BOGOR-Kondisi udara yang kita hirup setiap hari menentukan kualitas hidup. Berdasarkan studi terbaru World Health Organization (WHO), setiap tahun lebih dari tiga juta orang meninggal dunia akibat terpapar polusi udara terlalu lama. Badan Kesehatan Dunia tersebut mencatat, angka itu bakal meningkat menjadi 6,6 juta kematian per tahun pada 2050. Kematian akibat polusi udara ternyata lebih berbahaya ketimbang infeksi HIV dan malaria.
Lantas, bagaimana dengan kualitas udara di Kota Bogor? Dari data terakhir Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Kota Bogor, kualitas udara di Kota Hujan berdasarkan sejumlah parameter di antaranya kandungan hidrokarbon, oksigen, sulfur, dan partikel, diketahui bahwa kandungan zat pencemar udara berada di level yang mengkhawatirkan.
"Dari tahun ke tahun kualitas udara kita memang menurun," ujar Kabid Pengendalian Pencemaran Lingkungan Konservasi Perubahan Iklim pada DKLH Kota Bogor Dian Herdiawan kepada Radar Bogor.
Contohnya, kadar karbon monoksida (CO) yang telah melebihi baku mutu, yakni mencapai 1.547,9 miugram per meter kubik. Padahal, standar baku mutu yang ditetapkan 1.000 miugram per meter kubik.
Kondisi ini tidak bisa dipandang remeh karena apabila CO terisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh.
Menurut Dian, tingginya gas CO karena meningkatnya pencemaran dan jumlah kendaraan yang makin hari kian bertambah. Karena itu, perlu dilakukan langkah radikal untuk mengurangi pencemaran udara. "
Selain menanam pohon, pemilihan jenis bahan bakar minyak (BBM) juga bisa menjadi upaya dalam menyelamatkan lingkungan. Karena dengan menggunakan oktan yang semakin tinggi, maka akan semakin sempurna pembakaran yang terjadi pada kendaraan tersebut.
"Pengaruhnya sangat signifikan terhadap lingkungan. Jadi, kalau bisa jangan pakai premium. Ganti ke pertalite atau pertamax untuk pembakaran yang lebih sempurna. Maka, emisi gas buang kendaraan yang menghasilkan timbal dan CO itu juga akan berkurang," tuturnya.
Guru Besar IPB Prof Hadi Susilo Arifin menilai, setiap pembangunan pasti akan berbenturan dengan kondisi lingkungan. Dengan adanya perubahan struktur, jelas mengubah fungsi pepohonan yang berubah menjadi lahan pembangunan.
Kondisi tersebut tidak dapat dimungkiri dapat mengurangi pasokan oksigen. Namun, jika dilakukan perencanaan yang baik dalam pembangunan seharusnya bisa meminimalisasi benturan sekecil mungkin.
"Pembangunan jalan memang penting untuk dilaksanakan, karena jika tidak dilakukan akan terus terjadi kemacetan. Tapi, dalam pembangunan tetap harus ada sosialisasi, dan memberikan dinding pembatas berupa seng untuk menutupi area yang dibangun," bebernya.
Sehingga, kata dia, penebangan pohon tidak terlalu mencolok terlihat oleh masyarakat dan menimbulkan polemik. "Harusnya ada plang berupa dinding seng yang biasa bergambar bangunan yang akan dibangun sehingga tidak mencolok. Dan kemarin di situ (proyek Tol BORR) tidak dilakukan, sehingga masyarakat melihat langsung seakan-akan penebangan yang brutal," ungkapnya.
Menurutnya, jika nantinya proyek tersebut sudah rampung, di bagian median jalannya bisa kembali ditanami pepohonan ataupun tumbuhan. Hadi pun mengusulkan agar Kota Bogor memiliki inovasi dalam menciptakan desain taman yang berbeda dari kota-kota lainnya. "Kalau bisa Bogor itu bisa jadi trendsetter, bukan jadi follower. Menciptakan desain taman yang beda dari kota-kota lainnya, supaya kota lain yang meniru kita," tuturnya. (ent)
0 komentar:
Post a Comment