BOGOR – Jelang bulan Ramadhan yang tinggal beberapa
pekan lagi, Madona (nama samaran) justru tampak galau dan kebingungan.
Selama bulan suci umat Islam itu, mau tak mau, rela tak rela, wanita
berusia 29 tahun itu harus berhenti ‘berdagang’ untuk sementara waktu.
Sebab, aparat seperti Polisi, Satpol PP hingga ormas agama Islam
pasti akan melakukan operasi razia ke sejumlah tempat hiburan malam
(THM) di Bogor, sebut saja seperti Gang Semen kawasan Puncak, kawasan
Taman Topi, dan lainnya.
“Iya, saya galau banget, kalau bulan puasa kan kita dilarang sama
pemerintah dan polisi. Nah, gimana dong pendapatan saya sebulan nanti.
Tapi bukan berarti saya gak senang bulan Ramadhan datang loh, saya
senang juga kok. Gini-gini saya masih ingat agama kok,” kata Madona,
salah seorang pekerja seks komersil (PSK) di Bogor, Kamis (19/5/2016).
Madona menekuni bisnis esek-esek ini sejak dia berusia 23 tahun yang
artinya sudah enam tahun dia meladeni nafsu syahwat pria hidung belang.
Perempuan berambut panjang bergelombang ini mengungkapkan, normalnya,
sehari dia bisa menghasilkan uang sebanyak Rp 250 ribu hingga Rp 500
ribu.
“Sehari bisa dapat Rp 200 ribuan sampai Rp 500 ribuan lah. Itu kalau
dalam satu malam saya ada dua sampai tiga pelanggan, entah short time
atau long time,” ungkapnya.
Namun, ketika bulan Ramadhan, pendapat Madona drastis turun, bahkan
pernah suatu waktu nol rupiah. Sebab, ketatnya aturan dan pengawasan
yang dilakukan pemerintah daerah di Kabupaten dan Kota Bogor. Apalagi
Bogor kini mulai terkenal dengan kota sejuta pesantren yang artinya tak
hanya pemerintah dan aparat hukum saja yang bertindak, tapi juga ormas
Islam turut berperan.
Sehingga, ruang gerak Madona ketika bulan Ramadhan tiba jadi super
terbatasi. “Ya mau gak mau, gak jualan lah. Tapi kadang saya tetap dapat
pelanggan, itu yang memang sudah biasa, jadi order khusus, mainnya di
hotel,” ungkap Madona.
Kendati melakoni profesi yang sangat diharamkan oleh agama ini, bukan
berarti Madona tak pernah berpuasa. Dia mengaku, terkadang hati
kecilnya tergerak untuk berpuasa, bahkan tak jarang pula Madona menangis
sembari meratapi perbuatannya yang mendulang dosa dunia ini.
“Saya manusia juga, punya iman juga walaupun gak kuat, kecil banget.
Kadang suka takut juga sama dosa, jadi kalau bulan puasa, saya puasa
juga, salat tarawih juga kok, bahkan ikut salat Idul Fitri juga. Makanya
kadang saya juga suka nangis di kamar karena pekerjaan saya ini hina
dina penuh dosa,” ungkap Madona.
Himpitan ekonomi dan pergaulan lah yang membuat Madona terjebak dan
terperosok ke lembah bisnis ‘lendir’ ini. Ya, sekira tahun 2000-an,
Madona hijrah dari Sukabumi ke Bogor untuk mengadu nasib. Cita-citanya
saat itu adalah menjadi seorang karyawati, entah di perusahaan, pabrik
atau perkantoran lainnya.
Tapi karena cita-cita itu tak kunjung kabul, koceknya kian menipis,
ditambah dengan lingkungan kos-kosannya yang kala itu bak Las Vegas,
maka Madona pun terkena bujuk rayu temannya di kos-kosan tersebut untuk
menjadi seorang wanita pemuas nafsu.
“Kalau ditanya mau saya apa, saya ingin waktu kembali belasan tahun
lalu, dan memilih pilihan yang bukan menjadikan saya seperti saat ini.
Semua orang ingin jalan yang baik, ingin sesuatu yang baik, gak seperti
ini. Saya ingin tobat, ingin bebas dari dunia hitam ini, ingin jadi
orang normal, pekerjaan baik, uang halal, dan keluarga yang harmonis,”
harap Madona.
“Tapi sekali lagi, karena himpitan hidup, saya terpaksa harus terus menekuni pekerjaan ini, gak tahu sampai kapan,” imbuhnya. (ent)
0 komentar:
Post a Comment