Banner 1

Friday, 12 January 2018

Polri Bentuk Dua Satgas , Awasi Money Politics dan SARA


JAKARTA–Pembentukan satgas anti-money politics terus dimatangkan. Salah satu tugasnya adalah mengidentifikasi kerawanan politik uang di setiap daerah. Mereka juga akan mempelajari pasangan calon (paslon) kepala daerah, partai politik, maupun kondisi masyarakat setempat.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol M Iqbal menjelaskan, identifikasi kerawanan dilakukan satgas anti-money politics dengan sejumlah cara. Salah satunya, mempelajari paslon kepala daerah, asal partai, dan komposisi partai. ”Semua aspek ya,” jelasnya.

Selanjutnya, satgas akan menilik kondisi masyarakat di daerah yang menggelar pilkada. Dengan begitu, dapat diketahui daerah mana yang rawan terjadi money politics. ”Sebagai antisipasi,” paparnya dikonfirmasi kemarin.

Dari 171 daerah yang menggelar pilkada, ada beberapa daerah yang dinilai rawan politik uang. Di antaranya, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat. ”Makanya, satgas ini secepatnya dibentuk,” paparnya.

Penyusunan satgas akan dilakukan Bareskrim bersama sejumlah lembaga. ”Kami akan duduk bersama untuk menyusun ini,” jelas mantan Kapolrestabes Surabaya tersebut. Rencananya, satgas anti-money politics dibentuk pekan ini oleh Bareskrim. Namun, belum diketahui kapan peresmiannya. Satgas tersebut juga dipastikan tidak tumpang tindih dengan sentra gakumdu yang biasanya dibentuk saat pilkada.

Polri juga ingin mencegah penggunaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam kampanye. Karena itu, Polri juga berencana membentuk satgas anti-SARA. ”Tujuannya sudah jelas,” paparnya.

Satgas anti-SARA akan berkoordinasi dengan sejumlah lembaga lain. Misalnya, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). ”Penggunaan isu SARA saat ini masih masif,” ujarnya.

Untuk mengatasi kasus SARA, berbagai langkah akan dilakukan. Awalnya, dilakukan pendekatan dan warning terlebih dahulu. Bila pendekatan edukatif itu tidak diindahkan, bisa dilakukan proses hukum. ”Batasannya sesuai dengan undang-undang,” jelasnya. Iqbal mengimbau agar setiap orang tidak menggunakan SARA dalam berkomentar di dunia maya. ”Banyak cara yang lebih beretika,” terang mantan Kabidhumas Polda Metro Jaya tersebut.(idr/oni)

sumber :Radar Bogor

0 komentar:

Post a Comment