Friday, 9 February 2018
Home »
» Pelaku Bunuh Diri Belia Kian Meningkat, Tekanan Hebat Picu Depresi
Pelaku Bunuh Diri Belia Kian Meningkat, Tekanan Hebat Picu Depresi
BOGOR-RADAR BOGOR, Akhir-akhir ini bunuh diri menjadi bagian berita sehari-hari. Pelakunya berasal dari beragam usia. Dewasa, remaja, maupun anak-anak. Salah satu tandanya, menyampaikan pesan secara tersirat di media sosial.
BUNUH diri bukanlah keputusan instan. ”Mengetahui alasan anak untuk melakukan bunuh diri tidak mudah. Sebab, untuk mencapai keputusan itu, sebenarnya seseorang melalui beberapa tahap,” tegas Jony Eko Yulianto SPsi MA.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra Surabaya itu menyatakan, keinginan bunuh diri muncul jika seseorang mengalami tekanan hebat. Salah satu contohnya, tuntutan mendapat nilai sempurna tapi tanpa dukungan.
Alumnus Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, itu menyayangkan tidak sedikitnya orang tua yang hanya memberikan perhatian kalau anak memenuhi target tersebut. ”Anak nggak dapat apa pun saat nilai bagus. Tapi, waktu nilai jelek, anak dimarahi habis-habisan. Hal tersebut jelas tidak adil,” ujarnya.
Kondisi itu, menurut dia, akan membuat anak merasa tidak diterima. ”Pun ketika, misalnya, anak ‘ditolak’ atau dikucilkan di kelas karena nggak punya smartphone. Intinya, anak berbeda tidak diterima,” paparnya.
Persepsi itu bisa menjadi racun jika anak tidak mendapat pertolongan. Anak merasa mendapat tekanan dan sangat kecewa sehingga timbul depresi. ”Dalam kondisi itu, seseorang akan sulit untuk berpikir jernih.
Saat itulah keinginan bunuh diri muncul. Baik pada dewasa, anak-anak, siapa pun,” tegas pria yang bergabung di laboratorium CONS-PSY Universitas Ciputra tersebut.
Sebenarnya orang-orang yang rentan melakukan bunuh diri itu telah memberikan isyarat. Misalnya lewat unggahan media sosial. Sayang, hal tersebut kerap disepelekan. ”Nah, selama proses itu, si pelaku biasanya mengalkulasi kematian. Mereka umumnya berpikiran, setelah mati tidak akan mengalami hal-hal yang menyulitkan mereka lagi,” beber Jony.
Namun, tidak berarti orang-orang dengan kecenderungan bunuh diri lantas melakukan hal tersebut. Kalau tidak atau belum berani, tentu mereka tak akan nekat. Yang jelas, menurut Jony, keinginan bunuh diri tidak hanya dimiliki mereka yang didiagnosis mengalami gangguan mental.
Untuk menekan keinginan bunuh diri, penanganan yang dilakukan harus menyeluruh dan hati-hati. ”Ajak mereka untuk memeriksakan diri secara medis supaya dapat terapi tepat,” imbuh dr Hendro Riyanto SpKJ MM.
”Peminat” jalan pintas itu harus mendapatkan pendampingan intens. ”Jangan sampai begitu kelihatan baikan, mereka ditelantarkan. Pantau terus dan dengarkan mereka,” katanya.
Apalagi, spesialis kesehatan jiwa RSJ Menur itu menyatakan, pelaku bunuh diri di usia belia kini kian meningkat. Dari hitungan kasar, 20–30 persen pelaku masih berusia di bawah 18 tahun. Hendro tidak menampik kenyataan tersebut.
”Anak-anak sekarang punya tingkat stres yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak-anak zaman dulu. Sejak kecil, anak punya tuntutan tinggi,” ucapnya.
Dia mencontohkan, konsep taman bermain (playgroup) sekarang jauh lebih kompleks.
Fungsinya bukan lagi untuk bermain, melainkan untuk sekolah. Anak sudah diajari calistung (baca, tulis, dan berhitung) serta beban akademis akan naik seiring mereka beranjak ke SD.
Untuk penanganan, Hendro menjelaskan, keluarga harus menjadi ”ring satu” alias supporting system pertama. Namun, kondisinya akan berbeda ketika pelaku berusia remaja. ”Di usia remaja, anak lebih percaya kepada teman. Jadi, untuk memantau, orang tua harus dekat dengan teman si ABG,” papar Hendro.
Hendro maupun Jony menekankan, anak yang memiliki kecenderungan depresi atau stres tinggi sebaiknya dihindarkan dari pemicu. Termasuk tayangan, bacaan, maupun berita yang mengekspos kisah bunuh diri. Hal itu, menurut Jony, malah menguatkan anak untuk melakukan tindakan nekat.
Sementara itu, menurut Hendro, langkah-langkah yang ditunjukkan tokoh dalam melakukan bunuh diri akan cenderung ditiru. Arahkan anak untuk membuka diri. Baik kepada orang tua, kerabat yang dipercaya, sahabat, maupun psikiater atau psikolog. (fam/c11/nda)
sumber :Radar Bogor
Related Posts:
Berkas Tersangka Vaksin Palsu P21 POJOKJABAR.com, BEKASI – Kasus vaksin palsu sempat tenggelam. Belakangan, kini aparat penegak hukum mengangkat kembali kasus yang sempat menyedot perhatian warga. Berkas 19 tersangka kasus ini diklaim sudah dilimpahka… Read More
Muscab PPP Kota Depok Bakal Dilaksanakan 29 Oktober Mendatang POJOKJABAR.com, DEPOK – Jika tak ada aral melintang. Akhir bulan ini, DPC PPP Kota Depok bakal menggelar Musyawarah Cabang III yang akan dihelat di Kota Bekasi. Penetapan ini sesuai dengan keputusan Rapat Pimpinan Wi… Read More
Wali Kota Bekasi Bakal Sambangi Rumah Menteri PU Terkait Perubahan Proyek Becakayu POJOKJABAR.com, BEKASI – Berkali-kali surat Pemkot Bekasi ke Kementerian Pekerjaan Umum terkait pengajuan perubahan jalur layang tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) mentah. Pemkot berinisiatif menyambangi kedi… Read More
Atap Sekolah Ambruk, Disdik Kabupaten Bogor: Perbaikan Bakal Secepatnya Dilakukan POJOKJABAR.com, BOGOR – Ambruknya atap pada ruang guru SDN Leuwibatu 01, mendorong Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor untuk melakukan perbaikan secepat mungkin. Kepala Disdik Kabupaten Bogor, TB Luthfie Syam m… Read More
Pengawasan WNA di Cianjur Lemah POJOKJABAR.com, CIANJUR – Polres Cianjur akan perketat pengawasan terhadap para warga negara asing (WNA). Menyusul diamankannya 15 orang WNA asal Irak di Vila Intan Desa Cibadak, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur… Read More
0 komentar:
Post a Comment