Banner 1

Monday, 30 January 2017

Yadi Supriadi, Ubah Indentitas Premanisme dengan Kreativitas Olah Sampah


TAMBUN – Kampung Gabus memang dikenal dengan jawara silatnya. Bahkan kampung ini juga sering disebut sebagai Kampung Mandor. Entah apa alasannya, namun yang pasti nama Kampung Gabus dikenal oleh warga asli Bekasi.

Ketenaran nama Kampung Gabus dimanfaatkan oleh Yadi Supriadi (32). Ia menggunakan nama gabus sebagai pelengkap nama usahanya yakni Gabus Souvenir.Setiap hari Yadi mengumpulkan sampah yang bisa diolah kembali seperti plastik, spoons, kain, ranting bambu, gipsum, bahkan sekam. Semua barang-barang itu ia sulap menjadi berbagai barang seperti miniatur sepeda, bross, patung kecil, maket, dan kerajinan lainnya.

Warga Kampung Gabus Duku, RT 02/ 04, Desa Srimukti, Kecamatan Tambun Utara ini mengembangkan potensi kreatif yang diracik berdua dengan temannya, yakni memanfaatkan sampah dan barang tidak terpakai untuk dijadikan barang bernilai ekonomis.

“Kita ingin merubah (kata premanisme) itu semua. Ditambah lagi Tambun Utara identik dengan premanisme. Kita ingin jadikan orang kreatif,” katanya.

Yadi menjalani usahanya sejak 2007 lalu. Produk kerajinan tangannya sering dipamerkan di festival kebudayaan dan juga di media sosial. Pembelinya kebanyakan dari luar Bekasi dan Jakarta, seperti Bandung bahkan hingga Irian Jaya.

“Biasanya mereka mesen produk souvenir pesanan dari facebook. Mau dibuat seperti apa, nanti kita buatkan. Mereka tentukan temanya, tentu semua kita bikin juga dari bahan bekas,” ungkap Yadi.

Harga produk kreasinya beragam. Untuk satu buah bross dengan bahan kain dibanderol Rp2 ribu, sedangkan yang memiliki karakter budaya Betawi dijual seharga Rp5 ribu. Sedangkan untuk seri karakter kebudayaan Betawi lengkap dengan rumah khasnya dibanderol Rp250 ribu.

“Lewat produk ini kita juga ingin mengangkat kearifan lokal di Gabus. Mempromosikan budaya. Makanya saya bikin ada yang silat, ada yang mengaji, ada yang pakai baju budaya Betawi,” ungkap lelaki berjenggot tipis ini.

Yadi tak hanya disibukan dengan produksi barang kreativitasnya. Tapi ia juga memiliki rutinitas menularkan kreativitasnya kepada puluhan muridnya di Sekolah Kreatif Gubuk Kreasi di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan, Kampung Gabus Gedong, Kecamatan Tambun Utara.

“Sekarang sampah ada di mana-mana, karena itu kita manfaatkan. Kita juga melatih anak-anak supaya menjadi terampil,” tutur Yadi.

Ia berharap Pemerintah Kabupaten Bekasi memperhatikan industri kreatif rumahan yang ia rintis. Karena di Kampung Gabus banyak masyarakat yang berpotensi namun tidak tersalurkan.

“Berharap teman-teman yang kreatif di sini diperhatikan. Banyak prestasi tapi enggak disalurkan. Desa tolong diperhatikan dan juga kepada Ibu Bupati,” ungkap Yadi.(ent)

0 komentar:

Post a Comment