Banner 1

Tuesday, 27 February 2018

Kasus Narkoba di Bogor Meningkat


BOGOR–RADAR BOGOR, Warga Kota Bogor harus semakin waspada terhadap peredaran narkoba. Sebab, peredarannya terus meningkat. Seperti yang diungkap Satuan Narkoba Polresta Bogor Kota. Tercatat 27 kasus disidik pada awal 2018, mulai Januari sampai Februari, dengan total 33 tersangka.

Dari tangan para tersangka didapati 43,82 gram sabu, ganja 147,46 gram, narkoba jenis gorilas 54,11 gram. Tak hanya narkoba golongan I, polisi juga mengungkap penjualan obat keras. Hasilnya, pil aprazolam 250 butir, pil Hexymer 9.421 butir, dan pil Tramadol 6.809 butir. Jika ditotal, barang bukti itu mencapai Rp184.786.600.

Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya mengatakan, kasus yang terungkap mencerminkan kalau peredaran narkoba di Kota Bogor cukup mengkhawatirkan. Tak terkecuali, obat keras maupun jenis ganja sintetis/gorila.

Ulung menjelaskan, beberapa jenis narkoba masuk ke tempat hiburan malam. Sebaliknya, pengguna obat dan ganja lebih cenderung di tempat-tempat yang sepi. Tak hanya itu, polisi juga mendalami peredaran jenis obat keras dan gorila di kalangan pelajar dan remaja. Konsumennya, mereka yang sudah putus sekolah tetapi berusia remaja. “Ada juga yang masih pelajar,” kata Ulung.

Kepala Satuan Narkoba Polresta Bogor Kota, Kompol Agah Sonjaya, menambahkan, dibandingkan 2017 angka kasus narkoba meningkat. “Kami belum melihat adanya peningkatan signifikan. Kami akan lihat dulu satu semester ini. Tapi jika dibandingkan 2017 dengan sekarang, meningkat,” tegasnya.

Agah mengungkapkan, penyebarannya sendiri cukup merata di seluruh kecamatan di Kota Bogor. Sedangkan pengembangan terus dilakukan sampai ke Kabupaten Bogor, Depok hingga Bekasi.

Sementara itu, masalah obat keras, dia meminta agar masyarakat tidak meremehkan­nya. Jika dikonsumsi, apalagi dicampur minuman keras, akan memicu tindak kriminal. “Jangan diremehkan efeknya, manusia akan brutal, perkela­hian balapan liar, merambah para pemuda,” katanya.

Peraturan yang belum kokoh menjadi faktor bebasnya penjualan. Padahal, menurut Agah, penjualan obat berbahaya sudah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.(don/c)

sumber :Radar Bogor

0 komentar:

Post a Comment