Friday 13 April 2018
Home »
bogor raya
» RDTR Puncak Mendesak
RDTR Puncak Mendesak
Penataan Puncak sudah sangat mendesak. Perlu segera diatur dalam rencana detail tata ruang (RDTR).
Kepala Seksi Perencanaan Ruang pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor Erik Mohamar mengatakan, tata ruang di kawasan Puncak telah diatur oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur).
”Dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor, sebenarnya sudah diatur persentase kawasan di Puncak itu. Tapi, di Puncak juga ada perpres yang mengaturnya,” katanya.
Dia melanjutkan, RDTR puncak akan segera dibuat. Musababnya, sejak Perda Nomor 11 Tahun 2016 tentang RTRW disahkan, Pemkab Bogor belum memiliki turunan dari perda itu untuk memberikan gambaran detail mengenai Puncak.
”Memang harus ada RDTR. Nanti, ada peraturan zonasi yang lebih detail mengatur blok per blok di Puncak. Masih kami evaluasi, segera akan dibuat,” kata Erik.
Terpisah, Kepala Bappedalitbang Kabupaten Bogor Syarifah Sopiah menuturkan, Perda RTRW yang dimiliki Pemkab Bogor tidak menyalahi aturan atau berbenturan dengan peraturan di atasnya yang menjadi landasan.
”Tata ruang yang kami bikin sudah disahkan Pemprov Jabar, Kementerian Agraria dan Kemen Pupera. Jadi sudah ada pertimbangan dari berbagai kementerian,” ujarnya.
Wanita yang akrab disapa Ifah itu mengaku, jika Perda RDTR dan peraturan zonasi diperlukan untuk mengendalikan bangunan liar di Puncak. ”Konsep beberapa RDTR sudah ada di Dinas PUPR. Mungkin tinggal diperdakan,” tegasnya.
Sementara itu, peneliti senior Pusat Pengkajian dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB Ernan Rustiadi mengungkapkan, Puncak sudah seharusnya memiliki RDTR dan peraturan zonasi sebagai turunan RTRW.
”Puncak memiliki ciri khas dan tidak seharusnya berhenti sampai pada RTRW. Ada RDTR dan pemda berwenang menentukan aturan zonasi sesuai undang-undang yang berlaku,” ungkap Ernan.
Ernan menguraikan, 40 persen bangunan di Puncak melanggar aturan. Kondisi ini diperparah dengan 34 persen perkebunan di kawasan Puncak tidak sesuai RTRW. ”Tapi di lapangan, hak guna usaha mereka perkebunan dan tidak masuk kawasan hutan sesuai SK Kementerian LHK,” kata dia.
Dia menuturkan, sampai saat ini tutupan hutan yang tersisa di Puncak hanya sekitar 30 persen. Itu pun hanya area yang memang sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan dalam SK Kementerian LHK.
”Sementara 34 persen lainnya itu lahan perkebunan, 11 persen pemukiman dan 18 persen persawahan. Sisanya itu lahan peralihan dari sawah atau hutan yang akan dialihfungsikan sebagai pemukiman maupun perkebunan,” kata Ernan.
Setidaknya, kata dia, tutupan hutan di Puncak paling minim butuh 50 persen. Untuk mengembalikan tutupan yang telah berkurang, pemukinan dan perkebunan memang harus dialihfungsikan kembali sebagai hutan lindung.
Sumber : radarbogor.id
0 komentar:
Post a Comment