Banner 1

Tuesday, 9 July 2019

Wacana Penghapusan Pendidikan Agama di Sekolah Mencuat, PKS Berang


JAKARTA-RADAR BOGOR,Beredar wacana penghapusan pendidikan agama di sekolah. Namun, isu itu langsung ditolak oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR. Pasalnya, hal itu dianggap bertentangan dengan Pancasila.
“Ini ide sekularisasi yang menjauhkan generasi bangsa dari nilai-nilai agama. Wacana ini juga bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dan tujuan pendidikan nasional,” kata Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com, (5/7).
Jazuli mengatakan, dirinya heran denagn munculnya wacana penghapusan pendidikan agama di sekolah. Ia mengkritik keras usulan tersebut.
Jazuli menyebut penguatan pendidikan agama di sekolah diperlukan untuk membentuk siswa yang beriman dan bertakwa. Hal ini merujuk Pasal 31 UUD 1945.
Ia pun menyinggung amanat Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) kepada Jokowi-Ma’ruf Amin. Harapan PBNU agar memperkuat pendidikan pesantren karena salah satu cara memperkuat pendidikan karakter.
“Amanat PBNU menegaskan pentingnya pengarusutamaan pendidikan agama, dalam hal ini agama Islam dengan memperbaiki kurikulum yang menekankan peningkatan akhlaqul karimah,” jelas Jazuli.
Kemudian, ia menekankan bila sejumlah fraksi di DPR seperti PKS memperjuangkan penguatan pendidikan agama di sekolah. Upaya ini dengan proses perjuangan penyusunan RUU Pesantren dan Pendidikan Agama.
Namun, dengan kemunculan wacana penghapusan pendidikan agama tersebut mengganggu semangat perjuangan pendidikan nasional. Padahal, RUU Pesantren dan Pendidikan Agama ditunggu umat Islam.
“RUU ini ditunggu berbagai ormas keagamaan karena muatannya yang positif dan konstruktif. Lalu muncul wacana menghapus pendidikan agama di sekolah. Ini bertolak belakang dengan semangat kebangsaan kita,” tuturnya.
Diketahui sebelumnya beredar Pernyataan Praktisi Pendidikan Setyono Djuandi Darmono yang mengusulkan agar pendidikan agama tidak perlu diajarkan di sekolah, menuai polemik.
Setyono Darmono yang merupakan pendiri President University sekalgus Chairman Jababeka itu berpendapat, agama cukup diajarkan orangtua masing-masing atau lewat guru agama di luar sekolah.
Namun, Setelah pendapat Setyono Djuandi Darmono (SD Darmono) tersebut mendapat sorotan banyak kalangan, Ardiyansyah Djafar dari Desk Komunikasi Jababeka, menyampaikan pernyataan secara tertulis, Jumat (5/7).
“Beredar berita bahwa SD Darmono, menganjurkan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan pelajaran agama dari sekolah. Kami tegaskan bahwa pendapat itu telah menimbulkan salah penafsiran. Untuk itu kami meluruskan,” tulis Desk Komunikasi Jababeka Ardiyansyah Djafar.
Dalam pernyataan tertulis itu, Djafar menyatakan, Pertama, SD Darmono sangat peduli pada pendidikan karakter berbasis agama yang mempunyai akar kuat dan sudah mentradisi di Nusantara. Yang dia soroti dan prihatinkan adalah mengapa identitas agama ketika dikaitkan dengan politik malah mendorong munculnya konflik dan polarisasi sosial. Padahal semua agama mengajarkan persatuan dan akhlak mulia.
Kedua, Masuknya faham keagamaan yang ekstrim ke sekolah dan universitas mesti menjadi perhatian kita semua, karena hal ini merusak kesatuan dan harmoni sosial. Oleh karena itu, materi pembelajaran dan kualitas guru-gurunya perlu ditinjau ulang. Hendaknya pelajaran agama itu lebih menekankan character building dan kemajuan bangsa. Terlebih lagi Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius.
Ketiga, Jika pelajaran agama dalam aspek- aspeknya yang dianggap kurang, itu tanggungjawab setiap orangtua dan komunitas umat beragama, bisa dilengkapi di masjid, gereja atau vihara.
Keempat, Jadi, intinya bukan mengeluarkan pelajaran agama dari sekolah, tetapi sebuah koreksi dan renungan, apa yang salah dengan pendidikan agama kita di sekolah.
Terkahir, Buku Bringing Civilizations Together yang diluncurkan 4 Juli lalu penekanannya adalah pada pembentukan karakter demi kerukunan dan kemajuan bangsa. (JPG)

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment