Banner 1

Thursday, 7 April 2016

Mulai Lancar, tapi Tidak Aman


BOGOR-Program mengurai kemacetan sistem satu arah (SSA) di seputaran Kebun Raya Bogor mulai lancar, namun menyisakan dilema. 

Dua jembatan utama yang dilalui jalur SSA, yakni Jembatan Sempur dan Otto Iskandardinata (Otista) dalam kondisi buruk. 

Jembatan yang dibangun pada masa Hindia Belanda itu, mengalami penurunan 15 sentimeter (cm) dan tidak bisa dilewati truk dan bus dengan tonase 30 ton.

Itu membuat jalur SSA tidak aman. Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Bogor Sudraji mengatakan, telah terjadi penurunan 15 cm pada struktur bangunan Jembatan Sempur, sejak dibangun masa Belanda dulu. 

"Masih aman dilewati kendaraan yang bobotnya di bawah 30 ton. Tetapi, kalau dilewati kendaraan berbobot 30 ton, bisa berbahaya," ujarnya.

Menurut Sudraji, dibutuhkan dana Rp25 miliar untuk perbaikan dan pelebaran Jembatan Sempur. Saat ini, detail engineering design (DED) sudah dibuat, dan tinggal menunggu persetujuan anggaran DPRD untuk ditampung di APBD 2017.  

"Sementara untuk dua kondisi jembatan di Jalan Otista, masih aman untuk kendaraan bus dan truk. Disebabkan mengalami penyempitan jalur, maka dilakukan pelebaran dengan membongkar jalur pedestrian di sisi kiri dan kanan jembatan," jelasnya.

Walikota Bogor Bima Arya menyebutkan, untuk sementara truk dan bus bertonase besar tidak boleh melalui Jembatan Sempur atau Jalan Jalak Harupat. 

Pihaknya pun sedang berusaha mengurangi volume kendaraan, terutama bus dan truk yang melintasi SSA. 

"Dengan demikian, akan ada jeda untuk memperkuat struktur jembatan. Tapi karena anggarannya belum ada, masih dipergunakan anggaran yang satu paket dengan pembangunan jalur pedestrian seputaran Kebun Raya Bogor," ucapnya.

Untuk perbaikan ke depan, kata Bima, dananya masih dicari. 

Tapi, pada prinsipnya, Jembatan Sempur dan dua jembatan di Otista tidak akan dibongkar, melainkan diperkuat. 

Pantauan Radar Bogor, beberapa bus AKAP dan AKDP masih melintas di Jalan Juanda meski sudah ada larangan kendaraan dengan tonase besar. 

Begitu juga dengan bus lain, terutama bus pariwisata, masih saja melewati Jembatan Sempur.

Kasi Pengendalian dan Ketertiban (Daltib) DLLAJ Kota Bogor Empar Suparta mengatakan, surat larangan bus dan truk masuk kota atau melintasi jalur SSA, yaitu Jalan Otista-Juanda-Jalak Harupat, baru mereka kirimkan ke PO Bus kemarin pagi (6/4).

"Semua bus AKDP dan AKAP dari Terminal Baranangsiang atau Tajur, akan dilarang masuk kota dan diarahkan ke Tol Jagorawi. Ini penting untuk mengurangi volume kendaraan yang melintas di jalur utama SSA. 

Surat sudah diserahkan ke pemilik bus hari ini (kemarin, red)," jelasnya.

Sementara itu, perbaikan Jembatan Sempur dan Otista juga akan terbentur dengan aturan bangunan cagar budaya (BCB). 

Dua jembatan itu sudah didata Dinas Budaya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Budparekraf) Kota Bogor untuk masuk BCB.

Kepala Disbudparekraf Shahlan Rasyidi mengatakan, Jembatan Sempur merupakan jembatan yang dibangun pada awal 1900-an. 

Hal itu berdasarkan bukti foto tahun 1920, di mana kondisi jembatan sudah bagus. "Pembangunan Jembatan Sempur hampir sama dengan pembangunan jembatan yang ada di dalam Kebun Raya Bogor, berdasarkan bukti foto yang kita miliki," ungkapnya.

Sesuai ketentuan UU No 11 Tahun 2010 tentang Bangunan Cagar Budaya, maka Jembatan Sempur termasuk kategori BCB. 

Namun, Shahlan mengakui, belum ada surat keputusan (SK) resmi dari Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan untuk menyatakan kedua jembatan itu sebagai BCB. 

"Pendataan BCB masih di dinas kita dan sudah kami usulkan, tapi dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata belum ada SK-nya," jelasnya.

Oleh sebab itu, kata Shahlan, ada beberapa hal yang menjadi pedoman jika bangunan ini diperbaiki. 

Bangunan bisa diperbaiki dengan catatan bentuknya sama. Karakteristik dan estetika bangunan tetap dipertahankan.

Kecelakaan Beruntun

Uji coba SSA hari keenam di seputaran Kebun Raya Bogor, harus diwarnai kecelakaan beruntun, kemarin (6/4). 

Tiga mobil saling seruduk, sekitar pukul 11.00 WIB di depan Hotel Salak, Jalan Juanda.

sInsiden itu dipicu adanya beberapa pengendara sepeda motor dan mobil yang nekat melawan arus satu arah tersebut.   

Saksi mata Soleh (45) mengatakan, kejadian nahas itu bermula ketika dua mobil pribadi jenis Suzuki Karimun dan Mazda belok kanan di simpang Hotel Salak The Heritage dan melawan arus SSA.

Tindakan pengemudi itu semula sempat diperingatkan oleh sopir becak yang mangkal di persimpangan. Namun, kedua pengendara tetap membandel dan nekat masuk ke jalur utama SSA. 

Sementara di saat bersamaan ada tiga mobil melaju dengan kecepatan sedang dari arah Balaikota Bogor.

Toyota Rush F 1830 EP di depan, menyusul Gran Max  B 9307 UCA, dan paling belakang bus Karya Jaya B 7797 UM. 

Melihat dua kendaraan dari arah berlawanan yang mucul mendadak, sopir Toyota Rush pun terkejut, dan sontak mengerem mendadak. 

Akibatnya, tabrakan beruntun terjadi. 

"Ketiga mobil itu tidak telalu cepat. 

Kalau cepat, pasti sudah terguling. Terdengar tadi suara keras tabrakan," ujar Soleh, sopir becak yang sering mangkal di lokasi kejadian. 

Sesudah tabrakan, sopir Karimun dan Mazda yang belum diketahui identitasnya itu, langsung kabur ke arah simpang Denpom. 

Sementara ketiga pengendara yang terlibat tabrakan turun dari mobil masing-masing dan bertengkar.  

"Memang sudah sering melawan arah di depan Hotel Salak, padahal sudah ada rambu-rambu dilarang belok kanan," ucap Soleh.

Pasca kejadian, Toyota Rush mengalami penyok di belakang. 

Sementara Gran Max mengalami pecah lampu belakang dan depan sebelah kanan. Kondisi bus Karya Jaya lebih parah lagi, karena mengalami penyok di depan dan lampu depan kanan juga pecah.

Sopir Toyota Rush, Irawan dan penumpang di dalam tidak mau disalahkan. 

Mereka malah menyalahkan yang menabrak dari belakang. 

"Bukan saya yang salah, mereka yang salah, kami sudah mengerem. 

Harusnya kalau bawa mobil, jaga jarak aman," ungkap Irawan yang mengaku tinggal di Jakarta.

Sopir Gran Max, Ahmad tidak mau mengalah. 

Dia mengaku menabrak Toyota Rush karena ngerem mendadak. 

Dia merupakan sales Koyo Cabe dan hendak mengantarkan barang ke warung-warung di Kota Bogor. 

Seolah tak mau disalahkan, Hasanuddin juga membela diri. 

Sopir Karya Jaya ini mengatakan, seharusnya mobil di depan tak boleh ngerem mendadak. "Saya baru dari Terminal Baranangsiang, mau ke Depok. 

Penumpang belum ada," keluhnya.

Tak berselang lama, Kasat Lantas Polres Bogor Kota AKP Irwandi dan Kasi Pengendalian dan Ketertiban (Daltib) DLLAJ Kota Bogor Empar Suparta tiba di lokasi. 

Ketiga mobil lalu dibawa ke Unit Laka Lantas Polres Bogor Kota. 

"Ketiganya berdamai, memilih jalan musyawarah dan memperbaiki sendiri kendaraannya," beber Irwan.(ent)

0 komentar:

Post a Comment