Banner 1

Thursday, 16 August 2018

Kurangi Perokok Pemula, Harga Rokok Diusulkan Rp10.000 per Batang




JAKARTA-RADAR BOGOR, Kementerian Perenca­naan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengusulkan harga rokok naik menjadi Rp 10 ribu per batang. Langkah tersebut dinilai bisa mengurangi jumlah perokok pe­mula. Dan, bisa meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi nasional.
Manager Pilar Pembangunan Sosial Sekretariat SDG’s Bap­penas Arum Atmawikarta me­nilai, perekonomian Indonesia akan lebih baik jika jumlah perokok berkurang.
“Kita yakin bahwa mengenda­likan konsumsi rokok, membuat masyarakat sehat dan perekono­mian tumbuh berkualitas. Sebab, jika masyarakat sehat, kinerja akan lebih produktif,” ungkap Arum dalam diskusi di Grand Cemara Hotel, Jakarta, kemarin.
Problemnya, lanjut Arum, banyak yang menentang karena bisa menurunkan pendapatan negara dari cukai rokok. Dia bilang, pemerintah seharusnya lebih kreatif mencari potensi-potensi baru untuk mendukung perekonomian.
“Pemerintah jangan kecanduan terhadap penerimaan dari cukai rokok. Mereka selalu bilang cukai rokok ini Rp 150 triliun. Pemerintah harus lebih cerdas menggali sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang sehat,” ujarnya.
Arum menilai, harga rokok yang ideal saat ini adalah di angka Rp 10 ribu per batang. Karena, dengan harga itu, akses generasi muda terhadap rokok dapat menurun.
“Kalau saya pakai teori uang jajan sekolah. Jadi kalau ibu-ibu beri uang jajan Rp 10 ribu. Kalau kita mau supaya anak-anak tidak merokok, maka satu batang rokok minimal harganya Rp 10 ribu. Jadi kalau 12 batang (satu bungkus) Rp 120 ribu,” jelas dia.
Menurut Arum, harga rokok eceran saat ini terlalu murah di rentang harga Rp 15-20 ribu per bungkus. Dengan harga itu, banyak generasi muda membelinya. Sebab, bisa dibeli eceran dengan harga Rp 1.500 per batang. Bahkan ada yang harganya Rp 600 per batang.
Akademisi Universitas In­donesia Abdilah Ahsan mengungkapkan, berdasarkan pene­litian di berbagai negara, jika cukai rokok dinaikkan sebesar 10 persen, dapat menurunkan jumlah perokok di kelompok masyarakat miskin sebesar 16 persen. Dan, penurunan jumlah perokok di kalangan masyarakat kota sebesar 6 persen.
“Jadi kalau harga rokok naik ke Rp 50 ribu tentu akan turun jumlah perokok,” kata Abdilah.
Abdilah mengatakan, ke­biasaan merokok tidak mem­berikan keuntungan finansial kepada negara. Bahkan, uang negara yang digerus dalam ben­tuk pelayanan kesehatan bagi penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan merokok mencapai Rp 160 triliun per tahun.
“Dampak dari merokok yang harus ditanggung negara melalui sistem pelayanan kesehatan, se­tiap tahun negara harus mengeluarkan uang sekitar Rp 160 triliun,” ingatnya. (ysp)

Sumber : Radar Bogor










Related Posts:

  • KPP Pratama Ciawi Siap Membangun Zona Integritas KPP Pratama Ciawi mengadakan kegiatan pen­canangan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korup­si (WBK) yang disaksikan oleh pegawai dan wajib pajak, di aula KPP Pratama Ciawi, Selasa (27/2) lalu.Pencanangan ini sebaga… Read More
  • Longsor Jembatan Cipamingkis Mengkhawatirkan Longsor Jembatan Cipamingkis di Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, semakin parah. Jik sebelumnya hanya berupa retakan, saat ini jembatan penghubung antardesa dan kecamatan tersebut longsor hingga 15 meter.Diketahui, lo… Read More
  • Tambah Rp180 Juta untuk Gaji Pimpinan MPR JAKARTA–RADAR BOGOR,Pelantikan tiga wakil ketua baru menjadikan pimpinan MPR makin gemuk. Jumlah petinggi lembaga negara itu kini menjadi delapan orang. Anggaran yang akan dikeluarkan pun kian membengkak.Pelantikan wakil k… Read More
  • Bahasa Sunda Tetap Menggeliat Bahasa Sunda merupakan bahasa daerah dari Provinsi Jawa Barat yang berada dalam teritorial Tanah Pasundan (sebutan Jawa Barat), termasuk Kota Depok. Namun, penggunaan bahasa Betawi di kota tersebut lebih kental ketimbang b… Read More
  • Utang Malaysia Tumben ini terjadi. Seumur-umur baru kali ini utang luar negeri Malaysia diributkan.Mungkin karena di sana juga segera pemilu. Mungkin juga karena baru sekarang ini utang Malaysia mencapai 50 persen dari GDP.Belum pernah r… Read More

0 komentar:

Post a Comment