Banner 1

Thursday, 1 August 2019

Wali Kota bukan Level Gibran-Kaesang


JAKARTA-RADAR BOGOR, Beberapa hari belakangan nama putra Presiden Jokowi sempat dikaitkan dengan politik. Menyusul dengan hasil survei yang digelar Laboratorium Kebijakan Publik Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta.
Nama Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep muncul dalam survei calon wali kota Surakarta periode 2020-2025. Dari hasil survei itu disebut keduanya memiliki popularitas yang tinggi dan berpeluang terpilih sebagai wali kota. Keduanya mengalahkan nama-nama yang sudah dikenal dalam kancah politik daerah setempat.
Menurut Pengamat politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Andriadi Achmad, berpeluangnya Gibran dan Kaesang untuk maju di Pilwali Surakarta cukup menarik untuk di telaah, diteliti, dan dipelajari secara utuh. Hasil survei tersebut mengisyaratkan politik dinasti atau politik keturunan itu masih ada di Tanah Air.
“Kabar itu sepertinya jauh sekali dengan keseharian dua putra presiden tersebut. Selama ini mereka lebih dikenal sebagai pengusaha muda di bidang masing-masing. Bukan terjun dalam politik praktis,” ungkap Andriadi kepada JawaPos.com, Kamis (1/8).
Untuk diketahui, selama ini Gibran lebih banyak berkecimpung dengan bisnis martabak, sedangkan Kaesang bisnis pisang. Begitu juga dengan menantu Presiden Jokowi, Bobby Afif Nasution. Dia dikaitkan juga dengan Pilwali Medan. Selama ini dia dikenal sebagai pengusaha properti.
Lebih jauh direktur eksekutif Nusantara Institute for PolCom SRC menuturkan, sebetulnya politik dinasti atau keturunan keluarga sebetulnya sudah tidak ada lagi karena Indonesia kini negara demokrasi. Bukan kerajaan yang dipimpin raja. Hanya saja dalam konteks berdemokrasi, politik dinasti itu seakan muncul.
Semua itu terlihat dari fakta sejarah akan kiprah para politisi besar di Tanah Air. Ada bayang-bayang nama orang tua mereka yang lebih dulu berkiprah di kancah politik. Sebut saja Megawati Soekarno Putri, presiden kelima Indonesia, yang merupakan putri dari Presiden Soekarno.
Tommy Soeharto dan Titiek Soeharto merupakan anak dari Soeharto (Presiden Kedua RI), Yennny Wahid putri Gus Dur (putri presiden keempat). Terakhir yang belakangann muncul Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), anak Susilo Bambang Yudhoyono (presiden keenam).
Dari semua itu, baru Megawati yang sukses mencapai pada posisi politiknya, yakni jadi presiden ketiga RI. Sementara nama-nama lainnya berkecimpung di ranah politik tapi posisinya belum strategis.
Kembali ke Gibran dan Kaesang, kata Andri, jika tetap dipaksakan berpolitik, maka kursi wali kota tidaklah pantas bagi mereka. Itu kursi politik yang begitu jauh dari kepopuleran nama orang tuanya, Jokowi, yang kini Presiden RI. “Wali kota itu bukan level Gibran dan Kaesang. Kalau mau berpolitik praktis langsung saja ke level nasional,” tandas alumnus pascasarjana UI ini.
Alasan maju di level nasional, kata Andri, peluang Gibran dan Kaesang tidak jauh beda dengan AHY, Puan Maharani, dan Yenny Wahid. Ketiga nama itu telah muncul di permukaan politik nasional. “Oleh karena itu, menggadangkan Gibran atau Kaesang maju di Pilwali Solo sama saja dengan memakaikan baju dan celana yang kesempitan,” ujarnya mengilustrasikan.
Akan tetapi hingga kini faktanya kedua “putra mahkota” itu, nyaris tidak terlihat nafsu politiknya. Berbeda dengan Puan Maharani, Yenny Wahid, dan AHY. Mereka sudah all out dalam politik praktis.
Pendapat Andri ini seakan sejalan dengan Ketua DPC Partai Gerindra Solo Ardianto Kuswinarno sebelumnya. Dia menyebut Gibran lebih fasih berbisnis ketimbang terjun ke ranah politik. ”Siapa pun boleh mencalonkan, namun ya harus dikaji lagi. Bukan berarti kalau anak presiden pasti paham politik karena politik kan dinamis sekali,” katanya kepada Jawa Pos Radar Solo.
Sementara itu, Sekretaris DPC PDIP Surakarta Teguh menilai, Gibran belum memiliki jam terbang politik. Masih perlu diasah meski memang pemilihan wali kota Surakarta baru dihelat tahun depan.
”Kalau bicara populer, ya anak-anak muda yang muncul di media sosial itu jauh lebih populer. Saya kira itu saja tidak cukup,” kata Teguh yang masuk salah satu kandidat cawali dari internal partai itu kepada Jawa Pos Radar Solo.
Politikus senior Partai Golkar Solo Taufiqurrahman juga meyakini sosok Gibran hanya muncul dalam survei. ”Saya yakin Gibran nggak mungkin maju. Tapi, kalau maju, pasti akan mendekati PDIP,” ucapnya. (JPG)

0 komentar:

Post a Comment