Banner 1

Wednesday, 7 February 2018

Kirim 200 Ton Sampah


BOGOR–Luapan debit air Sungai Ciliwung tidak hanya menyebabkan banjir di Bogor dan Jakarta. Air yang mengalir deras dari kawasan hulu (Puncak) turut membawa sampah.

Di Jembatan Situ Duit, Jambu Dua, misalnya. Tumpukan sampah mulai plastik, sampah rumah tangga hingga kayu mengapung di atas permukaan air yang terhalang oleh bibir jembatan. Wali Kota Bogor Bima Arya sempat turut membersihkan sampah-sampah di lokasi ini.

Kemudian di lokasi banjir Kampung Bebek, Kecamatan Kedunghalang, Kecamatan Bogor Utara, sampah terlihat berserakan dan mengapung di atas permukaan air.
Aktivis lingkungan Een Irawan Putra menyebut kondisi Puncak memang sudah sangat mengerikan.

Daya dukung lingkungannya sudah terlampaui hingga tak sanggup menahan beban dan menyimpan air hujan. Data dari Forest Watch Indonesia (salah satu anggota konsorsium Save Puncak), tutupan hutan kawasan Puncak sekitar 3.400 hektare alias hanya sekitar 8,9 persen.

“Seharusnya, berdasarkan Undang-Undang Kehutanan dan aturan turunannya, tutupan hutan suatu wilayah adalah minimal 30 persen,” kata Een kepada Radar Bogor kemarin.

Yang lebih mengerikan lagi, imbuhnya, sebenarnya banjir dan tanah longsor sudah terjadi berulang-ulang. Namun, yang bisa mengubah kebijakan yakni pemerintah belum juga bertindak secara signifikan. Masyarakat juga menganggap kerusakan alam Puncak seperti hal biasa.

“Musim hujan reda, kembali lupa, kembali nyampah dan membuka tutupan hutan dan vegetasi di Puncak. Walaupun itu kemiringan sudah 45 derajat,” imbuhnya.

Terpisah, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan, terjadinya longsor di Bogor dan banjir kiriman ke Jakarta disebabkan oleh kondisi kawasan Puncak yang gundul. Berdasarkan data KLHK, vegetation cover atau areal hutan padat hanya menyisakan 13 persen.

“Jadi sudah bisa kebayang kan, run off tinggi, erosi dan lain-lain itu memang bisa terjadi,” ujarnya di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin (5/2).

Hal itu, kemudian diperparah dengan jumlah permukiman di wilayah daerah aliran sungai (DAS) meningkat tajam. Untuk DAS Ciliwung saja, dari 1998 ke 2008 jumlah permukiman mencapai 3,5 kali lipat. “Apalagi sekarang ke 2018, jadi betul-betul situasinya harus kita ikuti,” imbuhnya.

Selain aspek lingkungan, aspek cuaca juga berperan besar pada longsor dan banjir kiriman yang melanda Jakarta. Dari beberapa titik yang diawasi di kawasan Puncak Bogor, curah hujan rata-rata mencapai 150 milimeter (mm) per harinya. Antara lain, di Gunung Mas 151 mm, di Greenhills 148 mm, dan di Riung Gunung 151 mm.

Angka tersebut, lanjut Siti, terhitung cukup besar. Sebagai perbandingan, untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur saja, dalam satu tahun hanya berada di kisaran 700–900 mm per tahun. ”Bayangin kalau  NTT misalnya cuma 700 mm, paling tinggi 900 mm setahun,  ini 151 mm sehari,” tuturnya.

Terkait penanggulangan lingkungan kawasan Puncak dan DAS, KLHK sudah melakukan penelitian. Hasilnya, pembuatan biopori di kawasan tersebut sangat direkomendasikan dibandingkan membuat dam atau bendungan.

Sementara untuk banjir Jakarta, persoalannya bisa lebih kompleks. Karena melibatkan kawasan DAS di Bogor, Depok, hingga kawasan ibu kota.

Sebagai informasi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat, setidaknya 200 ton sampah menumpuk di Pintu Air Manggarai pada peristiwa banjir ini.

Menurut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, saat menantau Pintu Air Manggarai, kemarin (5/2) sore, sampah-sampah ini terbawa arus Sungai Ciliwung.

Untuk mengangkut sampah-sampah tersebut, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta menurunkan 15 truk sampah. “Ini semua bisa perburuk bencana karena kayu besar yang lewat bisa membahayakan,” ujar Anies di pintu air Manggarai.(dkw/jpg)

sumber :Radar Bogor

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment