Banner 1

Monday 30 April 2018

Pengusaha Butuh Kepastian Izin Usaha


Kemudahan izin usaha lagi-lagi masih menjadi sesuatu yang mahal di kota ini. Tak jarang, pelaku usaha harus dibuat pusing dengan proses perizinan di level kelurahan dan kecamatan yang masih ribet. Sudah biayanya tinggi, tidak ada ketepatan waktu untuk penyelesaiannya.

Masalah ini pun mengemuka dalam focus group discussion yang diprakarsai Kadin dan Hipmi Kota Bogor, tadi malam (27/4), bersama empat paslon wali kota dan wakil wali kota Bogor di Asana Grand Pangrango Hotel Bogor.

Calon wakil wali kota Bo­gor nomor 4 Sugeng Teguh San­toso berkesempatan menjawab masalah tersebut. Soal ekonomi, secara lantang, dia menutur­kan tidak begitu paham. Na­mun sejatinya pemkot sudah melaku­kannya melalui perizinan satu pintu dan penyederhanaan birokrasi.

”Tetapi yang penting bukan di sana perencanaan tersebut dibuat, tapi bagaimana bisa memastikan bahwa yang direncanakan itu bisa diek­sekusi,” bebernya.

Jadi, menurut dia, masalah­nya adalah soal kepemim­pinan. Sebab, perizinan satu pintu dan penyederhanaan birokrasi sudah ada. Intinya bagaimana disiplin untuk memantau. ”Kalau tidak dilaksanakan gam­pang, kita memberikan penilaian kepada SKPD untuk kemu­dian kita ganti,” tegasnya.

Sementara, pandangan berbeda diungkapkan calon petahana Bima Arya. Dia menuturkan, soal berapa biaya dan berapa lama peri­zinan, itu yang harus diusaha­kan oleh pemerintah supaya clear dan jelas. ”Dan itu hanya bisa dilakukan jika kita sudah membangun sistem. Sejak 2015 perizinan online dan sebagainya sudah mulai dan sistemnya kami perbaiki. Ada yang sudah berjalan dengan baik, ada juga yang belum baik,” ucapnya.

Nah, yang tidak berjalan baik inilah yang masih men­jadi masalah. Bisa dari sistemnya, karena aplikasi dan sebagainya, atau mung­kin karena oknumnya.

”Kita sudah mempunyai Paten (pelayanan administrasi terpadu) yang bisa diurus di kelurahan. Jadi warga tanpa harus datang ke dinas. Yang menjadi masalah, apakah SDM di kelurahan sudah baik dan bisa diawasi? Jangan-jangan diduitin juga sama lurah. Artinya, sistem ini yang mesti kita bangun terus menerus, tidak mungkin setahun dua tahun,” ungkapnya.

Di tempat yang sama, calon wali kota Bogor nomor urut 2 Edgar Suratman meman­dang bahwa untuk me­ningkatkan pelayanan berkualitas, birokrat yang profesional harus memiliki integritas, aksesibilitas, kredibilitas, serta rasa kepedulian.

”Itu harus diaplikasikan dengan integritas dan kejujuran,” tegasnya.

Komitmen ini, sambungnya, harus dijadikan keseharian pejabat di Kota Bogor. Selain itu, inisiatif kreativitas juga tentu harus dipetakan hingga pada akhirnya mendapatkan solusi. Misal, dalam rangka merekrut SDM, tentu bukan hanya intelektualitasnya saja yang diunggulkan.

”Kecerdasan spiritua­litas juga perlu ditonjolkan agar ada keseimbangan antara pola pikir dan pola zikir,” tegasnya.

Sedangkan, calon wali kota Bogor nomor urut 1 Achmad Ru’yat menerangkan bahwa adanya praktik ”mengutip” di tingkat bawah harus diterapis pada goodwill dari wali kotanya. Sebab, perlu digarisbawahi aparatur sipil negara (ASN) bekerja di sektor publik. Karenanya, pasangan Ru’yat-Zaenul telah menyiapkan formulasi khusus untuk mengatasinya. Yakni dengan Bogor Digital.

Keluhan apa pun yang terjadi di tingkat kelurahan akan sampai ke wali kota untuk segera ditindaklanjuti. Namun diiringi dengan ketegasan wali kota dalam memberikan punishment saat pengimplementasiannya.

”Ketegasan ini tentu dapat dilakukan kalau wali kota konsisten memberikan contoh,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Hipmi Kota Bogor Muzakkir tak menampik masih adanya aksi kutipan yang dialami pelaku usaha ketika mengurus izin. Padahal, menurutnya, perizinan satu atap saat ini telah berjalan sangat baik.

”Berkas yang dikerjakan bahkan bisa selesai dalam waktu tiga hari. Seharusnya masalah di tingkat bawah bisa segera diselesaikan Pemerintah Kota Bgor agar penataan di tingkat atas bisa diterapkan juga di tingkat bawah,” bebernya.


Sumber : radarbogor.id

0 komentar:

Post a Comment