Banner 1

Tuesday, 22 March 2016

Kisah Tukang Cukur Tradisional di Kota Bogor



Usianya tak lagi muda, tubuhnya renta, suaranya terdengar parau. Namun, senyuman tak pernah habis ia beri bagi tiap pelanggannya. Namanya, Mansyur kini usianya telah mencapai 76 tahun. Lebih dari, 41 tahun sudah ia mencicipi pahit manisnya menjadi tukang cukur. Keahliannya itu ia dapatkan dari sang paman.

“Pertama nyukur di Kampung Pulo, pindah ke Rawamangun. Di situ banyak langganan dari Angkatan Laut juga polisi,” kenang Mansyur.

Pertemuannya dengan sang Istri yang berasal dari Bogor membuat Mansyur memilih untuk kemudian membuka jasa tukang cukur di Kota Hujan. Sedari awal, ia memang beroperasi di bawah pohon rindang, tepatnya di Jalan Otista, tak jauh dari Tugu Kujang.
Sesekali, terpal berwarna biru ia pakai jika rintik hujan turun. “Dalam sehari yang nyukur disini enggak tentu. Kadang 5 atau 10 orang, tapi Alhamdulillah selalu ada,” ungkap Pak Mansyur.
Urusan tarif, Mansyur mengaku tidak mematok tarif tertentu. Ia ikhlas dibayar berapa pun, dari mulai Rp10 ribu hingga Rp20 ribu. Tak jarang, ada yang memberinya “lebih” karena iba melihat ia yang masih harus menguras keringat di usia yang sudah senja.
 
“Sehari dapat Rp50 ribu-Rp100 ribu, paling kecil Rp10 ribu. Buka sama tutupnya juga enggak tentu, kadang jam 08:00 udah buka,” ungkapnya.
Ia mengaku, tak khawatir membuka jasa tukang cukur di bawah pohon rindang. Dikatakannya, pernah suatu hari, entah firasat atau bukan ia memilih mengakhiri praktek tukang cukurnya lebih awal. Baru beberapa langkah meninggalkan tempatnya nyukur, banyak dahan pohon yang berjatuhan menimpa.
Belum lagi dengan kisah kacanya yang retak, kata Mansyur, itu terjadi sebab ketidak sengajaan. “Ada yang dudukin, enggak tahu kalau ada kaca. Cuman dibenerin aja, enggak diganti,” ungkapnya seraya tersenyum.
Mansyur mengaku, dari penghasilannya menjadi tukang cukur rambut mampu menyekolahkan ke-8 anaknya hingga tamat bangku sekolah menengah atas. Bahkan beberapa diantaranya sudah bekerja.
“Yang nyukur disini ada juga anak mudanya, biasanya minta dibotakin tapi banyak juga yang minta di mohawk,” cetusnya.
Meski tak lagi sekuat dulu, raganya masih sehat, sesekali hanya rasa pegal di pergelangan tangan menghampiri. Ia pun tak berencana untuk segera pensiun dari aktifitasnya kini. “Enggak betah di rumah, pengennya aktifitas. Kalau di rumah melulu yang ada malah sakit,” tandasnya.

0 komentar:

Post a Comment