumnya, nama anggota Komisi III juga disebut menekan Miryam S Haryani. ”Nyatanya, sampai vonis Miryam tidak ada itu,” ucap dia saat ditemui usai acara diskusi di Warung Daun Cikini kemarin.

Dalam menangani kasus korupsi e-KTP, dia mendorong KPK untuk fokus mendalami nama-nama yang ada di dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Menurut dia, dalam dokumen itu disebutkan beberapa nama. Jadi, komisi antirasuah bisa menggali dan memperdalam­nya. Setya Novanto sengaja menyebut nama di luar BAP, karena mantan ketua umum Partai Golkar itu ingin mendapatkan status justice collaborator (JC).

Legislator asal daerah pemilihan (dapil) Jakarta itu mengatakan, ada pihak yang sengaja melimpahkan kasus itu menjadi tanggung jawab PDIP. Padahal, saat proyek itu dirancang dan dilaksanakan, partai banteng bukanlah partai pemerintah. ”Teman-teman kan tahu siapa yang partai pemerintah,” ungkapnya.

Pihaknya bukan ingin lepas tangan dengan kasus itu, tapi faktanya bukan PDIP yang merancang proyek e-KTP. Pemerintah saat itulah yang lebih tahu program kartu tanda penduduk elektronik itu.

Dia menegaskan bahwa partainya mendukung KPK untuk mengusut tuntas korupsi yang merugikan keuangan negara itu. PDIP tidak pernah menghalang-halangi penanganan kasus korupsi. Komisi yang diketuai Agus Rahardjo itu harus menyelesaikan perkara itu dan memproses secara adil.

Terkait kedekatan Puan Maharani dengan Oka, Masinton mengatakan bahwa kedekatan dua keluarga itu sudah terjalin sejak lama. Sejak zaman Presiden Pertama Soekarno, kedua keluarga tersebut sudah mempunyai hubungan baik. ”Jadi, bukan kenalan baru,” tegasnya. Namun, dia tidak tahu seperti apa kedekatan hubungannya sekarang.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, pihaknya masih fokus menyusun surat tuntutan untuk Setnov. Rencananya, tuntutan itu bakal dibacakan pekan depan. Setelah pembacaan tuntutan, kubu Setnov diberi kesempatan menyampaikan nota pembelaan (pledoi). Nah, setelah itu baru pembacaan putusan pengadilan. ”Pengembangan fakta sidang nanti kami lihat setelah putusan pengadilan,” tuturnya.

Apakah pemeriksaan saksi untuk memperdalam keterlibatan Puan dan Pram juga akan disesuaikan dengan putusan pengadilan? Febri belum bisa memastikan langkah tersebut. Sebab, pemanggilan saksi umumnya disesuaikan dengan kebutuhan penyelidikan atau penyidikan. ”Tentu penyidik akan membi­cara­kan mana saksi yang relevan untuk diperiksa,” imbuh dia.

Diluar itu, Febri menyebut keterangan yang diungkapkan Setnov dalam persidangan e-KTP, Kamis (22/3) lalu terkesan setengah hati. Sebab, informasi yang diungkapkan mantan ketua umum Partai Golkar itu berasal dari orang lain. ”Yang disayang­kan, terdakwa masih terbaca setengah hati karena sampai terakhir (sidang) masih tidak mengakui perbuatannya,” imbuhnya.

Karena belum mau mengakui perbuatan secara keseluruhan, KPK menilai pernyataan Setnov yang mengungkap nama-nama politisi perlu dianalisa secara cermat. Sebab, bisa saja, penyebutan nama-nama politikus itu hanya untuk mengalihkan keterlibatan Setnov sebagai dugaan pelaku utama korupsi berjamaah e-KTP senilai Rp2,3 triliun.

Sejauh ini, pengembangan perkara e-KTP masih berkutat pada penyidikan Oka dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo sebagai tersangka. Keterlibatan dua orang dekat Setnov tersebut terus didalami. Terutama terkait dengan dugaan keduanya berperan sebagai kurir fee e-KTP untuk para anggota DPR periode 2009-2014. ”Kami pastikan, KPK serius menangani perkara ini (e-KTP),” kata Febri.

Seperti diberitakan, Puan Maharani mengakui mengenal Oka Masagung. Putri Megawati Soekarno Putri itu juga menyebut secara garis keluarga, Oka juga memiliki kedekatan. Namun, Puan menegaskan kedekatan dengan keluarga tersangka e-KTP tersebut tidak ada hubungannya dengan proyek e-KTP atau bagi-bagi uang.

”Apa yang dikatakan oleh Pak SN (Setya Novanto) itu tidak benar,” kata Puan di Kementerian PMK kemarin. ”Ini adalah masalah hukum, seharusnya semuanya didasarkan pada fakta-fakta hukum, bukan hanya katanya dan katanya,” lanjutnya.

Soal pernyataan Setnov jika dirinya dekat dengan Oka, Puan tidak membantah. ”Teman keluarga bung Karno itu kan banyak, saya kenal Pak Made Oka, juga adik dan kakaknya. Jadi teman keluarga,” papar putri Megawati Soekarnoputri tersebut.

Meski demikian, Puan menyebut dirinya tidak pernah sekali pun berbincang tentang e-KTP dengan Made Oka. ”Dengan Made Oka tidak pernah, sama nama-nama yang disebut oleh Pak SN juga saya tidak kenal,” katanya.

Selain itu, selama menjadi Ketua Fraksi PDIP di DPR, Puan mengaku juga tidak pernah membicarakan tentang e-KTP yang proyeknya berlangsung pada 2011-2012. Saat itu, kata Puan, Fraksi PDIP merupakan satu-satunya fraksi di luar pemerintahan. Sementara, proyek e-KTP merupakan usulan dari kubu pemerintah.


sumber: radarbogor.id

0 komentar:

Post a Comment