Banner 1

Tuesday, 16 January 2018

50 Tahun Tinggal di Rumah tak Layak Huni


DI usia senja, seseorang seharusnya bisa menikmati kehidupan yang nyaman ber­sama anak-cucu. Namun tidak dengan Roip (75) dan Manah (70). Pasangan suami-istri ini justru hidup dengan kondisi memprihatinkan.

Manah menempati rumahnya yang tak layak huni sudah ham­pir 50 tahun lamanya. Per­­min­taan bantuan untuk dia dan suaminya, Roip, yang difasilitasi pemerintah setempat pun belum direspons otoritas di atasnya.

Warga Kampung Gunung Cabe RT 04/05, Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, itu tinggal di gubuk berukuran 3 x 6 meter yang terbuat dari anyaman bambu, serta ditopang kayu yang sudah keropos. Ada ranjang dari bambu lengkap dengan kasur busa dan bantal.

Di samping kanan ranjang, ada dua tungku dan setumpuk kayu bakar. Jaring laba-laba memenuhi setiap sudut ruangan dan langit kamar. Di gubuk berlantai tanah itu, keduanya hidup bersama.

”Hoyong Emak ge gaduh bumi sae. Teu bocor, teu kapanasan tur teu reyod jiga kieu. Mung sakie buktosna. Taya daya sareng upaya. Komo tos sepuh jiga kieu. (Mau Nenek juga punya rumah bagus.

Tidak bocor, tidak kepanasan, dan tidak reyot seperti ini. Tapi, segini keadannya. Tidak ada daya dan upaya. Apalagi sudah tua seperti ini),” ucap Nek Manah kepada Radar Bogor.

Ya, sejak menikah 50 tahun silam, pasangan suami-istri ini hanya hidup berdua di sana. Menjadikan bangunan yang nyaris ambruk itu sebagai “gubuk cinta” mereka. Tempat bersa­ma selama berumah tang­ga. Mes­ki mereka tak dika­runiai anak hingga usia senjanya. “Tos lami didieu. (Sudah lama di sini,” imbuhnya.

Satu-satunya harapan untuk memperbaiki rumah mereka adalah program rumah tidak layak huni (RTLH) dari pem­erintah. Maklum, untuk makan sehari-hari saja, mereka kere­potan. Kadang makan, kadang tidak. Namun, hingga kini progam tersebut itu tak kun­jung mampir ke rumahnya. Roip dan Manah pun hanya bisa pasrah.

”Bade ngabangun, teu tiasa. Program RTLH nu­mana? Teu acan aya kadie. Ayena nu penting tiasa emam we. (Mau mem­bangun, tidak bisa. Progrma RTLH yang mana? Belum ada ke sini. Sekarang yang penting bisa makan),” lirihnya.

Pasangan lansia ini hanya satu dari sekian warga Kabupaten Bogor yang bernasib serupa. Mereka terlupakan karena program RTLH yang tak tepat sasaran. ”Saya sangat prihatin dengan kondisi warga Bogor seperti ini.

Saya sangat yakin masih banyak warga Kabupaten Bogor yang senasib dengan Pak Roip. Kepedulian dan tanggung jawab pemerintah daerah mengentaskan kemis­kinan harus secepat mungkin direalisasikan,” ucap tokoh Bogor Barat, Uun.

Menanggapi hal tersebut, Kasi Ekonomi dan Pem­ba­ngu­nan (Ekbang) Kecamatan Rum­pin Nurbaeni mengatakan, kuota RTLH untuk Desa Cipi­nang sangat terbatas. ”Kalau untuk Desa Cipinang, kuotanya (RTLH) sudah habis. Baru ada lagi di 2019,” tukasnya.(all/c)

sumber :Radar Bogor

0 komentar:

Post a Comment