Banner 1

Wednesday, 17 February 2016

Bogor Waspada Teror Sianida

JAKARTA - Akhir pekan kemarin, seluruh Kepolisian Daerah (Polda) menerima Surat Telegram dari Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Isinya bersifat penting dan mendesak. Semua jajaran Polri diminta mewaspadai ancaman teroris dengan modus racun sianida. Sebab, sasaran dari kelompok teroris merupakan personel polisi.

Untuk mengantisipasinya, maka semua anggota Polri diwajibkan lebih hati-hati terhadap pemberian makanan dan minuman saat bertugas. 

 “Ya, harus lebih waspadalah. Ancaman menggunakan racun itu tidak hanya sekarang, dulu juga pernah,” tuturnya.

Kemudian, petugas juga harus menggunakan pelindung tubuh atau rompi anti peluru saat bertugas. Saat bertugas itu ada juga ada satu orang yang harus mengawasi keadaan. ”Tentunya, mengantisipasi keadaan yang tidak diinginkan,” ujarnya.

Badrodin mengatakan, informasi terkait rencana kelompok teroris yang akan menggunakan modus sianida didapatkan dari intelijen. Karena itu, meskipun belum ada korban, namun harus diwaspadai.
Mantan Kapolda Jawa Timur itu juga tidak menampik jika kelompok tersebut menjadikan kasus kematian Wayan Mirna Salihin sebagai inspirasi. Sebab itu, Badrodin menegaskan, ancaman terorisme terhadap Polri bisa dalam bentuk bom, penembakan maupun racun.

Selain itu, Badrodin Haiti mengungkapkan bahwa memang terdapat baku tembak di Bima Senin pagi (15/2). Dalam baku tembak itu terdapat seorang terduga anggota teroris bernama Fajar yang tertembak. ”Fajar ini ternyata juga anggota kelompok teror Santoso. Lalu ada dua anggota kelompok teror yang juga ditangkap,” paparnya.

Dalam baku tembak itu, diamankan sebuah senjata revolver. Senjata revolver ini yang digunakan Fajar untuk melawan Densus 88 Anti Teror. Setelah diperiksa, ternyata senjata tersebut merupakan senjata organik Polri. ”Senjata itu tercatat milik Kapolsek Ambalawi, Bima AKP Abdul Salam,” ujarnya.

Abdul Salam tewas pada Agustus 2014 dengan luka tembak di kepala. Dengan penemuan senjata milik Abdul Salam ini dapat diketahui bahwa Fajar merupakan pelaku penembakan terhadap Kapolsek tersebut. ”Ini orang yang menembak Kapolsek itu,” tuturnya.

Tidak hanya itu, Fajar dan dua orang yang tertangkap ini juga terlibat penembakan terhadap anggota polisi di Poso. ”Jadi, mereka memang menargetkan pada polisi,” ujarnya ditemui di Komplek Mabes Polri kemarin.
Menurut dia, memang ada keterkaitan antara kelompok teror Santoso cs dengan kelompok teror di Bima. Polri mengetahui bahwa istri kedua dari Santoso cs ini merupakan warga Bima. ”Dia yang merekrut beberapa orang asal Bima untuk menjadi anggota Santoso cs,’ paparnya.

Kebetulan, di Bima juga terdapat kelompok teror yang sepaham dengan Santoso cs. Karena itulah kemudian, banyak anggota kedua kelopok teror yang saling membantu. ”Kadang ke Poso dan balik lagi ke Bima,” tuturnya.

Soal lokasi dari istri kedua Santoso, dia menuturkan bahwa Istri keduanya ikut tinggal di perbukitan Poso. Dia ikut bersama kelompok Poso dan sering terlibat aksi tembak menembak dengan anggota Polri. ”Kalau istri pertamanya tidak ikut-ikut Santoso cs ya,” paparnya.
Pada kesempatan itu, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti juga meminta DPR bisa melakukan penguatan terhadap densus 88 anti teror. Penguatan itu bisa melalui revisi UU antiterorisme, atau peningkatan sarana dan prasarana. “Kami minta dukungannya,” kata Badrodin. Terutama, dengan berkaca pada aksi terorisme di Thamrin beberapa waktu lalu.

Di bagian lain, pemerintah pun kini sedang berancang-ancang kembali menghadapi potensi teror. Namun, seperti deteksi yang sempat dilakukan sebelum terjadinya serangan Thamrin pada pertengahan Januari 2016 lalu, pemerintah dan aparat juga belum bisa memastikan waktu dan tempatnya.

”Kami tahu, mereka (teroris, Red) sudah mau menyerang sekarang ini, pengumuman ini seperti dulu kami umumkan pada Desember 2015,” beber Menteri Koordinator Polhukam Luhut Pandjaitan, saat rapat gabungan bersama Komisi I dan II, di Komplek Parlemen, Jakarta, kemarin (15/2).

Dia menyatakan, berdasar informasi yang diterimanya tersebut, pemerintah dan aparat baru sebatas bisa melakukan pemantauan. "Sekarang, kita lihat, Februari ada atau tidak," tandasnya.

Meski sama seperti deteksi terdahulu, dia menegaskan kalau tidak ada istilah kecolongan dalam penanganan aksi terorisme. Sebab, menurut dia, secanggih apapun operasi intelijen, tetap tak bisa menebak waktu dan posisi serangan teroris. ”Karena aksi itu menyangkut orang dan hati, maka dari itu kami kejar terus,” tandasnya.

Luhut menambahkan sulitnya mengetahui waktu dan tempat secara persis aksi terorisme bukan hanya dirasakan Indonesia. ”Tidak ada satupun intelijen negara yang tahu soal besok atau lusa akan terjadi teror. Kalau ada, kami bisa belajar,” tandasnya.

Meski demikian, dia menegaskan, kalau pemerintah dan aparat tidak akan bernegoisasi dalam hal penindakan terhadap para teroris. Setiap ada serangan, serbuan akan langsung dikerahkan tanpa kompromi.”Begitu (teroris) attack langsung serbu, tidak beri waktu konsolidasi,” tegas purnawirawan jenderal tersebut.

Selain Luhut, hadir pula dalam rapat gabungan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Menkumham Yasonna Laoly, dan Wakabin Torry Johar. Dalam rapat, sejumlah sorotan dari anggota DPR sempat dialamatkan pada pemerintah dan aparat dalam hal penanganan terorisme di tanah air.

Rapat gabungan tersebut diantaranya juga membicarakan revisi UU Terorisme yang drafnya sudah masuk ke DPR. Secara garis besar, pemerintah berharap DPR segera menuntaskan pembahasan dalam masa sidang kali ini yang bakal berakhir pada Maret 2016 mendatang.


Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq menambahkan, bagaimanapun juga aparat keamanan telah kecolongan. Mestinya, tambah dia, berdasar deteksi dini yang dilakukan, upaya cegah tangkal bisa dilakukan. 

“Beruntung, dibayar dengan kesigapan, kecepatan mengatasi pasca ledakan, ada kesiagaan,” kata Mahfudz.(jpg/ent)

0 komentar:

Post a Comment