CIAWI-RADAR BOGOR, Rencana pemerintah memberikan dua opsi sebagai solusi mengurai kemacetan di kawasan Puncak Bogor, yaitu penerapan sistem ganjil genap dan pelarangan masuk kendaraan berpelat B, mendapat penolakan langsung dari Bupati Bogor, Ade Yasin.
AY, sapaan akbrab bupati, menilai peraturan tersebut mengancam sumber pemasukan tempat wisata di Kabupaten Bogor bagian Selatan. “Pengunjung tempat wisata rata-rata orang Jakarta. Aneh, Puncak-kan tempat wisata,” ucapnya.
Menurutnya, yang perlu dilakukan segera adalah pelebaran jalan raya Puncak. Ia menyebutkan bahwa biang kemacetan yang selama ini terjadi disebabkan ruas jalan yang tidak sebanding dengan volume kendaraan.
“Solusinya adalah segera dibangun Jalur Poros Timur Tengah (PTT) atau Jalur Puncak II. Bukan pelarangan kendaraan plat B. Kasian para pelaku usaha di Puncak, hotel, restoran,” singkatnya.
Penolakan juga datang dari para pelaku bisnis kawasan tersebut. Event Manager Taman Wisata Matahari, Ilham menyebutkan, rencana pencanangan kedua skenario sebagai dasar pemecah masalah kemacetan tersebut pastinya mengguncang dunia pariwisata Puncak.
Kata dia, Pemkab Bogor juga akan turut dirugikan, karena keduanya pasti akan menganggu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor industri pariwisata. “Tidak hanya pemerintah dan pelaku usaha, perekonomian warga sekitar juga akan menurun. Apalagi warga yang memiliki Usaha Kecil Menengah (UKM),” jelasnya kepada Radar Bogor, Minggu (27/1).
Berkaitan dengan penurunan PAD, sambung Ilham, Pemkab Bogor pastinya juga tidak ingin kehilangan pajak pendapatan. Karena kedua skenario ini akan sangat berimbas terhadap pajak yang berasal dari para wisatawan. Sementara saat ini, kata dia, untuk PAD sektor pariwisata Puncak, menyumbang sebanyak 40 persen pendapatan daerah.
“Untuk PAD sektor pariwisata nilainnya cukup bagus. Mungkin kalau kedua skenario itu diterapkan, PAD bisa turun setengahnya,” terangnya.
Pasalnya, pengunjung yang hendak berwisata di Puncak rata-rata membawa kendaraan berplat B. Bahkan, untuk TWM sendiri, jumlah kunjungan wisata yang mendominasi berasal dari Jabodetabek. “Jakarta yang paling dominan. Pengunjung pariwisata Puncak itu 80 persen dari luar Bogor,” ungkapnya.
Namun , terkait dengan kedua skenario tersebut, lanjut Ilham, pihaknya sejauh ini juga belum mendapatkan sosialisasi dari pihak-pihak berkaitan. “Sebagai pelaku industri pariwisata kita mengikuti dulu, kita tidak mau bilang itu salah atau benar. Kita juga masih belum ada koordinasi sesama pelaku pariwisata,” paparnya.
Senada, salah satu owner Restauran KM 77, Kecamatan Cisarua, David beranggapan bahwa pemberlakuan ganjil-genap maupun pelarangan plat B akan menutup sumber pendapatan bagi para pelaku usaha di kawasan Puncak.
Pasalnya, kebijakan seperti satu arah (One Way) di Puncak Bogor dirasa sudah merugikan sekian persen pendapatan pengusaha maupun pedagang kecil lainnya. “Waktu libur, diberlakukan One Way, pasti pendapatan pedagang turun. Tapi gak begitu signifikan. Coba bandingkan kalau plat B dilarang?!,” tegasnya. (rp1/c)
0 komentar:
Post a Comment