Wednesday, 20 September 2017
Home »
» Pendapatan Daerah Kota Bogor Baru Rp1,4 Triliun
Pendapatan Daerah Kota Bogor Baru Rp1,4 Triliun
BOGOR – Memasuki pertengahan bulan September, realisasi pendapatan daerah Kota Bogor baru di angka Rp1,432 triliun atau 68,83 persen dari target Rp2,081 trilun APBD Kota Bogor tahun ini.
Meski tersisa kurang dari 3-4 bulan lagi untuk mencapai target, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor mengaku optimis target tersebut akan tercapai. “Meski sedikitnya ada empat kantong potensi pendapatan daerah yang berkurang,” ujar Kabid Penetapan dan Pengolahan Data Bapenda Kota Bogor, Evandy Dahni.
Dia menjelaskan, pendapatan daerah terbagi menjadi tiga komponen, antara lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan capaian Rp571,973 miliar (78.50 persen), kemudian dana perimbangan Rp763,382 miliar (66.48 persen) dan lain-lain PAD yang sah senilai Rp97,144 juta (47.57 persen).
“Kalau PAD juga terdiri dari tiga komponen, yakni pajak daerah, retribusi dan Lain-lain PAD. Untuk pajak sudah terealisasi Rp340,519, miliar (69.82 persen). Sedangkan retribusi yang terealisasi baru Rp26,103 miliar (61.02 persen). Rata-rata diatas 50 persen, tapi khusus retribusi seharusnya sudah mencapai 65 persen realisasinya,” beber Evan.
Menurut dia, hal ini disebabkan karena adanya penurunan retribusi yang dikelola oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTST) yang menghentikan retribusi izin gangguan keramaian/HO. Jadi sejak April 2017 dihentikan pungutan retribusi HO. Untuk tahun 2018 sendiri potensi HO yang hilang mencapai Rp9,5 miliar.
“Kai tetap optimis target pendapatan daerah akan tercapai, terlebih untuk pajak jika dilihat dari tren setiap bulan, tiga bulan tersisa bisa dioptimalkan.
Tapi khusus untuk pajak penerangan jalan (PPJ) tidak tercapai, dikarenakan ada perubahan Peraturan Daerah (Perda) tentang PPJ, yang seharusnya saat penyusunan APBD target 2017, diprediksi bisa diterapkan di Januari 2017, ternyata pembahasannya terlambat, dan baru bisa dipungut Juli 2017,” imbuhnya.
Dia menambahkan yang tidak akan tercapai juga pajak air tanah. Ada dua persoalan pertama, karena berpindahnya perizinan yang awalnya ada di pemerinah kota, berpindah ke provinsi, jadi ada rentang kendali, birokrasi bagi wajib retribusi, penyesuaiannya sendiri sedang dihitung tapi kemungkinan besar antara Rp750 juta hingga Rp1 miliar.
“Satu lagi penyebabnya semakin banyaknya pengguna air tanah beralih ke PDAM. Jadi ruang lingkup layanan PDAM semakin meningkat, sehingga wajib retribusi lebih memilih menggunakan PDAM. Selain itu, potensi retribusi yang hilang dari lahan parkir di tepi yang juga berkurang. Kalau yang lain lain masih optimis akan tercapai,” kata dia lagi.
Untuk menutupi kekurangan, pihaknya akan mengoptimalkan pajak hiburan, berupa restoran dan hotel. Disamping juga terus melakukan pengawasan kepada wajib pajak (WP).
“Untuk mencapai target tiga bulan tersisa, upaya yang dilakukan pertama sosialisasi, terutama untuk PBB, yang akan jatuh tempo 30 September. Kemudian membuka pendekatan normatif yakni pemasangan plang terhadap wajib pajak yang belum melakukan pembayaran pajak, baik PBB, air tanah dan lain-lain,” urainya.
Setelah jatuh tempo nanti jika masih ada sisa piutang berjalan di tahun sebelumnya, kata Evan, upaya represif akan terus dilakukan. Ketika dalam jatuh tempo pajak tidak dipenuhi, ada dua sanksi yang akan diterapkan.
Pertama sanksi administrasi, dalam arti bahwa WP yang terlambat akan dikenakan denda dua persen tiap bulan, maksimal 24 bulan, jadi 24 persen. “Sanksi lainnya adalah pemasangan plang terhadap WP yang belum memenuhi pajak,” tandasnya.
0 komentar:
Post a Comment