Banner 1

Wednesday, 28 March 2018

Utang Malaysia


Tumben ini terjadi. Seumur-umur baru kali ini utang luar negeri Malaysia diributkan.

Mungkin karena di sana juga segera pemilu. Mungkin juga karena baru sekarang ini utang Malaysia mencapai 50 persen dari GDP.

Belum pernah rationya sebegitu tunggi. Jauh lebih tinggi dari utang Indonesia.

Mungkin juga ribut-ribut di sana itu sekadar karena ketularan keributan di Indonesia.

Waktu berobat di Singapura bulan lalu saya nyeberang ke Johor Bahru. Sambil menunggu jadwal dokter berikutnya. Sebulan lalu isu utang itu belum jadi kehebohan.

Yang ramai saat itu juga sama dengan yang lagi ramai di Indonesia: kehadiran proyek Tiongkok yang sangat masif. Dan dampaknya bagi perkembangan sosial.

Saya sempatkan keliling kota-kota baru di Johor Bahru. Seperti Iskandar City dan Forest City. Untuk menangkap suasana keba­tinan di sana: mengapa proyek-proyek
semacam itu jadi isu.

Sangat menarik. Tapi kali ini topiknya utang Malaysia. Bukan proyek Tiongkok di sana. Berapa sih sebenarnya utang Malaysia yang diributkan itu?

Untuk ukuran kita jumlahnya tidak sampai sebesar ujung jari kelingking: 684 miliar ringgit. Kalikanlah 3.500. Hanya Rp2.000 triliun.

Besar juga ya? Dan itu mencapai 51 persen GDP.

Size ekonomi Malaysia memang jauh lebih kecil dari Indonesia. Meski rata-rata pendapatan rakyatnya hampir empat kali lipat lebih tinggi dari pendapatan rakyat
Indonesia. Data terakhir, 2016, income per capita rakyat Malaysia adalah 11.000 dolar AS.

Di Malaysia perdebatannya bukan hanya soal besaran utang. Tapi juga bagaimana menyelesaikannya.

Mahathir Muhamad misalnya. Tokoh sentral oposisi saat ini, menunjukkan bukti. Pada zaman pemerintahannya bisa membangun begitu maju Malaysia. Tanpa utang yang
menggunung. Tanpa proyek dari Tiongkok.

Kini tokoh yang sudah berusia 92 tahun itu memang ingin come back. Kalau Koalisi Harapan yang dipimpinnya menang pe­milu Mahathir akan jadi perdana menteri  lagi. Partai Tionghoa masuk dalam koalisi ini.

Mempersoalkan utang termasuk strategi mengalahkan koalisi UMNO yang kini memerintah. Dengan perdana menteri Najib Razak, putra Tun Razak yang legendaris.

Meski kini Mahathir turun tangan sendiri belum tentu Pakatan Harapan menang. Sang peta­­­hana telah mencengkeram semua kehidupan begiti dalamnya.

Kasus korupsi yang begitu besarnya, yang terbongkar sejak dua tahun lalu masih belum bisa menggoyahkan Najib. Rakyat Malaysia begitu permisif terhadap korupsi.

Misalnya sopir taksi di Johor Bahru ini. Ketika soal korupsi itu saya bicarakan dengannya sang sopir bersikap begini: Najib itu orang baik. Istrinyalah yang
rakus.

Lantas dia menceritakan soal istri Najib panjang lebar.

Dia akan tetap pilih UMNO. Mahathir dianggap sudah terlalu tua. Juga tidak bersih-bersih amat.

Meski pers di Malaysia sangat tidak bebas toh masih banyak ocehan di media sosial. Termasuk dalam wujud humor.

Misalnya ini: Najib dan Mahathir masuk toko roti. Tidak beli apa-apa.

Sampai di luar Najib mem­­banggakan diri. Bisa mencuri tiga roti tanpa ketahuan. Dia tunjukkan ke Mahathir tiga roti di dalam sakunya.

Mahathir mencela Najib. Mengapa harus mencuri.

Dia ajak Najib masuk toko roti lagi. Ingin menunjukkan bagaimana bisa dapat tiga roti tanpa mencuri.

Sampai di dalam, Mahathir bicara dengan pemilik toko. Disaksikan Najib. “Tolong beri saya tiga roti. Akan saya tunjukkan keajaiban tiga roti Anda,” ujar Mahathir.

Pemilik toko memberikan tiga roti itu. Mahathir memakannya satu persatu.

Habis. Tidak tampak ada keajaiban.

“Mana keajaibannya?” tanya penjual roti.

“Lihat! Tiga roti yang saya makan tadi sudah pindah ke saku teman saya ini!”


sumber: radarbogor.id

0 komentar:

Post a Comment