Banner 1

Wednesday 28 August 2019

Iuran BPJS Kesehatan Diusulkan Naik Dua Kali Lipat, Segini Besarannya


JAKARTA – RADAR BOGOR, Defisit BPJS Kesehatan yang semakin kronis, membuat wacana kenaikan iuran kembali mengemuka.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai penyesuaian tarif harus dilakukan. Itu juga sejalan dengan usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Per 1 Agustus lalu, jumlah peserta BPJS Kesehatan sebanyak 223.347.554 jiwa. Namun, yang memanfaatkan layanan fasilitas kesehatan mencapai 233,9 juta jiwa per tahun.
”Mayoritas peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional, Red) ditanggung pemerintah. Baik TNI, Polri, atau ASN dan PBI,” ucap Ani, sapaan Sri Mulyani saat rapat gabungan Komisi IX dan XI DPR yang membahas persoalan BPJS Kesehatan kemarin.
Hal itu menjadi salah satu pemicu defisit. Berdasar rencana kerja anggaran tahunan (RKAT) yang dilaporkan ke Kemenkeu, tahun ini BPJS Kesehatan diprediksi mengalami defisit Rp28 triliun.
Namun, baru berjalan hingga Agustus, lembaga tersebut melaporkan kembali ke Kemenkeu bahwa tahun ini bisa defisit Rp32 triliun.
Melihat peserta BPJS Kesehatan lebih banyak dibiayai pemerintah, langkah menaikkan iuran dirasa tepat. Kenaikan dilakukan bertahap. Pertama, kenaikan per bulan ini untuk PBI yang mendapat kelas III.
Pemerintah pusat akan menanggung kenaikan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN dan APBD. Sedangkan untuk TNI, Polri, dan ASN pusat dimulai 1 Oktober. Selama ini pembiayaannya dilakukan dengan pemotongan gaji.
Dengan demikian, per Oktober BPJS Kesehatan memiliki tambahan dana Rp 13,5 triliun. Namun, rapat gabungan kemarin belum memutuskan kenaikan iuran tersebut.
Dalam rapat tersebut ada dua usulan terkait kenaikan tarif. Yakni dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang meminta kenaikan iuran PBI harus naik dari Rp 23 ribu per jiwa menjadi Rp 42 ribu.
Sedangkan untuk kategori Peserta Penerima Upah (PPU) Badan Usaha dinaikkan menjadi sebesar 5 persen dengan batas upah sebesar Rp12 juta, dari yang sebelumnya Rp8 juta.
Selanjutnya untuk iuran Peserta Penerima Upah (PPU) Pemerintah, akan berlaku tarif iuran sebesar 5 persen dari Take Home Pay dari yang sebelumnya 5 persen dari gaji pokok + tunjangan keluarga.
Namun, untuk iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau masyarakat biasa akan mengalami kenaikan hampir 100 persen.
Untuk peserta jaminan sosial kelas 1, iurannya akan naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 120 ribu per jiwa perbulan.
Kemudian untuk kelas II, akan naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 75 ribu per jiwa perbulan, dan Kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu per jiwa perbulan.

“Harus diiingat, jika usulan dimulai berlakukan tahun 2020, maka dapat dicapai sustainable dana JKN sampai akhir 2021,” kata Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni.
Tubagus membeberkan alasan mengapa kenaikan iuran jaminan sosial kesehatan harus dilakukan oleh pemerintah.
“Karena ada akumulasi defisit, masih ada defisit yang masih terjadi karena akibat dari akumulasi defisit yang terjadi sebelumnya,” pungkasnya.
Selain DJSN usulan kenaikan iuran juga datang dari Menteri Keungan Sri Mulyani.
Ia meminta iuran PBPU untuk kelas I dan II harus mengalami kenaikan sampai dengan 100 persen di setiap kelasnya.
Yakni, kelas II menjadi Rp 110 ribu per jiwa perbulan dan kelas I menjadi Rp 160 ribu per jiwa perbulan.
Namun, untuk kelas III, usulannya sama dengan usulan DJSN yakni sebesar Rp 42 ribu per jiwa perbulan.
Selain menaikan iuran, ada langkah lain yang akan diambil. Deputi bidang koordinasi peningkatan kesehatanKemenko PMK Agus Suprapto menuturkan bahwa kementeriannya telah melakukan rapat koordinasi antar menteri dan lembaga untuk menyelesaikan masalah BPJS Kesehatan.
Untuk menindaklanjuti hasil audit BPKP, Kemenko PMK telah menyusun rencana.
Misalnya untuk 27.443.550 data bermasalah, sudah dilakukan cleansing data yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan, Kemenkes, Kemensos, dan Kemendagri.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris yang ditemui di tempat yang sama menyebutkan bahwa pihaknya telah menyelesaikan tindak lanjut cleansing data.
Sebanyak 16.789.020 sudah diperbaiki. Selanjutnya 10.654.530 data tidak bisa diperbaiki. Untuk itu BPJS Kesehatan telah meminta Kemensos dan Kemendagri membantu.
Upaya lainnya adalah penyesuaian kelas rumah sakit. Menurut temuan BPKP ada 615 rumah sakit yang tidak sesuai kelas dengan pelayanan yang ada. untuk itu Kemenkes pun telah melakukan peninjauan. ”194 RS tidak sesuai kelas,” tutur Menteri Kesehatan Nila Moeloek.
Adanya perbaikan kelas ini, pembayaran yang dilakukan BPJS Kesehatan pun akan disesuaikan. Sehingga tidak ada kebocoran lagi.
Terkait dengan kenaikan iuran, Nila pun menyetujui hal itu. Dia tidak menampik bahwa penyesuaian iuran harus dilakuan.
Rapat gabungan tersebut diskors hingga beberapa hari kedepan. Rapat yang dimulai kemarin pukul14.00 hingga 19.00 itu belum memutuskan apakah iuran naik atau tidak.
Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengungkapkan pemerintah harus berhati-hati dalam menaikan iuran. Terutama untuk peserta mandiri.
Dia khawatir kalau dinaikan secara serampangan, tidak lama kemudian akan diturunkan lagi. Seperti kejadian perpres No. 19/2016 yang menaikan iuran klas III dari 25.500 jadi 30.000 ditolak masyarakat lalu sebulan kemudian presiden tandatangan perpres no. 28/2016 yg menurunkan kembali iuran klas 3 mandiri ke angka semula yaitu Rp. 25.500. ”Bertahap saja kenaikan iuran untuk peserta mandiri,” ucapnya. (lyn/rin)

0 komentar:

Post a Comment