Banner 1

Thursday, 20 September 2018

Kisah TKI Ilegal di Malaysia, Dipaksa Makan Babi dan Dilarang Salat



MATAM-RADAR BOGOR, Sebanyak 40 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal diamankan di Dermaga Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Batam, Minggu (16/9/2018). JawaPos.com sempat mengulik cerita dari salah satu TKI yang sebelumnya mencari peruntungan di Malaysia dengan jalur tidak resmi.

Saat itu, puluhan TKI ilegal dikumpulkan di dermaga. Salah satunya seorang perempuan dengan masker Hallo Kitty berwarna merah jambu. Dia tampak terus memperhatikan JawaPos.com dan mencoba menyapa dengan menganggukkan kepala.

Duduk bersila dan memakai kacamata, membuatnya tidak terlihat frustasi seperti 39 TKI lainnya. JawaPos.com pun lantas menghampirinya. Ya, perempuan itu bernama Sulastri. Dia adalah TKI ilegal yang menyimpan kisah ketaatan terhadap agama sekaligus loyalitas kepada majikan.

Sulastri berasal dari dari Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Selama bekerja di Malaysia, perempuan 43 tahun itu harus menjalankan salat dengan cara sembunyi-sembunyi. Sebab sang majikan melarangnya untuk menunaikan ibadah wajib dalam agama Islam. Bahkan, Sulastri juga dipaksa memakan daging babi yang jelas diharamkan dalam Islam.

Namun hal itu tidak melunturkan iman Sulastri. Ia pun berani menolak memakan daging babi sekalipun dipaksa. Dengan penuh keyakinan, ia mengatakan bahwa itu bertentangan agamanya. “Saya cari uang untuk akhirat. Mereka paksa saya makan daging babi, saya tidak mau. Sumpah, saya tidak pernah makan,” tegas Sulastri.

Awal mula Sulastri terjerumus dalam ujian keyakinan ini karena tertipu agen TKI yang mengurus kepergiannya ke Malaysia pada 2015. Ia baru menyadari kalau diberangkatkan secara ilegal setelah berada di Malaysia. Ia pun terpaksa menjalani kekeliruan dengan tetap bekerja sesuai arahan pihak yang mengurusnya.

Selama kurang lebih tiga setengah tahun jadi TKI, Sulastri mengaku tidak memiliki masalah terkait pekerjaan. Ia mendapat perlakuan baik dari Ramian, perempuan Tionghoa yang diurusnya. Ramian tidak mempersoalkan aktivitas ibadah, bahkan mengerti dan peduli dengan Sulastri.

“Nenek (Ramian) baik, anak-anaknya yang jahat. Setiap hari saya urus nenek. Saya diajak ke mana nenek pergi,” ungkap perempuan beranak tiga ini.
Sulastri kerap dimarahi anak-anak Ramian ketika ketahuan menjalankan salat. Mereka mengatakan bahwa kalau bekerja dengan harus mengikuti aturan yang dibuat. Salah satunya melarang Sulastri menjalankan salat.

Tapi Sulastri tak mengindahkan larangan itu. Dia sering ketahuan menjalankan salat selama tiga setengah tahun terakhir. Alat-alat salat milik Sulastri sampai dibuang.

Namun, ia tetap pada pendiriannya. Demikian juga ketika dipaksa untuk memakan daging babi. Ia yang ketahuan membuang daging tersebut langsung dimarahi. “Katanya kenapa dibuang, daging itu mahal. Itu haram buat kami, saya bilang. Tetap saja saya dimarahi, tak apa ini untuk akhirat,” ucap Sulastri dengan penuh keyakinan.

Sulastri kemudian memutuskan kembali ke Indonesia setelah Ramian meninggal. Sebelumnya ia bertahan karena memang sayang dan ingin tetap menjaga majikannya meski anak-anaknya tidak suka.
Di luar kesulitannya menjalankan ibadah, hak-haknya sebagai pekerja migran selalu dipenuhi. Bayarannya yang semula hanya RM 1.000, berangsur naik hingga menjadi RM 1.500 di tahun ketiganya bekerja.

Dengan gaji tersebut, Sulastri mampu menyekolahkan ketiga anaknya. Bahkan satu dari ketiganya sudah menjadi guru di Bima. Ia mengaku bersyukur masih bisa mengirimi nafkah untuk kebutuhan anak-anaknya. “Alhamdulilah, anak-anak bisa sekolah. Kami niat untuk akhirat,” tandas Sulastri.

Sementara itu, Sulastri nekat kembali ke Indonesia dengan jalur ilegal. Karena memang dia tidak lagi memiliki kelengkapan berkas sebagai pekerja migran. (ce1/bbi/JPC)

Sumber : RADAR BOGOR

0 komentar:

Post a Comment