Banner 1

Thursday, 7 February 2019

CGM Berlangsung Sukses, Bukti Kota Bogor Menjunjung Tinggi Toleransi


BOGOR-RADAR BOGOR, Kota Bogor sempat dilabeli kota intoleransi. Namun, label itu setidaknya dapat ditepis dengan suksesnya perayaan Cap Go Meh (CGM) atau tahun baru Imlek 2570, Selasa (5/2/2019).
Pasalnya, dalam perayaan tahun baru masyarakat Tionghoa itu dapat dinikmati warga dari berbagai etnis. Mereka berbaur menjadi satu mengarungi pergantian tahun penanggalan Tionghoa ini sebagai event budaya.

BOGOR-RADAR BOGOR, Kota Bogor sempat dilabeli kota intoleransi. Namun, label itu setidaknya dapat ditepis dengan suksesnya perayaan Cap Go Meh (CGM) atau tahun baru Imlek 2570, Selasa (5/2/2019).
Pasalnya, dalam perayaan tahun baru masyarakat Tionghoa itu dapat dinikmati warga dari berbagai etnis. Mereka berbaur menjadi satu mengarungi pergantian tahun penanggalan Tionghoa ini sebagai event budaya.

Toleransi dan intoleransi sepekan ini memang menjadi perbincang publik. Menanggapi itu, Muspida Kota Bogor, tokoh lintas agama dan tokoh masyarakat berkumpul mencari solusi.

Wali Kota Bogor Bima Arya menuturkan, Bogor merupakan kota yang paling plural. Tetapi mengapa ada penelitian bahwa Bogor, kota yang intoleran.
“Jadi apa yang sebenarnya terjadi dan hal-hal apa yang menyebabkan itu,” ujar Bima dalam forum group discussion (FGD) yang bertajuk Harmonisasi Sosial di Kota Bogor, di Pendopo Enam, Perumahan Baranang Siang Indah, Kota Bogor, Senin (4/2) lalu.

Seperti diketahui, berdasarkan survei Setara Institute, Bogor di urutan ketujuh kota intoleran di Indonesia. Predikat ini masih lebih baik dari DKI Jakarta yang berada di urutan ketiga.

Dalam survei yang dilakukan sepanjang November 2017 hingga Oktober 2018 itu ada empat variabel yang diukur yakni Regulasi Pemerintah Kota, Tindakan Pemerintah, Regulasi Sosial, dan Demografi Agama. Termasuk dalam variabel pertama adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan kebijakan yang diskriminatif.

Sedang pernyataan dan tindakan nyata pejabat kunci saat peristiwa intoleransi terjadi masuk di variabel kedua. Variabel ketiga, Regulasi Sosial, memuat peristiwa-peristiwa toleransi serta dinamika masyarakat sipil terkait peristiwa intoleransi. Tapi, Setara Institute tidak menyebutkan kasus apa di Kota Bogor yang membuat kota ini masuk kota intoleran.

Makanya Bima sengaja mengumpulkan semua unsur masyarakat untuk membedah masalah ini. Menurut dia, arus utama Kota Bogor adalah mencintai keberagaman.

Kalaupun ada yang menolak keberagaman itu merupakan kelompok minoritas. “Sehingga saat ini yang dilakukan adalah menampilkan semangat mayoritas ke permukaan karena menjadi karakter Bogor,” bebernya.(gal/d)

0 komentar:

Post a Comment