Banner 1

Thursday, 3 March 2016

Diskusi Kodifikasi Undang-undang Pemilu, Regulasi Pemilu Tumpang Tindih




BOGOR – Suasana Diskusi Sosialisasi Kodifikasi Undang-undang Pemilu, berjalan dengan dinamis. Sejumlah petinggai partai politik, ketua KPUD Kota Bogor dan pengamat politik mulai memeparkan pendapatnya terkait kodifikasi UU pemilu ini.
 
Pengamat politik yang juga Ketua STKIP Muhammadiyah Bogor, Yusfitriadi memaparkan, ada banyak masalah dalam pemilu di Indonesia.

Menurut Yusfitriadi, kualifikasi UU pemilu hanyalah sebatas model. Yusfitriadi mencatat ada empat masalah dalam regulasi ini.

Di antaranya tumpang tindih pasal per pasal. Alhasil, akan memunculkan multitafsir dalam regulasi atau UU pemilu.
” Masalah kedua demokrasi di internal partai. Misal tidak ada ketua partai yang tidak mau menjadi bupati atau walikota,” kata Yusfitriadi.

Sehingga, kata Yusfitriadi, partai politik hanya sebatas membangunkan orang yang diusungnya sebagai kepala daerah.

Padahal, parpol yang menggemar gemborkan demokrasi di Indonesia.
” Banyak lagi fakta-fakta yang saya sebut pengingkaran partai politik,” papar Yusfitriadi.
Ketiga, masalah kelembangaan pemilu, seperti KPUD dan Bawaslu. Ketika KPU dan Bawaslu di pecat DKPP itu sudah final. Biasanya, pemecatan ini akibat masalah etik.

Jika berbicara KPU di beberapa negara, perannya itu sangat kecil. Yang menjadi aneh, kata Yusfitriadi, KPU dan Bawaslu dipilih dengan keterlibatan anggota DPRD.

Padahal, KPU dan Bawaslu inilah yang akan menentukan anggota dewan itu terpilih. Selain itu, masalah lainnya adalah partisipasi masyarakat.

Menurut Yusfitriadi, jika masyarakat hanya mencoblos, itu bukan disebut partisipasi.
” Ini disebut partisipasi semu. Tapi ini yang terjadi di Indonesia. Kalau di Australia, pemilu itu wajib bagi setiap warga negara.

Dari keempat masalah itu, perlu UU yang cocok dan mengikat.
Yusfitriadi juga menyebut, kodifikasi UU bukan hanya memadukan keempat UU yang sudah ada dan terpisah-pisah.(ent)

0 komentar:

Post a Comment