Wednesday, 27 June 2018
Home »
» Ketegangan Jelang Coblosan di Penajam Paser Utara
Ketegangan Jelang Coblosan di Penajam Paser Utara
Dugaan politik uang membuat dua kubu pasangan calon dalam pemilihan bupati di Penajam Paser Utara bersitegang di sebuah penginapan. Setelah penginapan digeledah, yang ditemukan belasan kantong plastik berisi nasi bungkus dan sebuah koper.
MATA sepuluh orang itu tak lepas dari Penginapan Venus di seberang warung tempat mereka nongkrong. Khususnya ke kamar nomor 5.
”Mereka minum kopi sambil melihat kamar nomor 5 terus,” kata Hadijah, pengelola penginapan yang berada di Jalan Propinsi, Kilometer 1,5, Kelurahan Penajam, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Sore beranjak menuju malam pada Sabtu lalu itu (23/6), suasana –seperti digambarkan Kaltim Post– makin tegang.
Di kamar nomor 5 itu, ada enam perempuan yang check in sehari sebelumnya (22/6). Mereka adalah Rahmawati, Siti Ardianti, Wahyuni Al-Qadri, Siti Aisyah Mas’ud, Hijrah Mas’ud, dan Memey.
Mereka keluarga besar Abdul Gafur Mas’ud, calon bupati nomor urut 3 di pemilihan bupati/wakil bupati PPU, berpasangan dengan Hamdam (AGM-Hamdam). Mereka sudah check in pada Jumat (22/6) sekitar pukul 02.00 Wita.
Pangkal ketegangan di penginapan yang terletak tak jauh dari Pelabuhan Pangeran Panji Kusuma Negara (Pelabuhan Feri Penajam) itu memang dugaan politik uang. Rabu besok (27/6) PPU menjadi bagian dari 171 pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak.
Selain AGM-Hamdam, pilbup PPU diikuti Andi Harahap-Fadly Imawan (AHLI), pasangan nomor urut 2. Dan, Mustaqim-Sofyan Nur, pasangan nomor urut 1.
Nah, sepuluh orang di warung tadi merupakan bagian dari tim pemenangan AHLI. Mereka menduga, ada uang dalam jumlah besar yang akan dibagi-bagikan para perempuan di kamar tadi untuk pasangan nomor urut 3. Sempat ada kabar burung yang menyebut jumlahnya sampai Rp6 miliar.
Satu jam setelah terus mengawasi kamar nomor 5 alias pukul 18.00 Wita, jumlah mereka bertambah jadi 40-an orang. Dengan mengenakan atribut ormas tertentu.
Mereka berkumpul di samping penginapan. Dua jam berselang, massa memasuki area penginapan. Mereka meminta seluruh orang yang berada di kamar nomor 5 keluar. Namun, enam perempuan itu enggan menuruti permintaan tersebut.
”Saya ditelepon Bu Hijrah jam 9 malam. Dia menyampaikan, ada intimidasi dari pihak tertentu dengan tuduhan melakukan politik uang,” kata Agus Amri, kuasa hukum AGM-Hamdam, sembari menceritakan kronologi kejadian.
Massa yang menuding adanya dugaan politik uang tersebut memblokade pintu masuk menuju penginapan. Menyulitkan massa dari kolega Mas’ud yang sebagian menyeberang dari Balikpapan untuk masuk.
Lajur kiri menuju pelabuhan pun ditutup sepanjang 50 meter pada pukul 22.00 Wita. Sebab, telah dikuasai ratusan orang dari dua pihak yang berseteru.
Kapolres PPU, AKBP Sabil Umar yang didampingi Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) PPU Daud Yusuf berusaha menenangkan massa kedua pihak agar tidak terjadi adu fisik. ”Kalau dijumlahkan, ada 500-an orang. Sempat memanas, adu mulut, tapi tak ada gesekan fisik,” kata Riswan, warga RT 04, Kelurahan Penajam, kepada Kaltim Post.
Sementara negosiasi dengan kedua pihak berlangsung alot, enam perempuan tadi tetap tertahan di dalam kamar. Menurut Hadijah, keluarga Mas’ud sudah biasa menyewa kamar di penginapan milik dr Novita Rosana dan Firdaus tersebut. ”Kalau ada acara nikahan, bahkan bisa nyewa semua kamar. Ada 13 kamar di sini,” ungkapnya.
Kesepakatan untuk mengeluarkan enam perempuan di dalam kamar akhirnya baru tercapai sekitar pukul 03.00 Wita. Karena mereka sudah tidak berani keluar kamar sejak pukul 17.00 Wita, berarti tertahan di sana sekitar 10 jam.
”Dicapai kesepakatan untuk dikeluarkan dulu. Kamar disegel,” papar Agus Amri.
Setelah enam perempuan tadi diamankan, penyegelan dilakukan, massa dari dua pihak pun berangsur bubar. Namun, pihak kepolisian tetap bersiaga di area penginapan. Akhirnya dijadwalkan dilakukan penggeledahan pada siang (24/6). Untuk memastikan kebenaran atas dugaan politik uang yang dituduhkan.
Penggeledahan dilakukan pukul 13.40 Wita. Pengamanan berlapis diterapkan. Lapis pertama 3 meter dari kamar nomor 5 dijaga 10 personel bantuan kendali operasi (BKO) Satuan Brimob Polda Kaltim.
Lalu, lapis kedua, tepatnya di depan kamar, dijaga tiga personel Satuan Sabhara Polres PPU. Segel lalu dibuka Daud Yusuf, enam orang yang sebelumnya berada di kamar, serta Agus Amri, dan kuasa hukum AHLI Rochman Wahyudi. Disaksikan langsung oleh AKBP Sabil Umar beserta jajaran.
Penggeledahan berakhir pada pukul 14.15 Wita. Dari dalam kamar, Panwaslu PPU mengamankan barang bukti berupa 11 kantong plastik berisi nasi bungkus dan satu koper berwarna merah muda.
Belum diketahui isi dari koper tersebut. Kedua kuasa hukum lalu diminta menyusun dan menandatangani berita acara penggeledahan oleh ketua panwaslu.
Namun, Rochman Wahyudi menolak. Selain hanya ditulis tangan, berita acara tersebut tidak memuat secara detail berapa jumlah uang yang ditemukan saat penggeledahan. ”Jangan sampai berita acara itu nyerang kami. Bagaimanapun caranya, saya harus bertahan demi hukum, saya harus melindungi ormas saya,” katanya.
Rochman tak menampik pada penggeledahan tersebut tidak ditemukan uang dalam jumlah banyak. Namun, hanya uang ratusan ribu. Kesalahan dari pihak panwaslu adalah tidak menghitung jumlah uang tersebut.
Sebab, dia hanya diminta sebatas menyaksikan kegiatan penggeledahan sehingga tidak memiliki kewenangan untuk menghitung jumlah uang yang diduga akan dibagikan kepada warga untuk memengaruhi hak pilihnya di Kecamatan Penajam.
Begitu pula dengan jumlah nasi bungkus yang berada di dalam kantong plastik, juga tidak dihitung. Sebab, jumlahnya sangat banyak. Sedangkan kamar hanya diisi enam orang.
Rochman sempat naik pitam karena dituding Agus Amri menyampaikan informasi bahwa ada Rp 6 miliar yang disimpan di kamar tersebut. ”Mana pernah saya ngomong begitu di depan Agus Amri. Tolong dijaga mulutnya,” kata Rochman.
Sementara itu, Agus Amri mengklaim, saat penggeledahan, tidak ada bukti yang mengarah pada indikasi politik uang. Kliennya yang diintimidasi pun disebutnya tertekan. Bahkan, Hijrah Mas’ud dirawat di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan. ”Mereka menginap di sini (Penginapan Venus) karena ada urusan keluarga. Bagi saya, ini tidak ada kaitannya dengan pilkada,” ucapnya.
Dikawal ratusan orang dan pendukung AGM-Hamdam, pihaknya pun melaporkan tindakan persekusi tersebut ke Mapolres PPU pada pukul 17.00 Wita. ”Kami tidak boleh tunduk pada premanisme. Kami adukan pasal perampasan kemerdekaan dan fitnah money politics,” katanya.
Ada 12 orang yang dilaporkan. ”Nanti kami rilis,” katanya.
Ketua Panwaslu Daud Yusuf menuturkan akan berkoordinasi dulu dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim untuk menindaklanjuti masalah dugaan politik uang yang telah terjadi. Sebab, saat penggeledahan, tidak ditemukan uang sebagaimana yang dituduhkan. ”Ini rawan saya sampaikan. Nanti kami koordinasi dulu pimpinan di atas,” ujarnya.
Kubu AHLI, melalui kuasa hukumnya, Rochman Wahyudi, membantah adanya intimidasi dalam bentuk apa pun itu. Bahkan, mereka tidak melarang keenam perempuan di dalam untuk keluar kamar.
Tindak kekerasan seperti menendang pintu dan menggedor pintu kamar pun dikatakannya tidak ada dilakukan anggota ormas yang berada di luar kamar. Massa pendukung AHLI hanya menyuruh keluar kamar.
”Namun, hal tersebut tidak diindahkan enam orang perempuan yang berada di dalam kamar. Mereka yang tidak mau keluar alasan ketakutan. Ada polisi, ada TNI, kok takut keluar,” kata Rochman dalam jumpa pers di kantor pemenangan paslon AHLI di Penajam kemarin (25/6).
Keberadaan aparat itu pula yang membuat kubu AHLI menepis anggapan adanya ”penyanderaan”. Menurut Rochman, massa pendukung AHLI hanya merespons informasi dari sejumlah orang tentang adanya kegiatan pembagian uang untuk memengaruhi pilihan warga dalam pilbup PPU besok. ”Cuma tidak mau menjadi saksi karena takut,” katanya.
Guna memastikan kabar itulah, massa di luar kamar meminta mereka yang berada di dalam untuk keluar. Namun, saat diminta membuka pintu, mereka beralasan tidak memiliki kewenangan.
Selang beberapa waktu, akhirnya disepakati pintu akan dibuka. Namun, kata Aan, sapaan akrab Rochman, salah seorang perempuan yang ada di dalam kerumunan menyampaikan, hanya anggota panwaslu yang diperbolehkan masuk ke kamar. Saat Aan selaku kuasa hukum paslon AHLI ingin mendekati pintu kamar, kesepakatan itu tiba-tiba dibatalkan.
Gunawan, sekretaris tim paslon AHLI, pun menyesalkan, saat enam perempuan di dalam kamar dievakuasi, tidak dilakukan pemeriksaan badan oleh aparat yang bertugas di sana. Dia pun menduga bisa saja barang bukti disimpan di dalam pakaian yang mereka kenakan saat dilakukan evakuasi sekitar pukul 03.00 Wita. ”Seharusnya drama ini tidak (perlu) terjadi kalau orang di dalam kamar kooperatif,” tuturnya.
Atas laporan polisi yang dilakukan kuasa hukum paslon AGM-Hamdam terhadap 12 orang anggota tim paslon AHLI, Gunawan tidak mempersoalkan. ”Silakan, itu hak warga negara untuk melaporkan apa pun yang dianggap mengganggu dan melanggar aturan. Biarkan saja, enggak ada masalah itu,” ucapnya.
Agus Amri, kuasa hukum tim paslon AGM-Hamdam, memang melaporkan 12 orang yang diduga melakukan tindakan persekusi terhadap enam orang yang berada di dalam kamar nomor 5 Penginapan Venus. Dalam laporan pengaduan yang ditujukan ke Kapolres PPU itu, dia mewakili Syahariah Mas’ud, kakak AGM, selaku pelapor.(*/kip/rom/k8/JPG/c10/ttg)
Sumber : Radar Bogor
0 komentar:
Post a Comment