BOGOR – Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota
Bogor resmi menyatakan dukunganya terhadap Sistem Satu Arah (SSA) yang
diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor searah jarum jam di sekeliling
kawasan Kebun Raya Bogor (KRB).
Walikota Bogor, Bima Arya masih
melanjutkan tahap ujicoba SSA ini.
Dukungan ini berdasarkan rapat pleno yang dilakukan di Sekretariat Muhammadiyah di Jalan Merdeka pada Sabtu (9/4/2016) lalu.
Sekretaris Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bogor, M Fauzi Sutopo
mengatakan, dukungan tersebut dilandaskan tujuh pertimbangan dan catatan
penting.
Pertama, kebijakan SSA merupakan kesatuan dalam kerangka besar
(grand design) yang bersifat holistik, terpadu, transparan dan
akuntabel dalam menyelesaikan berbagai permasalahan Kota Bogor.
“Seperti penanganan transportasi, penanganan kemiskinan, penanganan
kebersihan, dan penanganan pedagang kaki lima,” kata Fauzi kepada
Pojoksatu, Selasa (12/4/2016).
Kedua, diperlukan kebijakan pendukung (supporting policy) dalam
menata dan mewujudkan kawasan agar steril dari pedagang kaki lima (PKL).
Seperti di sepanjang Jalan Nyi Raja Permas, Dewi Sartika, MA Salmun
Kebun Kembang, dan Stasiun Bogor karena bisa jadi digunakan sebagai
jalur alternatif bagi kendaraan.
“Apabila tidak benar-benar steril dari PKL, maka berpotensi terjadi
penumpukan kendaraan dan kemacetan lalu lintas yang berdampak pada
keberhasilan SSA,” ujar Fauzi.
Ketiga, minimnya rambu lalu lintas di sepanjang jalan seputar KRB.
Seperti, Jalan Bangka, Jalan R Shaleh Syarif Bustaman atau menuju Empang
dari mal BTM, Jalan Paledang, Jalan Kapten Muslihat, Jalan Gedong Sawah
atau samping Hotel Salak, Jalan Sudirman, Jalan Salak ke arah Taman
Kencana – Jalan Gunung Gede, dan Jalan Halimun ke arah RRI – Jalan
Gunung Gede – Bogor Baru.
“Pada jalan-jalan tersebut masih terjadi dua arah yang dapat
menimbulkan ketersendatan lalu lintas bergerak karena terjadi pertemuan
arus lalu lintas, sehingga diperlukanrambu-rambu lalulintas atau
petunjuk rambudua arah,” ungkap Fauzi.
Lalu, rambu-rambu yang menuju arah ke Warung Jambu, baik di pertigaan
Jalan depan Regina Pacis maupun di pertigaan Sempur – JalakHarupat
melalui Jalan Salak.
Keempat, guna menghindari kemunculan PKL buah dan sejenisnya di
trotoar dan Jalan Otista (sisi Selatan), sebaiknya ditiadakan rambu
parkir di badan jalan Otista– Pasar Bogor.
“Kalaupun ada dengan jumlah kendaraan roda empat atau roda dua
terbatas di halaman tempat parkir tersedia depan Apotik Berbakti masuk
ke dalam ke arah Selatan depan bangunan toko Pot Bunga Tanaman Hias,”
kata Fauzi lagi.
Kelima, untuk menghindari bottle neck di depan Tugu Kujang –
pertigaan Jalan Bangka – Jembatan Ciliwung Otista, maka diperlukan
pengaturan yang tepat mulai dari muara Jalan Tol Jagorawi – depan
Terminal Barangsiang termasuk keluarnya bus-bus luar kota dalam propinsi
atau bus antar kota antar propinsi (AKAP) dari terminal. Juga keluar
masuk ke Jalan Bangka dan pentingnya pelebaran badan jalan di atas
Jembatan Ciliwung Otista.
Keenam, melarang masuknya mobil besar ke seputar KRB seperti truk
pasar dan sejenisnya, bus besar kecuali bus parawisata pada akhir pekan.
Dan ketujuh, pentingnya pengelolaan lalu lintas dengan menerapkan
Traffic Management Center (TMC) oleh Pemerintah Kota Bogor yang dapat
bekerjasama dengan Polres Kota Bogor, mengingat situasi arus lalu lintas
kendaraan cukup ramai di setiap titik jalan di Kota Bogor agar cepat
terpantau dan segera terurai.
“Termasuk dalam memudahkan koordinasi dengan para pihak terkait,
misalnya saat Presiden RI melakukan sidang kabinet kerja di Istana Bogor
yang perlu koordinasi secara cepat dengan paspampres sebagai suatu
kepatutan dan merupakan prosedur standar operasi tersendiri,” tukas
Fauzi.(ent)
0 komentar:
Post a Comment