Banner 1

Wednesday, 20 June 2018

Drama Putri Mentaya, Nyaris Lahir di Kapal dan Hampir Dibawa Berlayar saat Berumur Sehari

 
Di atas mobil sayur Susi Susilawati merasa kandungannya baik-baik saja sejak berangkat dari kebun sawit sampai ke pelabuhan. Nekat membawa si bayi naik kapal karena terbentur persoalan biaya rumah sakit.
BAHTIAR EDY FAISAL, Sampit
BAYI itu baru berusia 1 hari lebih be­berapa jam. Baru kemarin paginya, pukul 08.00, lahir di RSUD dr Murjani Sampit, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Tapi, tak sampai 36 jam kemudian, ke­dua orang tuanya, Budiman dan Susi Su­sila­wati, sudah membawanya ke Pela­buhan Sampit. Mencoba peruntungan men­cari tiket KM Kelimutu dengan tujuan Semarang, Jawa Tengah.
Namun, setiba di pelabuhan, niat mereka pulang ke kampung halaman kembali gagal. Pihak pelabuhan dan kepolisian mengkhawatirkan kondisi bayi yang baru berusia sehari itu.
”Biar diobservasi dulu sampai bayi itu sehat. Kalau sudah (sehat, Red), baru kami berangkatkan,” tutur Kapolres Kotawaringin Timur AKBP M. Rommel kepada Kalteng Pos (Jawa Pos Group).
Putri Mentaya, nama si bayi perempuan tersebut, pun jadi kisah tersendiri hiruk pikuk mudik Lebaran di Sampit yang masih ramai diperbincangkan hingga kini.
Sebab, proses kelahirannya penuh drama dari awal sampai akhir. Mulai saat naik mobil sayur di kandungan tua sang ibu, nyaris lahir di kapal, hingga nyaris naik kapal lagi saat baru berumur sehari.
Semua bermula ketika pasangan asal Garut itu berencana mudik ke kampung halaman mereka di Garut, Jawa Barat. Kandungan Susi memang sudah tua. Tapi, bidan memperkirakan bayi baru akan lahir sekitar akhir Juni atau awal Juli. Karena itu, Budiman yang bekerja di perkebunan sawit berpikir, masih ada waktu membawa sang istri pulang. Agar bisa melahirkan di kampung halaman.
Maka, berangkatlah Budiman, Susi, dan Sukma, salah seorang anak mereka, ke Pelabuhan Sampit pada Minggu lalu (17/6). Susi mengisahkan, awalnya dirinya merasa kandungannya tak bermasalah.
Perjalanan dari kebun sawit tempat suaminya bekerja ke pelabuhan dengan menumpang mobil bermuatan sayur berjalan lancar. Begitu juga halnya ketika beristirahat di depan pintu terminal pelabuhan.
Namun, ketika sang suami hendak membeli tiket KM Leuser, tiba-tiba Susi sakit perut. ”Serasa ingin melahirkan. Sakit banget,” ujarnya ketika ditemui Kalteng Pos di rumah sakit.
Sang suami pun kalang kabut. Bingung. Antara beli tiket atau menolong istrinya. Diputuskan mencari pertolongan ke petugas medis kantor kesehatan pelabuhan.
Sejurus kemudian Susi dirujuk ke rumah sakit.
Setelah mendapat pertolongan, akhirnya bayi itu lahir dengan kondisi sehat. Pada pukul 08.00, persis saat KM Leuser bersiap meninggalkan Pelabuhan Sampit.
”Bayi saya kasih nama Putri Mentaya. Sebagai tanda bahwa anak saya lahir di sini (Sampit, Red),” ujar Budiman.
Mentaya adalah nama sungai yang mengaliri Sampit. Sungai yang menjadi sarana transportasi penting di Kotawaringin Timur itu bermuara di Teluk Sampit.
Persoalannya bagi Budiman dan Susi, persediaan uang mereka semakin tipis. Bekal dari kebun sebanyak Rp 3 juta sudah habis. Sebanyak Rp 2,8 juta di antaranya dipakai buat biaya persalinan. Karena itulah, Senin malam (18/6) mereka meninggalkan rumah sakit. Nekat tentu saja. Apa daya, biaya perawatan yang kian membengkak jadi pertimbangan. Tapi, itu tadi, rencana mereka terganjal di pelabuhan.
Budiman sebenarnya bisa memahami alasan mengapa dilarang membawa bayinya berangkat. Tapi, di sisi lain, dia juga benar-benar bingung bagaimana menutup biaya.
Hasil dia bekerja sudah habis. Perusahaan besar sawit tempat dia bekerja selama empat bulan terakhir juga tak memberinya THR (tunjangan hari raya).
Tapi, Budiman tetap berterima kasih kepada semua pihak yang sudah memberikan pertolongan. Sehingga Putri Mentaya bisa lahir sehat. ”Salah satunya pemilik mobil sayur yang sudah memberikan tumpangan gratis ke kami untuk sampai ke pelabuhan,” katanya. (*/ram/JPG/c9/ttg)

Sumber : Radar Bogor

0 komentar:

Post a Comment