Friday, 12 January 2018
Home »
» Mantan Pengacara dan Dokter Setnov Tersangka
Mantan Pengacara dan Dokter Setnov Tersangka
JAKARTA–Ibarat bola salju, rentetan kasus dugaan korupsi pengadaan kartu e-KTP terus melebar. Ini setelah upaya pelarian mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) pada pertengahan November 2017 terhenti. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun membongkar drama kaburnya Setnov. Aktor-aktor yang diduga berperan dalam persembunyian mantan ketua umum Golkar itu juga akhirnya dijadikan tersangka.
KPK menetapkan Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setnov, sebagai tersangka lantaran dianggap menghalang-halangi proses penyidikan KPK dalam kasus megaproyek korupsi e-KTP. Yang lebih mengejutkan, KPK juga menetapkan DR dr H Bimanesh Sutarjo SpPD KGH FINASIM sebagai tersangka.
Bimanesh merupakan dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Ginjal & Hipertensi Rumah Sakit (RS) Medika Permata Hijau, Jakarta Barat yang merawat Setnov pasca kecelakaan lalu lintas di kawasan Pertama Hijau, Jakarta Selatan. Mobil Toyota Fortuner yang dikendarai Hilman Mattauch sempat menabrak tiang. KPK menjerat Fredrich dan Bimanesh melanggar Pasal 21 UU 31/99 sebagaimana diubah 20/01 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain itu, Bimanesh juga tengah dalam proses pemeriksaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait dugaan pelanggaran etik. “Kami juga sudah melakukan proses terkait dengan sidang etika. Proses etika sudah dilakukan terhadap dokter-dokter yang terkait hal itu,” ungkap Adib Khumaidi, sekretaris jenderal (sekjen) IDI, kepada pewarta kemarin.
Adib menambahkan, sidang pelanggaran etik terhadap Bimanesh masih berjalan. Pihaknya akan memproses dokter yang diduga melakukan pelanggaran etik dalam melaksanakan tugasnya. “Tapi kami belum selesai dalam proses itu. Kami akan memproses jika memang ada hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran etika,” jelasnya.
IDI, lanjut Adib, menghormati langkah hukum yang dilakukan KPK atas Bimanesh yang juga anggota IDI. ”IDI akan segera berkoordinasi dengan KPK perihal penetapan tersangka Bimanesh dalam kasus dugaan menghalangi penyidikan Setnov,” tandasnya.
“Kalau KPK punya data terkait dengan hal itu, tentu ada pembuktian nanti di tingkat proses pengadilan, kita ikuti aturan,” katanya.
Lebih lanjut, Adib mengimbau kepada seluruh dokter agar tak membeda-bedakan pelayanan terhadap seorang pasien. Setiap dokter harus mematuhi aturan yang berlaku, baik standar pelayanan dan profesi maupun etika kedokteran.
“Kita sampaikan pada rekan sejawat, terlepas siapa pun pasien, dari lapisan mana pun tidak ada perbedaan kita dalam melayani pasien. Kita harus menjalankan praktik kedokteran sesuai dengan standar pelayanan, sesuai dengan standar profesi dan etika di dalam pelayanan kedokteran,” imbuh Adib.
Sementara itu, kabar penetapan Bimanesh langsung menyebar dengan cepat, termasuk di RS Medika Permata Hijau. Ini juga menjadi perbincangan hangat antarpegawai di rumah sakit tersebut. Hanya saja, saat pewarta menyambangi RS Medika Permata Hijau, dr Bimanesh tidak ada di tempat. Bahkan untuk mencari informasi terkait dokter spesialis jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu juga seolah tertutup.
Sejumlah pegawai dan satpam juga kompak tutup mulut terhadap keberadaan Bimanesh. ”Maaf tidak tahu, Mas,” ucap satpam yang jaga di IGD RS Medika Permata Hijau.
Senada disampaikan Bagian Administrasi yang juga tidak mengetahui keberadaan Bimanesh. ”Setahu kami dokter Bimanesh masuknya (praktik, red) Selasa saja. Kalau sekarang kami tidak tahu, dan tidak ada di RS,” kata pegawai Bagian Adminitrasi RS Medika Permata Hijau.
Kemudian, staf Bagian Humas dan Informasi RS yang enggan disebut namanya hanya menyarankan untuk ke pimpinan. ”Untuk informasi mengenai dokter Bimanesh langsung ke pimpinan. Tapi, kepala Humas dan Informasi tidak ada dan pak direktur lagi ke luar negeri. Pulangnya bapak (direktur, red) masih tanggal 12 nanti,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers pada Rabu (10/1) sore mengatakan, KPK sudah mendapatkan bukti permulaan yang cukup untuk penetapan tersangka Fredrich dan Bimanesh. ”Mereka terbukti melakukan tindakan yang menghalang-halangi penyidikan,” ujarnya.
Dia menyebutkan, dua tersangka ini terlibat dalam skenario ketika Setnov menghindari penyidikan KPK. Frederich terbukti sudah memesan satu lantai kamar perawatan VIP di RS Permata Hijau, padahal kecelakaan belum terjadi. Sedangkan, Bimanesh terbukti melakukan pemalsuan data-data medis Novanto.
Basaria merekonstruksi kronologi kejadian. Setelah rangkaian pengembangan penyelidikan kasus, pada 15 November 2017, Setnov diagendakan diperiksa sebagai tersangka atas dugaan korupsi e-KTP. Namun, Setnov tak datang dan berkirim surat soal ketidakhadirannya. Kemudian, pada Rabu 16 November 2017, pukul 21.40 WIB, tim KPK mendatangi kediaman Setnov di Jalan Wijaya 13, Kebayoran Baru.
“Dan ternyata saudara SN saat itu tak ada di tempar. Kemudian, dilakukan proses pencarian di rumah tersebut hingga pukul 02.50 WIB,” jelasnya. KPK pun mengimbau agar Setnov menyerahkan diri, tapi tak ada kabar.
KPK pun menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO). Menjelang malam, keberadaan Setnov diketahui. Namun, informasi mengabarkan bahwa mobil yang ditumpangi Novanto menabrak tiang lampu. Kemudian, Setnov pun dibawa ke RS Medika Permata Hijau. Namun, tak seperti korban kecelakaan pada umumnya yang dibawa ke instalasi gawat darurat (IGD) untuk mendapatkan prosedur pertolongan pertama. Setnov justru langsung dimasukkan ke ruang rawat inap VIP.(ind)
sumber :Radar Bogor
0 komentar:
Post a Comment